Hasil Studi: Suara Tangisan Bayi Bisa Bikin Orang Dewasa Kepanasan
Menurut hasil penelitian terbaru, suara tangisan bayi yang kesakitan bisa membuat orang dewasa merasa lebih panas secara fisik.
TRIBUNNEWS.COM – Jika suara tangisan bayi membuat wajah Anda memerah, kemungkinan besar itu memang ada alasannya.
Mengutip sciencealert.com, sebuah studi baru menemukan bahwa tangisan bayi, terutama tangisan karena rasa sakit, memicu rona merah di wajah orang dewasa, mungkin sebagai mekanisme biologis untuk mendorong kita segera bertindak.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional Journal of the Royal Society Interface pada 10 September 2025.
Studi dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Jean Monnet dan Universitas Saint-Etienne, Prancis.
Rrngekan bayi memang "dirancang" untuk sulit diabaikan.
Karena belum bisa berbicara, tangisan adalah cara terbaik bayi mendapatkan perhatian dan bantuan dari orang tua atau pengasuhnya.
Menurut hasil studi, tangisan kesakitan berbeda dari tangisan ketidaknyamanan biasa.
Dalam kondisi sakit, bayi mengontraksikan tulang rusuk dengan paksa, mendorong udara bertekanan tinggi melalui pita suara untuk menghasilkan nada bervariasi dan suara tidak harmonis, yang oleh para ahli akustik disebut sebagai fenomena nonlinier (NLP).
“Telah terbukti bahwa NLP merupakan penanda untuk tingkat stres dan/atau rasa sakit yang dialami bayi,” tulis Lény Lego, ahli bioakustik Universitas Jean Monnet, bersama timnya.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa tingkat NLP dalam tangisan memodulasi dinamika temporal respons termal wajah pendengar, terlepas dari jenis kelamin mereka.”
Orang tua biasanya dapat membedakan antara tangisan biasa dan tangisan yang menandakan rasa sakit serius.
Baca juga: Hasil Studi: Pemain Judi Online Mayoritas Pria, Mulai Main Usia 15 Tahun dan Bergaji Rendah
Namun, mekanisme bagaimana tubuh kita menghasilkan respons kognitif tingkat tinggi ini masih belum jelas.
Uji Coba dengan Kamera Termal
Untuk mengetahui efek fisiologisnya, peneliti menguji 41 partisipan (21 pria dan 20 wanita, rata-rata usia 35 tahun) dengan memutar 23 rekaman tangisan dari 16 bayi.
Tangisan tersebut direkam saat bayi mengalami ketidaknyamanan ringan ketika mandi, atau rasa sakit akibat suntikan vaksin.
Saat peserta mendengarkan rekaman, kamera termal melacak perubahan suhu wajah mereka.
Peningkatan panas pada wajah menjadi indikator respons sistem saraf otonom, yakni bagian dari sistem saraf yang bekerja otomatis, mengatur detak jantung, pernapasan, hingga pencernaan.
Setelahnya, peserta juga diminta melaporkan apakah mereka mendengar tangisan ketidaknyamanan atau rasa sakit.
Hasilnya, tangisan dengan tingkat NLP lebih tinggi memicu respons wajah memerah yang lebih kuat dibandingkan tangisan biasa.
Respons ini konsisten pada partisipan pria maupun wanita.
"Semakin banyak rasa sakit yang diungkapkan tangisan, semakin kuat respons sistem saraf otonom kita, yang menunjukkan bahwa kita secara emosional merasakan informasi rasa sakit yang terkode dalam tangisan," kata Prof Nicolas Mathevon di Universitas Saint-Etienne di Prancis, mengutip The Guardian.
"Belum pernah ada yang mengukur respons kita terhadap tangisan seperti ini sebelumnya, dan masih terlalu dini untuk mengetahui apakah akan ada penerapan praktisnya suatu hari nanti."
Studi Masih Awal
Para penulis menekankan bahwa studi ini masih tahap awal.
Karen, sebagian besar peserta hampir tidak memiliki pengalaman dengan bayi, sehingga respons fisiologis yang terukur belum tentu sama dengan orang tua berpengalaman.
Selain itu, tangisan yang digunakan dalam studi adalah suara alami, campuran fenomena akustik yang kompleks. Peneliti belum dapat menentukan secara pasti elemen NLP mana yang paling memicu respons panas di wajah—atau apakah kombinasi berbagai suara kacau inilah yang mengirim sinyal SOS begitu kuat.
“Studi ini membuka banyak pertanyaan, baik dari segi interpretasi hasil maupun metodologi,” catat para penulis.
Baca juga: Dosen IPB Buat Aplikasi Penerjemah Tangisan Bayi Bernama Madsaz, Klaim Akurasi Capai 94 Persen
Macam-Macam Tangisan Bayi
Bayi menangis sebagai bentuk komunikasi utama mereka untuk menyampaikan kebutuhan.
Mengutip babycenter.com, tangisan bayi umumnya terbagi dalam lima kategori utama: lapar, tidak nyaman, sakit, kesakitan, atau kolik.
Berikut penjelasannya:
1. Tangisan Lapar
Awalnya, tangisan bayi yang lapar terdengar panjang, bernada rendah, dan berulang dengan jeda cukup lama.
Semakin lapar, tangisan menjadi lebih keras, lebih panjang, dan jedanya semakin pendek.
2. Tangisan Rewel/Tidak Nyaman
Tangisan rewel biasanya terdengar pelan dan sesekali, namun akan semakin intens jika kebutuhan tidak segera terpenuhi.
Penyebabnya bisa karena bayi lelah, popok kotor, merasa terlalu panas atau dingin, atau mendapat stimulasi berlebihan maupun kurang.
3. Tangisan Sakit (Sick Cry)
Tangisan ini terdengar berbeda dari tangisan normal.
Bayi tidak akan berhenti menangis meskipun sudah dihibur.
Selain itu, tangisannya mungkin terdengar lemah atau letih.
Tangisan yang terus-menerus, tidak biasa, dan berbeda dari pola normal bisa menjadi tanda bayi sedang sakit.
4. Tangisan Kesakitan (Pain Cry)
Biasanya berupa jeritan tiba-tiba, panjang, dan bernada tinggi.
Tangisan dapat berulang seiring rasa sakit datang kembali dalam gelombang.
Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti infeksi telinga, gas dalam perut, atau ruam popok yang parah.
5. Tangisan Kolik
Tangisan karena kolik muncul tiba-tiba, sering pada waktu yang sama setiap hari, dan dapat berlangsung selama berjam-jam.
Kolik adalah rasa nyeri yang amat sangat yang hilang dan timbul di daerah usus atau sekitarnya, seperti kolik batu empedu, kolik karena masuk angin, dan kolik bawasir, mengutip KBBI.
Bayi terdengar merana, tegang, mengepalkan tangan, melengkungkan punggung, serta mengangkat atau menekuk kaki dan tangan.
Bayi normalnya memang banyak menangis,sekitar dua jam sehari pada tiga bulan pertama.
Namun, bayi dengan kolik menangis lebih lama: minimal tiga jam sehari, tiga hari seminggu, selama sedikitnya tiga minggu berturut-turut.
Penyebab kolik belum diketahui pasti.
Diduga berhubungan dengan sistem pencernaan yang belum matang, pemberian makan berlebihan atau kurang, kurang sendawa, atau kombinasi faktor lain.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Sumber: TribunSolo.com
Dilamar El Rumi, Syifa Hadju Langsung Pamer Cincin ke Ferry Maryadi dan Deswita Maharani |
![]() |
---|
Usai Gugat Cerai Ahmad Assegaf, Tasya Farasya Getol Kerja demi Nafkahi Anak-anak |
![]() |
---|
5 Potret Romantis El Rumi Lamar Syifa Hadju di Swiss, Berlutut Berikan Cincin Berlian |
![]() |
---|
100 Link Twibbon HUT ke-80 TNI 5 Oktober 2025, Dilengkapi dengan Cara Mudah Unggah di Media Sosial |
![]() |
---|
Fitri Salhuteru Nilai Ramainya Kasus Vadel Badjideh Berawal dari Sikap Nikita Mirzani terhadap Anak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.