Konflik Palestina Vs Israel
10 Negara Tolak Akui Palestina dan 157 Mendukung, Mengapa Jepang Pilih Menunda?
Setidaknya 10 negara menolak mengakui Palestina dan 157 mendukung resolusi yang diajukan Prancis dan Arab Saudi. Mengapa Jepang pilih menunda?
TRIBUNNEWS.COM - Banyak negara mulai mengakui Negara Palestina selama Majelis Umum ke-80 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar mulai 22 September 2025.
Baru-baru ini, Prancis, Andorra, Belgia, Luksemburg, Malta, Monako, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal resmi pengumumkan pengakuan terhadap Negara Palestina.
Setidaknya, ada 157 dari 193 negara anggota PBB yang mengakui Negara Palestina atau sekitar 81 persen komunitas internasional, menurut laporan Al Jazeera.
Selain itu, Palestina juga diakui oleh Takhta Suci, badan pemerintahan Gereja Katolik dan Kota Vatikan, yang berstatus pengamat non-anggota PBB.
Sebelumnya, Prancis dan Arab Saudi menginisiasi pemungutan suara di Majelis Umum PBB tanggal 12 September 2025 tentang New York Declaration on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution.
Kedua negara tersebut bertindak sebagai pengusul utama resolusi dan negara anggota lain memberikan suara mereka.
Namun, Jepang tidak ikut serta dalam pemungutan suara tersebut dan memilih untuk menunda sikap terkait pengakuan Negara Palestina.
Sementara itu, dalam pemungutan suara tersebut, setidaknya 10 negara menolak resolusi yang diajukan oleh Prancis dan Arab Saudi, berikut ini daftarnya.
10 Negara yang Menolak Mengakui Negara Palestina
- Amerika Serikat
- Argentina
- Hungaria
- Israel
- Mikronesia
- Nauru
- Palau
- Papua Nugini
- Paraguay
- Tonga.
Baca juga: Janji Trump ke Pemimpin Arab: AS Akan Larang Israel Caplok Tepi Barat
Jepang Dituduh Tunduk pada AS
Media Asahi Shimbun menulis artikel berjudul "Following U.S. request, Japan won’t recognize Palestinian state" pada 17 September 2025.
Artikel tersebut mengutip sumber anonim dari pemerintah yang mengatakan Jepang menunda pengakuan terhadap Negara Palestina karena tekanan dari AS.
"Langkah tersebut diyakini berasal dari kekhawatiran bahwa pengakuan tersebut dapat berdampak negatif terhadap situasi di Timur Tengah, serta hubungan Jepang dengan Amerika Serikat," kata sumber tersebut.
Pernyataan yang dirilis oleh menteri luar negeri Jepang pada 21 September dan perdana menterinya pada 24 September secara langsung menjawab tuduhan tersebut.
Mereka menegaskan pengakuan Jepang terhadap Negara Palestina hanyalah masalah waktu dan mereka menunda pengakuan tersebut karena mempertimbangkan situasi di Timur Tengah.
Jepang: Mengakui Palestina Hanyalah Masalah Waktu
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengatakan pengakuan negara Palestina hanyalah masalah waktu dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Rabu.
Ia menegaskan Jepang tidak akan mengakui Negara Palestina saat ini, tapi tidak menyebutkan kapan akan mengakuinya.
Dalam pidato itu, ia mengecam Israel bahwa mereka menentang untuk mengakui Negara Palestina.
"Saya merasa sangat geram dengan pernyataan pejabat senior pemerintah Israel yang tampaknya secara tegas menolak gagasan pembentukan negara Palestina," kata Shigeru Ishiba.
"Bagi negara kami, pertanyaannya bukanlah apakah akan mengakui negara Palestina, tetapi kapan. Tindakan sepihak yang terus dilakukan oleh pemerintah Israel tidak akan pernah bisa diterima," ujarnya.
"Saya harus menyatakan dengan jelas bahwa jika tindakan lebih lanjut diambil yang menghalangi terwujudnya solusi dua negara, Jepang akan dipaksa untuk mengambil langkah-langkah baru sebagai tanggapan," tambahnya.
Pada hari Jumat (19/9/2025), Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya mengatakan ia menelepon menteri luar negeri AS, Israel dan Palestina untuk menyampaikan posisi Jepang.
Dalam panggilan telepon itu, Iwaya akan menjelaskan pandangan Tokyo terkait masalah ini pada pertemuan puncak terkait yang akan diselenggarakan bersama oleh Prancis dan Arab Saudi di New York pada hari Senin (21/9/2025).
"Kami memutuskan untuk tidak mengakui (negara Palestina) saat ini," ujar Iwaya dalam konferensi pers pada hari Senin.
Ia mengatakan Jepang akan terus mempelajari masalah ini secara komprehensif dengan penuh minat sambil memantau dengan saksama setiap perubahan situasi.
"Situasi Palestina saat ini dapat merusak premis solusi dua negara, di mana Palestina dan Israel hidup berdampingan secara damai," ujarnya.
Menekankan pentingnya Israel menghentikan aksi militernya dan memberikan bantuan kepada Otoritas Palestina, Iwaya mengatakan, "Jepang akan terus memainkan peran yang realistis dan aktif dalam membawa kita selangkah lebih dekat ke solusi dua negara."
Ia mengkritik Israel karena memperluas operasi militernya, dengan mengatakan, "Tindakan tersebut menempatkan Palestina dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya."
"Jika Israel mengambil tindakan lebih lanjut untuk menghalangi terwujudnya solusi dua negara, kita harus mengambil pendekatan baru," ujarnya.
Pernyataan itu tampaknya mengisyaratkan kemungkinan mengakui negara Palestina di masa depan dan menjatuhkan sanksi terhadap Israel, lapor Japan Times.
Dalam pemungutan suara di PBB mengenai Resolusi New York yang diajukan oleh Prancis dan Arab Saudi pada12 September lalu, setidaknya ada 12 negara yang abstain dan 157 negara anggota PBB yang mendukung.
12 negara yang Abstain
- Albania
- Kamerun
- Republik Ceko
- Republik Demokratik Kongo
- Ekuador
- Ethiopia
- Fiji
- Guatemala
- Samoa
- Makedonia Utara
- Moldova
- Sudan Selatan.
157 Negara yang Mengakui Negara Palestina
- Prancis
- Luksemburg
- Malta
- Monako
- Belgia
- Andorra
- Britania Raya / Inggris
- Australia
- Kanada
- Portugal
- Meksiko
- Armenia
- Slovenia
- Irlandia
- Norwegia
- Spanyol
- Bahama
- Trinidad dan Tobago
- Jamaika
- Barbados
- Saint Kitts dan Nevis
- Kolombia
- Saint Lucia
- Takhta Suci (Vatikan) *(Negara peninjau bukan anggota PBB)
- Swedia
- Haiti
- Guatemala
- Thailand
- Islandia
- Brasil
- Grenada
- Antigua dan Barbuda
- Dominika
- Belize
- Saint Vincent dan Grenadines
- Honduras
- El Salvador
- Suriah
- Sudan Selatan
- Liberia
- Lesotho
- Uruguay
- Paraguay
- Suriname
- Peru
- Guyana
- Chili
- Ekuador
- Bolivia
- Argentina
- Republik Dominika
- Venezuela
- Pantai Gading
- Lebanon
- Kosta Rika
- Montenegro
- Timor Leste
- Malawi
- Kirgizstan
- Afrika Selatan
- Papua Nugini
- Uzbekistan
- Tajikistan
- Bosnia dan Herzegovina
- Georgia
- Turkmenistan
- Azerbaijan
- Kazakhstan
- Eswatini
- Filipina
- Vanuatu
- Benin
- Guinea Khatulistiwa
- Kenya
- Etiopia
- Rwanda
- Bhutan
- Republik Afrika Tengah
- Burundi
- Botswana
- Nepal
- Republik Demokratik Kongo
- Polandia
- Oman
- Gabon
- Sao Tome dan Principe
- Mozambik
- Angola
- Republik Kongo
- Sierra Leone
- Uganda
- Laos
- Chad
- Ghana
- Togo
- Zimbabwe
- Maladewa
- Bulgaria
- Tanjung Verde
- Korea Utara
- Niger
- Rumania
- Tanzania
- Hongaria
- Mongolia
- Senegal
- Burkina Faso
- Kamboja
- Komoro
- Guinea
- Guinea-Bissau
- Mali
- Tiongkok
- Belarusia
- Namibia
- Rusia
- Ukraina
- Vietnam
- Siprus
- Republik Ceko
- Mesir
- Gambia
- India
- Nigeria
- Seychelles
- Slovakia
- Sri Lanka
- Albania
- Brunei Darussalam
- Djibouti
- Mauritius
- Sudan
- Afganistan
- Bangladesh
- Kuba
- Yordania
- Madagaskar
- Nikaragua
- Pakistan
- Qatar
- Arab Saudi
- Serbia
- Uni Emirat Arab
- Zambia
- Aljazair
- Bahrain
- Indonesia
- Irak
- Kuwait
- Libya
- Malaysia
- Mauritania
- Maroko
- Somalia
- Tunisia
- Turki
- Yaman
- Iran.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.