International Women's Day, 5 Wanita Hebat Ini Bisa Jadi Inspirasi Kamu Suarakan Hak Asasi Manusia
Hari Perempuan Internasional muncul pertama kali dari pergerakan buruh pada pergantian abad ke-20 di Amerika Utara dan seluruh Eropa.
TRIBUNNEWS.COM -- Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day jatuh pada Kamis, (8/3/2018), hari ini.
Momen ini merupakan hari di mana para wanita dikenal atas pencapaian mereka tanpa memandang nasional, etnis, bahasa, budaya, ekonomi, ataupun politik mereka.
Dikutip Tribunnews dari website resmi PBB, Hari Perempuan Internasional muncul pertama kali dari pergerakan buruh pada pergantian abad ke-20 di Amerika Utara dan seluruh Eropa.
Tak seperti dulu, saat ini wanita juga menjadi bagian dari penyuara hak asasi manusia, kesetaraan, dan keadilan.
Saat ini banyak aktivis wanita yang menyerukan suara mereka untuk mendapat kesetaraan.
Dirangkum Tribunnews dari UN Women, 5 wanita ini bisa jadi inspirasimu untuk memulai langkah menyuarakan hak wanita.
1. Jaha Dukureh

Jaha Dukureh merupakan wanita Gambia yang datang ke New York, Amerika Serikat pada sekitar Desember 2015.
Saat itu Jaha masih berusia 15 tahun dan dipaksa menikah oleh kedua orangtuanya dengan pria tua yang tidak pernah ia temui.
"Menurutku, menikahkan wanita muda di usia muda sama dengan menyerahkan ia kepada pria untuk diperkosa setiap hari," tutur Jaha.
Tidak hanya itu, saat Jaha berusia 1 minggu, ia mengalami Mutilasi Kemaluan Wanita (FGM).
Atas pengalamannya itulah saat ini Jaha Dukureh menjadi aktivis bagi gerakan anti FGM dan pernikahan anak.
2. Ayah al-Wakil

Sejak 2015 lalu, Ayah al-Wakil menjadi pembela bagi korban selamat di Jalur Gaza.
Ayah merupakan seorang pengacara yang bekerja di Pusat Hak Asasi Manusia di Jalur Gaza.
Setiap hari Ayah selalu mengunjungi pengadilan untuk memperjuangkan kesejahteraan wanita yang menjadi korban kekerasan.
"Karena beberapa keterbatasan Hukum Status Pribadi, keputusan pengadilan Syariah tidak selalu mencerminkan kebutuhan perempuan dan anak-anak," jelasnya.
Dengan tindakannya ini, Ayah al-Wakil berharap bisa memperbaiki kehidupan wanita di kampung halamannya.
3. Coumba Diaw

Terjun dalam dunia politik di Senegal, Coumba Diaw tidak membatasi wanita di negaranya untuk ikut berpartisipasi dalam lingkungan politik dan publik.
Ia menjadi satu-satunya wanita wali kota wanita di wilayah Lounga, Senegal.
Pada usia 14 tahun, Coumba pernah dipaksa keluar dari sekolah untuk menikah.
Kepeduliannya terhadap hak asasi wanita ia mulai saat bekerja sebagai tenaga kesehatan.
Coumba Diaw mengedukasi para wanita mengenai kebersihan dan kesehatan alat produksi.
Perannya sebagai walikota dan aktivis meruntuhkan pandangan yang mengatakan wanita tidak akan berhasil dalam bidang politik.
4. Aigul Alybaeva

Aigul Alybaeva merupakan wanita asli negara Kyrgyztan.
Ia melakukan perannya untuk memajukan hak wanita dengan mendukung partisipasi putrinya dalam sebuah program sekolah yang memberdayakan perempuan.
Aigul paham betul bahwa peran seorang ibu sangat penting bagi keberlangsungan kesejahteraan anak-anak perempuan mereka.
"Aku dan anggota keluarga lainnya mencoba untuk mendukungnya, menciptakan lingkungan yang bisa membuatnya belajar dengan nyaman," kata Aigul.
Dengan adanya feminis dalam karakter Aiturgan Djoldoshbekova, Aigul Alybaeva berharap putrinya bisa menjadi pembela hak asasi wanita.
5. Charo Mina-Rojas

Charo Mina-Rojas merupakan aktivis Kolombia yang berjuang untuk pendidikan masyarakat Afro keturunan Kolombia, terutama para wanita.
Meski tumbuh di lingkungan wanita tangguh, Charo merasa tak kecewa lantaran hidup mereka masih diatur, terlepas itu salah atau benar.
Ia pun pernah mengalami kejadian tidak mengenakkan saat sekolah lantaran selalu didiskriminasi karena warna kulit dan jenis kelaminnya.
Pengalaman itupun membuat Charo Mina-Rojas semakin lantang menyuarakan hak asasi wanita.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)