Konflik Palestina Vs Israel
Netanyahu Gelar Serangan Pamungkas, Perintahkan IDF Hancurkan Dua Benteng Hamas
Dengan dalih melemahkan kekuatan Hamas, Netanyahu perintahkan IDF untuk bongkar dua benteng terakhir Hamas yang ada di Kota Gaza dan Al Mawasi.
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan langkah strategis terbaru dalam perang melawan Hamas yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Dalam konferensi pers langka bersama media asing, Netanyahu mengungkapkan bahwa Pasukan Pertahanan Israel yang dikenal dengan nama IDF telah diperintahkan untuk membongkar dua benteng terakhir Hamas yang masih bertahan di Kota Gaza dan Al Mawasi.
"Kami memiliki sekitar 70 hingga 75 persen wilayah Gaza di bawah kendali Israel, kendali militer. Tapi kami masih memiliki dua benteng yang tersisa Itu adalah Kota Gaza dan kamp-kamp pusat di Al Mawasi," kata Netanyahu kepada para wartawan di Yerusalem, dilansir kantor berita AFP.
"Kabinet keamanan Israel telah menginstruksikan IDF untuk menghancurkan dua benteng Hamas yang tersisa di Kota Gaza dan kamp-kamp pusat," tambahnya.
Netanyahu menilai kedua benteng tersebut adalah pusat kekuatan terakhir Hamas yang masih memiliki kemampuan komando, persenjataan berat, dan terowongan bawah tanah.
Selama benteng ini berdiri, ancaman serangan roket dan operasi militer Hamas ke Israel tetap ada.
Berdasarkan data intelijen, beberapa dari 50 sandera Israel yang tersisa diyakini ditahan di atau dekat wilayah benteng tersebut.
Dengan menghancurkan titik pertahanan terakhir Hamas, Netanyahu berharap bisa menekan kelompok itu untuk menyerah atau menukar sandera.
Ambisi Netanyahu Ambil Alih Gaza
Menurut Netanyahu, operasi ini akan dimulai setelah militer IDF melancarkan pendudukan militer penuh di wilayah tersebut.
Berdasarkan rencana yang disetujui kabinet keamanan pada Kamis malam (7/8/2025), Pasukan IDF akan memerintahkan sekitar satu juta warga untuk meninggalkan rumah mereka.
Baca juga: Netanyahu Telepon Trump, Bicarakan Operasi Cepat Israel di Jalur Gaza
Warga diminta pindah ke arah selatan Jalur Gaza, ke wilayah yang saat ini dianggap berada di luar zona pertempuran.
Setelah batas waktu 7 Oktober, Israel akan memulai pendudukan militer penuh terhadap Gaza City.
Serangan besar-besaran ini diklaim sebagai langkah untuk mengalahkan Hamas sepenuhnya sekaligus membebaskan sandera Israel yang masih ditahan.
Pimpinan Yahudi itu meyakini bahwa Hamas tidak akan berhenti menyerang Israel jika tidak dilumpuhkan sepenuhnya.
Meski menghadapi kritik dari keluarga sandera dan sebagian kelompok keamanan yang khawatir nyawa sandera terancam, Netanyahu bersikeras dengan ambisinya.
Menurutnya pengambilalihan penuh Kota Gaza adalah satu-satunya cara untuk memastikan pembebasan 50 sandera yang masih ditawan berjalan dengan aman karena jalur Gaza tidak lagi menjadi basis kekuatan bersenjata Hamas.
“Tujuan kami bukan untuk menduduki Gaza, tetapi membebaskannya dari teroris Hamas,” tegas Netanyahu.
“Perang ini bisa berakhir besok jika Hamas meletakkan senjata dan membebaskan seluruh sandera.” imbuhnya.
Israel Siapkan Pihak Ketiga Untuk Ambil Alih Gaza
Namun Netanyahu menegaskan setelah menguasai penuh Gaza, ia akan menyiapkan pihak ketiga untuk ambil alih pemerintahan Gaza yang saat ini dikuasai kelompok Hamas.
"Kami tidak ingin menjadi pemerintahan permanen di Gaza. Kami tidak ingin mempertahankannya. Kami ingin memiliki perimeter keamanan, tapi bukan mengelola wilayah itu," ujar Netanyahu.
Netanyahu tidak memberikan rincian siapa sebenarnya pihak ketiga yang akan mengambil alih pemerintahan Gaza pasca-operasi militer.
Hal ini memicu spekulasi luas di kalangan analis politik dan komunitas internasional. Beberapa kemungkinan yang beredar mencakup Pemerintah Otoritas Palestina (PA) yang saat ini memerintah di Tepi Barat, meskipun PA memiliki hubungan yang tegang dengan Israel.
Kemudian ada Koalisi internasional atau pengelolaan sementara oleh badan multilateral di bawah pengawasan PBB atau negara Arab.
Serta Badan sipil lokal yang diawasi dari luar oleh negara-negara mitra Israel atau negara-negara kawasan
Kendati demikian organisasi kemanusian PBB memperingatkan, skema ini berpotensi menciptakan krisis pengungsi besar-besaran.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.