Rabu, 1 Oktober 2025

Pilpres 2024

Pengamat Sebut Suara NU Besar di Pilpres 2024, Gus Yahya Minta Capres Tak Nyalon Atas Nama NU

Suara NU masih diperhitungkan, karena pemilih di Indonesia yang mengidentifikasi dirinya bagian dari NU memang masih besar.

Editor: Daryono
SURYA.CO.ID/Yusron Naufal Putra
Massa warga nahdliyin di Jawa Timur yang tergabung dalam Nusa Bangsa saat menggelar aksi di depan kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, Kamis (4/5/2023) siang. - Suara NU masih besar di Pilpres 2024 bahkan hampir 50 persen, ini respon pengamat dan Gus Yahya. 

TRIBUNNEWS.COM - Basis suara dari Nahdlatul Ulama (NU) saat ini masih diperhitungkan, meski pemilih terbesar saat ini berasal dari Gen Z dan kaum Milenial.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam menilai basis pemilih di Indonesia yang mengidentifikasi dirinya bagian dari NU memang masih besar.

Bahkan, mencapai angka 44 persen sampai hampir 50 persen.

Menurutnya, ada banyak faktor yang mempengaruhinya.

"Faktornya cukup beragam pertama dari sisi magnitude memang dari NU besar, mencapai angka 44 persen sampai hampir 50 persen dan kalau misal di convert itu bisa mencapai sekitar 80 juta jiwa," ungkap Ahmad Khoirul dikutip dari Kompas Tv yang tayang Kamis (14/9/2023).

Baca juga: Kyai Muda NU: Anies-Gus Imin Satu-satunya Pasangan Berlatar Belakang Santri

Selain itu, tradisi Samina Wa Athona atau ketaatan seorang kaum muslim kepada pemimpinnya sangat kuat

"Konsep patronase dalam relasi hubungan kiai dan santri itu cukup kuat, sehingga kemudian itu begitu memudahkan untuk mencari vote getter," lanjut Ahmad Khoirul.

Menurut Ahmad Khoirul, dukungan NU bisa digunakan untuk memenangkan pertarungan wacana, terutama terkait dengan konteks isu ideologis.

"Di Indonesia apa yang kemudian menjadi dukungan oleh NU itu seolah juga bisa menjadi garansi terutama bagi teman-teman kelompok nonmuslim."

"Dari Katolik, Protestan, Hindu seolah kemudian NU memberikan endorsement, di situlah titik equilibriumnya," ujar Ahmad Jhoirul.

Oleh karena itu, menurutnya, bukan hanya NU sepihak, namun juga basis Muhammadiyah juga harus diakui.

"Elemen Islam dengan kekuatan karakter yang moderate, karakter yang betul-betul Wasatiah itu kemudian seolah bisa menjadi penjaga jangkar untuk membawa titik aman sekaligus juga menjadi kunci kemenangan dalam elektoral ke Pilpres pendatang," jelas Ahmad Khoirul.

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam. (Tribunnews.com/Fersianus Waku)

Baca juga: Cak Imin Ziarah ke Makam Pendiri NU Abdul Wahab Hasbullah, Bersihkan Diri dari Niat Pribadi

Gus Yahya: Capres Tak Boleh Bawa Nama NU

Terkait suara NU diperebutkan Capres, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mewanti-wanti agar tak ada Capres atau Cawapres yang membawa nama NU demi kepentingan politiknya.

Justru, Gus Yahya menegaskan agar Capres dan Cawapres fokus menunjukkan mutu dan kualitasnya dalam memimpin bangsa.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved