ISPA Buat Angka Gangguan Pendengaran di Indonesia Tinggi
Tingginya angka prevalensi ISPA, rendahnya kesadaran masyarakat, meningkatnya industrialisasi atau pabrik serta gaya hidup terpapar bising
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingginya angka prevalensi ISPA, rendahnya kesadaran masyarakat, meningkatnya industrialisasi atau pabrik serta gaya hidup terpapar bising menyebabkan terjadinya peningkatan gangguan pendengaran atau ketulian di Indonesia.
Di samping itu kemudahan mendapatkan obat yang seharusnya perlu resep dokter, lemahnya perlindungan tenaga kerja dan meningkatnya usia hidup.
Indonesia termasuk empat negara Asean dengan prevalensi ketulian tinggi yakni 4,6 persen padal 50 persen.
"Angka kejadian paling tinggi terjadi pada anak usia sekolah mulai usia 7-18 tahun. Untuk itu penting adanya peranan UKS," kata Dr HR Dedi Kuwenda M.Kes, Direktur Bina Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Jumat (6/7/2012).
Jika dibiarkan dampaknya akan luar biasa mulai menganggu perkembangan kognitif, psikologi dan sosial. Juga memunculkan gangguan komunikasi, perkembangan bahaya dan prestasi di sekolah. Anak juga kurang mampu bersosialisasi.
"Kendala yang dihadapi adalah SDM yang terbatas Sp THT, dokter, perawat terlatih, audiologist belum terdistribusi belum merata, ketersediaan alat untuk diteksi dini yang masih terbatas dan belum ada di puskesmas. Lemahnya manajemen program kesehatan indera pendengaran yakni untuk pencatatan dan laporan dan belum adanya dana yang memadai," paparnya.