Pemilu 2024
Pengamat Minta Hakim PN Jakpus Diusut soal Putusan Penundaan Pemilu 2024: Ini Sabotase
Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago meminta hakim Jakarta Pusat diusut buntut putusan terkait penundaan pemilu 2024.
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago, menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan Pemilu 2024 terkesan janggal.
Menurut Pangi, ada sejumlah hal yang patut dicurigai dalam perkara yang bermula dari gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ini.
Menurut Pangi, ada sabotase yang sengaja dilakukan untuk merusak demokrasi Indonesia.
Ia menilai, ada pihak yang mendesain di balik putusan hakim PN Jakarta Pusat yang menimbulkan kontroversi itu.
Pernyataan tersebut disampaikan Pangi dalam program Talkshow Overview Tribunnews.com bertajuk 'Kontroversi Putusan Pemilu 2024 Ditunda', Kamis (9/3/2023).
"Ini sabotase, ini penghianatan demokrasi ini, menurut saya itu kalau bisa dikasih pidana hakim-hakim itu, main-main mereka itu," ujar Pangi.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Sarankan KPU Damai dengan Partai Prima, Putusan PN Jakpus Dibatalkan
"Selama ini kita anggap alamiah, tidak ada desain, tapi kan faktanya hari ini kok bisa terjadi, enggak mungkin itu alamiah pasti ada operatornya, pasti ada yang mendesain," lanjutnya.
Pangi menyebut hakim PN Jakarta Pusat tak mungkin jika tidak mengetahui soal kewenangan dalam memutus sebuah perkara.
Seperti diketahui, hakim PN Jakarta Pusat dinilai salah kamar dalam mengadili sengeketa pemilu.
Diketahui, gugatan atau sengketa terkait keputusan KPU dalam proses verifikasi partai politik calon peserta pemilu seharusnya ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri.
"Hakim-hakim pengadilan negeri Jakarta itu apalagi hakim pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan hakim sembarangan."
"Enggak mungkin hakimnya asal-asalan, tidak mungkin jika tak paham tentang salah alamat, salah kamar, bohong mereka nggak paham," ujarnya.
Pangi pun meminta, Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut dan mendalami dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim PN Jakarta Pusat.
"Menurut saya ini merusak demokrasi kita, lawan saja. Kalau bisa itu buka diatas meja, kita lawan mereka apa opininya apa pendapatnya. Buka kotak pandorannya, agar tahu kerja siapa ini."
"Menurut saya itu periksa, kenapa KY itu diam kenapa itu MA nya buat alasan lagi, Presiden kenapa hanya perkataan dan perbuatan tidak ada."
Pangi pun juga meminta dengan tegas agar KY menelusuri siapa pihak dibalik putusan penundaan pemilu tersebut.
"Kan KY itu menselidiki hakim-hakim yang menyimpang, nah ini kan hakim dugaan kita ini menyimpang, kewenangannya tidak pas, kompetensi tidak pas, masa tidak tahu soal salah kamar salam alamat."
"Telusuri ini, buka ini di atas meja supaya kotak pandorannya terbuka," ujar Pangi.
Pakar yakin Pengadilan Tinggi Batalkan Putusan PN Jakpus
Sebelumnya, KPU mengaku siap mengajukan upaya hukum banding atas putusan PN Jakarta Pusat soal penundaan pemilu.
KPU akan ajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, Jumat (10/3/2023) hari ini.
Seperti diketahui PN Jakarta Pusat telah mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU terkait penundaan pemilu 2024.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, menuturkan, memori banding telah disiapkan.
"Kalau pekan ini, tinggal Kamis dan Jumat, insyaAllah Jumat besok tanggal 10 Maret 2023 akan kami daftarkan memori banding tersebut," kata Hasyim, Kamis (9/3/2023).
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, mengaku yakin Pengadilan Tinggi akan membatalkan putusan PN Jakarta Pusat tersebut.
"Dugaan saya sih kemungkinan Pengadilan Tinggi tidak akan mengabulkan, melihat begitu kerasnya penolakan dan pendapat-pendapat akademisi."
"Walaupun hakim tidak boleh terpengaruh oleh kritik di masyarakat maupun pendapat akademisi, ya silahkan saja secara independen."
"Tapi dugaan saya sih kecil kemungkin Pengadilan Tinggi mau menyetujui ini dan kemudian Pengadilan Jakarta Pusat akan melakukan eksekusi," kata Yusril.

Yusril juga menilai PN Jakpus keliru ketika memutus perkara ini.
Yusril memaparkan, dalam gugatan perdata biasa maka sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU).
Sedangkan pihak lain tidak tersangkut dengan sengketa ini.
"Mestinya putusan kan hanya para pihak yang bersengketa, penggugat dan tergugat."
"Saya enggak ikut menggugat dan tidak jadi tergugat kok tiba-tiba rumah saya dieksekusi."
"Partai lain yang sudah ikut verifikasi admistrasi dan sudah dinyatakan lolos, tapi dengan ekseskusi ini mereka (Partai Politik lain) jadi terdampak," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap tergugat KPU.
Gugatan dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU tersebut diketok pada Kamis (2/3/2023).
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
(Tribunnews.com/Milani Resti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.