Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilpres 2024

Mahasiswa Tanya Terkait Citra PDI Perjuangan di Media Sosial, Begini Jawaban Ganjar

Menjawab pertanyaan soal citra PDI Perjuangan, menurut Ganjar, tidak ada demokrasi tanpa partai politik.

Editor: Erik S
YouTube Najwa Shihab
Bacapres PDIP, Ganjar Pranowo, dalam acara Mata Najwa bertajuk 3 Bacapres Adu Gagasan yang digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (19/9/2023) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN -  Bakal calon presiden yang diusung PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo mendapat pertanyaan tajam dari mahasiswa saat acara '3 Bacapres Bicara Gagasan' di Grha Sabha Pramana UGM, Selasa (19/9/2023).

Syarifah, mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata API Yogyakarta bertanya kepada Ganjar Pranowo mengenai anggapan presiden boneka dan citra PDI Perjuangan di mata masyarakat.

Baca juga: Ganjar Ditantang Dosen UGM soal Masalah Desa: Mas Arie Bertanya yang Sudah Tahu

"Bagaimana tanggapan Bapak mengenai citra PDI Perjuangan di mata masyarakat saat ini, yang kita tahu dalam tanda kutip selalu menjadi ejekan di media sosial? Bukankah itu sinyal penolakan?" tanya Syarifah, disusul tepuk tangan para penonton yang hadir di Grha Sabha Pramana UGM.

Ganjar Pranowo pun angkat bicara terkait pertanyaan yang disampaikan Syarifah.

"Bagus. Terima kasih. Presiden adalah presiden. Ia menjalankan amanat penuh dari konstitusi yang ada. Titik. Tidak ada koma. Dari waktu ke waktu, kamu bisa menilai, bagaimana sebuah keputusan bisa diambil. Se-boneka apa mereka mendapat pengaruh dari luar," kata Ganjar.

"Apakah dari pengusungnya? Apakah intervensi dari proksi negara lain atau dari kelompok? Kalau kemudian satu per satu bisa diperbandingkan, maka penilaian itu bisa kami dapatkan. Tapi, presiden adalah orang yang disumpah untuk menjalankan konstitusi. Ia punya independensi penuh," tegasnya.

Sementara menjawab pertanyaan soal citra PDI Perjuangan, menurut Ganjar, tidak ada demokrasi tanpa partai politik.

"Saya mau cerita sedikit. Saat seusia Anda, saya sudah anggota partai dan semua orang nyinyir. Ketika demonstrasi di bunderan UGM, saya sampaikan kepada teman 'demonstrasi terus, kok, nggak pernah ada hasil. Apa yang mesti kita lakukan? Kita mesti masuk ke dalam sistem untuk bisa mengambil keputusan'," kata Ganjar.

Baca juga: Ganjar Tegaskan Tak Punya Sejarah Politik Identitas, Ungkap Kronologi Diajak Muncul di Tayangan Azan

"Saya masuk partai. Saya diledek. Lalu, saya menjadi anggota DPR. Saya akhirnya diminta memimpin beberapa panitia khusus untuk menyusun undang-undang kewarganegaraan. Saya menjadi ketua panitia khusus undang-undang partai politik. Saat itu, ketika isu gender muncul, saya putuskan 30 persen pengurus partai politik adalah perempuan. Dengan tangan saya, ada keputusan. Ada manfaat," kata Ganjar.

"Saya sekolah di UGM. Saya tidak pernah lupa sejarah UGM, bagaimana Kraton Yogyakarta, kampus dan kampung menjadi satu. Pada saat itulah ada peran besar Sri Sultan Hamengku Buwono X. Beberapa partai politik tidak setuju Undang-Undang Keistimewaan DIY. Sekitar 10 menit saya putuskan. Ketua panitia kerja atau panja bernama Ganjar Pranowo. Sejak putusan itu, Undang-Undang Keistimewaan DIY lahir setelah belasan tahun tidak pernah putus," lanjutnya.

"Saya akhirnya menjadi gubernur, dipercaya masyarakat. Saya hanya minta satu, yakni tidak ada korupsi. Maaf, saya harus ceritakan. Saya mencopot dua kepala dinas karena terindikasi korupsi. Saya harus memutuskan. Komitmen antikorupsi," tambahnya.

Di hadapan ribuan civitas akademika, Ganjar juga bercerita bukan tanpa sebab benci terhadap kemiskinan.

Asal muasalnya, mantan Gubernur Jawa Tengah itu  berasal dari keluarga yang tidak mampu secara finansial.

"Saya dari kecil berasal dari keluarga tidak mampu (secara ekonomi). Saya menjadi dendam kepada kemiskinan," ujarnya.

Alih-alih menyalahkan kemiskinan, Ganjar mengaku membawa dendam tersebut menjadi hal positif.

Baca juga: Ganjar Tegaskan Tak Punya Sejarah Politik Identitas, Ungkap Kronologi Diajak Muncul di Tayangan Azan

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved