Pilkada Serentak 2024
Pro Kontra Isu Pilkada Serentak 2024 Dipercepat, Respons Kemendagri, Parpol hingga KPU
Rencana memajukan jadwal Pilkada disebut-sebut akan dilakukan melalui Perppu yang diterbitkan oleh Presiden Jokowi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun 2024 diwacanakan akan dipercepat dari semula bulan November 2024 menjadi September 2024.
Rencana memajukan jadwal Pilkada disebut-sebut akan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang diterbitkan oleh Presiden Jokowi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan ide percepatan tersebut muncul dari kalangan akademisi dan DPR.
"Memang salah satu filosofi daripada lahirnya UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada itu adalah keserempakan antara pemerintahan pusat, kemudian tingkat I dan tingkat II. Makanya di tahun yang sama dilaksanakan election ya, pileg, pilpres 14 Februari. Ronde keduanya kalau ada di Juni. Terpilih dilantik 20 Oktober. Saya ulangi, DPR di 1 Oktober," kata Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Baca juga: PAN Tegas Tolak Usulan Mempercepat Jadwal Pilkada 2024
Menurut Tito, akademisi dan DPR menilai jika pilkada serentak dilakukan November 2024, maka akan muncul berbagai sengketa pemilu.
"Kalau 27 November dilaksanakan, umumnya kan ada sengketa dan lainnya 3 bulan. Tanggal 31 Desember, berdasar UU Pilkada, 2024 itu seluruh kepala daerah hasil pilkada 2020 itu harus berakhir, 31 Desember," kata dia.
"Artinya satu Januari Pj. akan jadi hampir semua kepala daerah itu nantinya 1 Januari 2025 itu Pj semua. Ini enggak efektif untuk pemerintahan," tambah Tito.
Maka itulah, Tito mengatakan muncul opsi jangan hanya Pilkada serentak saja yang dilaksanakan, tetapi juga pelantikan serentak.
"Pelantikan serentak lebih baik di tanggal 1 Januari 2025, karena 31 Desember 2024 yang definitif hasil Pilkada 2020 akan habis (masa tugas) sesuai UU Pasal 201 ayat 7," kata Tito.
Menurut Tito, usulan tersebut untuk mengantisipasi pengisian posisi oleh penjabat (Pj) sebagai kepala daerah di masa transisi.
"Daripada mengisi dengan Pj lagi, banyak sekali ada 270, kemudian pelantikannya nanti jauh sekali dengan presiden," ujar Tito.
Baca juga: Wacana Perubahan Jadwal Pilkada 2024, KPU Nyatakan Siap
Belum Ada Penerbitan Perppu
Terkait hal tersebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pembahasan wacana mengubah jadwal Pilkada belum sampai pada penerbitan Perppu.
"Belum sampai ke situ kok saya," kata Jokowi.
Menurut Presiden rencana mempercepat Jadwal Pilkada memerlukan pertimbangan yang mendalam.
Saat ini kajian untuk mempercepat jadwal Pilkada masih berada di Kemenlu Dalam Negeri (Kemendagri).
"Urgensinya apa, alasannya apa, semuanya perlu dipertimbangkan secara mendalam. Saya kira semua itu masih kajian di Kemendagri dan saya belum tahu mengenai itu," katanya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mewaspadai beban kerja penyelenggara yang bertambah jika nantinya jadwal Pilkada 2024 dimajukan.
Hal ini lantaran banyak tahapan yang bakal beririsan dengan antara Pilkada itu sendiri dengan tahapan pileg dan pilpres.
"Ya secara praktis (beban kerja) bertambah. Dalam arti irisan tahapan yang beririsan di waktu yang sama lebih banyak," kata Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin.
Untuk mengantisipasi hal itu, pria yang akrab disapa Afif ini mengaku pihaknya sudah melakukan persiapan dan penyesuaian.
Sehingga jika nantinya benar jadwal pilkada berubah, pihaknya selaku penyelenggara pemilu tidak kewalahan.
Baca juga: Soroti Wacana Majukan Jadwal Pilkada, DPR Usulkan Dua Gelombang
"Yang pasti KPU akan taat terhadap regulasi, termasuk jika ada regulasi yang muncul belakangan, tentu kita siapkan jajaran semua untuk menyesuaikan situasi atas kemungkinan-kemungkinan peraturan yang muncul," ujarnya.
"Tapi ya sampai detik ini kita masih mengikuti aturan yang sudah kita pedomani, tahapan-tahapan yang awal. Kalau ada Perppu, misalnya, ya itu kita pedomani," tambah Afif.
Beban Kerja Penyelenggara Pemilu Bertambah
Pengamat sekaligus pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini punya pandangan serupa.
Ia mengatakan beban kerjanya penyelenggara pemilu akan bertambah jika jadwal Pilkada 2024 dimajukan.
"Irisan tahapan menimbulkan beban kerja yang berat bagi penyelenggara pemilu. Di situ saja antara pemilu 14 Februari dengan pilkada November itu kan irisannya sudah terjadi di tahapan krusial," ujar Titi.
Titi menjelaskan, tahapan pilkada ini nantinya bakal beririsan dengan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Padahal di satu sisi, tahapan pilkada ini juga dinilai sama krusialnya.
"Selesai pemungutan penghitungan suara, sudah dimulai tahapan pilkada. Ketika PHPU berlangsung, itu masuk tahapan-tahapan untuk pilkada yang krusial semisal rekrutmen, kemudian persiapan DPT (daftar pemilih tetap)," kata Titi.
Di lain hal, Titi menilai ada aspek positif jika pilkada dimajukan ke September. Seperti hal yang berkaitan dengan akhir masa jabatan (AMJ) kepala daerah.
"Memang ada aspek positifnya, kita bisa menghindari penjabat yang akan mengisi kepala daerah hasil pilkada 2020," tuturnya.
"Karena kan pilkada 2020 AMJ nya pada 31 Desember 2024. Kan dikhawatirkan kalau pilkada November, ada sengketa, ada daerah-daerah yang AMJ-nya Desember 2024 diisi oleh penjabat. Namun risikonya jauh lebih besar jika jadwal pilkada dimajukan. Sebab akan berdampak pada kompleksitas dan profesionalitas kemampuan penyelenggara mengelola tahapan."
"Ini yang kemudian bisa membahayakan baik pemilu legislatif maupun pilkada," kata dia.
Respons KPU
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asyari mengatakan akan tetap menjalankan tugas meski misalnya jadwal Pilkada 2024 berubah.
Ia mengatakan lembaga penyelenggara bertugas sebagai pelaksana Undang-Undang (UU).
Sehingga akan selalu tunduk pada ketentuan UU yang berlaku.
"KPU sebagai pelaksana UU, jadi apa yang diatur dalam UU, itu yang dilaksanakan oleh KPU," kata Hasyim.
"Termasuk bila hari pemungutan suara serentak Pilkada 2024 dimajukan menjadi September 2024 dan hal itu diatur dalam UU atau Perppu, maka KPU tunduk kepada ketentuan UU tersebut," sambungnya.
Parpol Menolak
Partai Amanat Nasional (PAN) menolak usulan mempercepat jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) dari November 2024 menjadi September 2024.
PAN menilai pelaksanaan Pilkada harus tetap berjalan sesuai Undang-undang (UU).
"PAN menyatakan bahwa pelaksanaan Pilkada sesuai UU saja, yaitu sekitar November 2024," kata Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi.
Viva menilai bahwa jadwal yang ditentukan telah tepat karena mencegah kemungkinan adanya pemilihan presiden (pilpres) hingga ke ronde kedua.
"Meskipun 35 hari setelah pencoblosan sudah diketahui komposisi kursi di provinsi, kabupaten, dan kota, namun KPU juga perlu menghitung kemungkinan akan adanya pilpres ronde ke dua," jelasnya.
Lebih lanjut, Viva meminta semua pihak berhenti berdebat mengenai maju mundur pelaksanaan Pilkada.
"Daripada berdebat soal maju mundur pelaksanaan pilkada, KPU yang menyatakan siap jadwal diajukan dan Bawaslu menyatakan pilkada diundur, lebih baik saat ini fokus di tugas pokok fungsinya dan bekerja sesuai jadwal di Undang-undang Pilkada saja. Jadwal tetap," ujarnya.
Senada, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman masih meyakini kalau gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tidak akan berubah.
Habiburokhman juga menyatakan tidak sepakat kalau wacana Pilkada dimajukan dari yang sebelumnya November 2024 menjadi September 2024.
"Jangan, jangan, tetap on schedule aja karena kan itu semua orang sudah mempersiapkan, masing-masing partai sudah mempersiapkan, jeda waktu itu sudah dihitung banget loh," kata Habiburokhman.
Kata dia, setiap partai politik peserta pemilu pasti sejauh ini sudah matang dalam mempersiapkan Pilkada tersebut.
Oleh sebabnya, kalau jadwal itu berubah maka diyakini Habiburokhman akan merusak seluruh strategi tiap parpol.
"Jeda waktu sekian bulan kalau kami sudah hitung-hitungan banget, sudah matang. Tidak bisa dimundur, tidak bisa dimajukan. Bisa merusak strategi kami," ujar dia.
"Karena kan orang capek, capeknya pilpres belom ilang, kalau dimajukan takutnya tidak siap, berantakan malah," sambungnya.
Atas hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu meminta agar seluruh stakeholder untuk fokus pada jadwal yang udah ditentukan.
Namun, jika memang ada aspek yang perlu dikaji maka bukan tidak mungkin kemungkinan itu bisa dibahas.
"Ya apapun lah ya. Tapi yang jelas sudah sekian lama kami persiapkan jadwal segitu. Ya nanti silakan saja dikaji. Tapi kalau menurut saya, kalau anda tanya ke saya ya riskan," ujar Habiburokhman. (Tribun Network/den/igm/mar/riz/wly)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.