Konflik Iran Vs Israel
Iran Ucapkan Terima Kasih ke China: Beijing Jadi Penyeimbang Saat Konflik dengan Israel
Pemerintah Iran secara terbuka menyampaikan rasa terima kasih kepada China atas dukungannya selama konflik bersenjata 12 hari antara Iran dan Israel
TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Iran secara terbuka menyampaikan rasa terima kasih kepada Tiongkok atas dukungannya selama konflik bersenjata 12 hari antara Iran dan Israel
Pernyataan itu diungkap Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh saat menghadiri pertemuan tingkat tinggi Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) yang berlangsung pada Kamis (26/6/2025) di Qingdao, Tiongkok.
Dalam pertemuan tersebut, Nasirzadeh berulang kali mengucapkan terima kasih ke China lantaran telah menghargai kedaulatan Iran serta turut memainkan peran besar dalam gencatan senjata.
“Iran menyampaikan rasa terima kasih kepada Tiongkok karena telah menunjukkan pemahaman dan dukungan terhadap posisi sah Iran," ujar Nasirzadeh seperti dikutip CNN International.
Nasirzadeh berharap bahwa Tiongkok akan terus menegakkan keadilan dan memainkan peran yang lebih besar dalam mempertahankan gencatan senjata dan meredakan ketegangan regional saat ini.
“Iran berharap Tiongkok dapat terus menegakkan keadilan dan memainkan peran lebih besar dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan,” imbuhnya.
Pertemuan SCO ini menjadi perhatian global karena digelar bersamaan dengan pertemuan para pemimpin NATO di Den Haag.
Adapun organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) merupakan blok keamanan regional yang dipimpin oleh Tiongkok dan Rusia.
Selain Iran, negara-negara anggota lainnya meliputi India, Pakistan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Belarus.
Dalam beberapa tahun terakhir, SCO makin menonjol sebagai kekuatan tandingan terhadap pengaruh blok Barat yang dipimpin AS.
Hubungan China-Iran
Pujian Nasirzadeh mencerminkan eratnya hubungan strategis antara Teheran dan Beijing.
Baca juga: Iran Tegaskan Tak Ada Rencana Berunding dengan AS Minggu Depan: Tidak Ada Kesepakatan yang Dibuat
Selain sebagai mitra dagang utama, Tiongkok juga memainkan peran penting dalam forum internasional dengan memberikan dukungan diplomatik kepada Iran di tengah isolasi global dan sanksi Barat.
Sebelumnya diketahui bahwa China mengecam serangan Israel terhadap Iran pada 13 Juni 2025 lalu.
Serangan yang menewaskan para pemimpin militer Iran ini memicu konflik panas antara kedua negara. Bahkan, konflik ini turut menyeret Amerika Serikat.
Namun selama konflik berkecamuk, pejabat China tidak menyalahkan Iran.
Justru Beijing mengkritik keras serangan udara AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran, menyebutnya sebagai “pukulan terhadap rezim nonproliferasi nuklir internasional.
“Tindakan sepihak dan intervensi kekuatan luar hanya memperparah ketegangan dan membahayakan stabilitas regional,” ujar Kemenlu Tiongkok.
Perlu diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, terutama pasca-penarikan Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir JCPOA pada 2018, Teheran dan Beijing semakin menyatukan visi sebagai kekuatan tandingan terhadap dominasi geopolitik AS dan sekutunya.
Iran dan China menandatangani kesepakatan kerja sama strategis selama 25 tahun senilai 400 miliar dolar AS.
Perjanjian ini mencakup berbagai bidang, mulai dari energi, infrastruktur, transportasi, hingga keamanan.
Dalam kerangka tersebut, China berkomitmen untuk melakukan investasi besar-besaran di Iran sebagai imbal balik atas pasokan minyak jangka panjang dengan harga diskon.
Kesepakatan ini dianggap sebagai titik balik dalam hubungan bilateral, menandai masuknya Iran secara resmi ke dalam orbit ekonomi dan diplomatik China.
Bahkan berkat kesepakatan itu, China secara konsisten menjadi pembeli energi terbesar dari Iran, meskipun sejak 2022 Beijing tidak mencantumkan impor minyak dari Iran dalam laporan bea cukainya secara resmi.
Namun menurut banyak analis, minyak Iran tetap mengalir ke kilang-kilang China melalui jalur tidak langsung, seperti melalui perusahaan pihak ketiga atau pencampuran dengan pasokan negara lain.
Hal ini menjadi sumber devisa utama bagi Iran di tengah sanksi ekonomi berat dari Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Sementara China juga diuntungkan karena mendapat akses energi dengan harga lebih kompetitif.
Meski belum secara eksplisit mengumumkan aliansi militer, kerja sama militer antara Iran dan China terus berkembang.
Beberapa latihan militer gabungan, khususnya angkatan laut, telah digelar di Teluk Persia bersama Rusia.
Selain itu, terdapat laporan bahwa China memasok komponen dan bahan kimia strategis untuk kebutuhan militer Iran, termasuk untuk produksi bahan bakar rudal.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.