Indonesia Fashion Week
Batik Khas Kutai Timur 'Majestic Wakaroros' Ramaikan Panggung Indonesia Fashion Week 2025
Desainer Kutim membawa sejumlah line up batik motif Dayak Basap dari Karst Sangkulirang yang merupakan motif batik purba dari tebing cadas Kutim.
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Batik Kutai Timur (Kutim) kembali menembus ajang bergengsi nasional catwalk Indonesia Fashion Week 2025 yang berlangsung di JCC Senayan, Sabtu, 30 Mei 2025.
Kali ini desainer Kutai Timur membawa sejumlah line up batik motif Dayak Basap dari Karst Sangkulirang yang merupakan motif batik purba dari tebing cadas Kutim.
Batik bermotif Wakaroros, khas Kutim diperkenalkan kepada publik nasional dan internasional lewat Indonesia Fashion Week (IFW) 2025 di Jakarta, 30 Mei 2025.
Momentum ini menjadi tonggak penting bagi upaya pelestarian budaya lokal Kutim sekaligus ekspansi kreatif batik daerah.
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kutim, di bawah kepemimpinan Ir. Hj Siti Robiah Ardiansyah menggandeng desainer lokal Nora Suratman untuk memboyong koleksi terbaik ke ibu kota. Tema yang diusung adalah "Majestic Wakaroros".
Baca juga: Sukses Berkarya Sebelum 30: Cerita Tiga Kartini Sukses Dirikan Brand Fesyen dan Berdayakan Perempuan
"Ini bukan hanya soal fashion, tapi juga upaya membawa warisan budaya Kutai Timur ke panggung nasional, agar dunia tahu bahwa kita punya cerita, punya identitas dan punya karya," ujar Siti Robiah di sela show.
Motif Wakaroros tampil dengan corak estetis dan menjadi narasi visual masyarakat Dayak Basap, suku adat yang hidup berdampingan dengan rimba Karst Sangkulirang-Mangkalihat.

Motif ini mulanya ditemukan dalam bentuk ukiran di dinding gua oleh tim peneliti prasejarah pada 2006, dan mulai dikembangkan sebagai motif batik sejak 2010.
Wakaroros mencerminkan pola hidup masyarakat adat yang tertib, seimbang, dan selaras dengan alam.
Berbeda dari motif Dayak lainnya yang dinamis, Wakaroros tampil dengan harmoni dan ketenangan. Inilah yang membuatnya menonjol di antara motif-motif tradisional Nusantara.
"Wakaroros adalah warisan visual yang menyimpan filosofi kehidupan masyarakat adat Kutim. Ini bukan hanya kain, ini identitas," ujar Siti Robiah dan dibenarkan Nora Suratman, desainer yang merancang koleksi batik untuk IFW 2025.
Selain Wakaroros, Kutim juga memiliki sejumlah motif batik khas lain yang sudah mengantongi hak cipta.
Antara lain, batik motif Akar Paku Bolo karya Risno, Kelubut karya Juwita, Daun Singkong karya M Ali, Telapak Tangan Karst karya Masniar, dan Arit Lepo karya Ises Krismananta.
Namun, tahun ini, Wakaroros lah yang dipercaya menjadi ikon utama Kutim di panggung nasional.
"Dengan tampil di IFW 2025, kita ingin mempopulerkan batik khas Dayak Wakaloros agar makin dikenal lebih luas oleh masyarakat," sebut Siti Robiah.
Batik Kutim Pakai Pewarnaan Alami
Dia mengatakan, batik Dayak menggunakan teknik pewarnaan alami dari kayu ulin yang banyak tumbuh di Kalimantan Timur serta bahan pewarna alami lainnya. "Pewarna kimia kita tetap pakai. Ada batik tulis, batik cap dan kombinasi keduanya."
Di Kutai Timur, batik Dayak sudah menjadi busana yang dikenakan para ASN.
Wakil bupati Kutai Timur sebelumnya telah mengadakan lomba desain batik dan berhasil memunculkan karya batik Wakaroros ini dengan ciri khas Kutim yang kemudian dikembangkan.

Soal pemasaran batik Dayak, Siti Robiah mengatakan, perajin Kutai Timur kini sampai kuwalahan menerima pesanan.
"Minat masyarakat membatik juga meningkat. Kita sebarluaskan keterampilan membatik ini ke anak-anak sekolah karena sebelumnya belum banyak yang menekuni batik Dayak ini," bebernya.
Bupati Kutai Timur H Ardiansyah Sulaiman mengatakan Pemerintah Kutai Timur sangat mendukung pengembangan batik Kutim ini sebagai industri kreatif.
"Kita sudah wajibkan OPD memakai batik sejak 2012 setelah sebelumnya kita selenggarakan sayembara batik. Ternyata kita punya banyak talenta di bidang batik," ujarnya.
Ardiansyah menambahkan, selama 10 tahun ini batik cap dan batik tulis Kutim berkembang pesat.
"Kita dorong produksi batik yang memanfaatkan benang dari serat nanas karena selama ini produksinya tanaman nanas di Kutim bagus," sebutnya.
Dengan partisipasi dalam Indonesia Fashion Week, Dekranasda Kutim menargetkan lebih dari sekadar eksistensi.
Mereka ingin membuka jalan bagi kerja sama industri kreatif, memperluas jaringan pemasaran, hingga memperkuat posisi batik Kutim dalam peta fesyen nasional.
"Indonesia Fashion Week adalah etalase besar. Kami ingin batik Kutim tidak hanya dikenal di Kalimantan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya nasional," pungkas Siti Robiah.
Indonesia Fashion Week 2025 akan menjadi saksi bagaimana warisan budaya lokal Kutim melangkah anggun dalam busana, menembus batas wilayah, dan berbicara kepada dunia lewat motif yang telah berdiam ribuan tahun di tebing cadas Kalimantan.(tribunnews/fin)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.