Konflik Iran Vs Israel
Takut Serangan Balik Iran, AS Perintahkan Diplomat Evakuasi Diri dari Timur Tengah
AS tarik staf diplomatik non esensial dari Timur Tengah khususnya Irak-Lebanon, sebagai tindakan pencegahan menyusul ketegangan antara AS dan Iran
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Amerika Serikat secara resmi memerintahkan penarikan staf diplomatik non-esensial serta keluarga mereka dari Timur Tengah khususnya wilayah Irak dan Lebanon.
Langkah ini diambil sebagai tindakan pencegahan menyusul meningkatnya ketegangan antara AS dan Iran.
Dalam pernyataan yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS, disebutkan bahwa situasi keamanan di kawasan semakin tidak stabil, khususnya di lokasi penting AS di Timur Tengah.
Di Irak, kekhawatiran meningkat akan kemungkinan intervensi dari kelompok-kelompok bersenjata seperti Hizbullah yang didukung Iran.
Mengingat beberapa waktu lalu faksi-faksi ini telah mengancam akan menyerang kepentingan Amerika jika AS benar-benar bergabung dalam konflik militer bersama Israel melawan Iran.
Sementara di Lebanon, ketegangan meningkat tajam terutama di wilayah selatan yang berbatasan langsung dengan Israel.
Lantaran kelompok bersenjata Hizbullah, yang dikenal sebagai sekutu utama Iran di kawasan, mulai meningkatkan aktivitas militernya.

“Dengan mempertimbangkan situasi yang terus berkembang dan potensi ancaman terhadap keselamatan staf, kami mengambil keputusan ini untuk mengurangi risiko,” bunyi pernyataan Departemen Luar Negeri AS.
Penarikan ini diperkirakan akan berdampak terhadap operasional harian di kedutaan besar dan konsulat AS.
Imbasnya beberapa layanan, seperti penerbitan visa dan bantuan warga negara, akan dibatasi.
Meski demikian, Pemerintah Amerika memastikan bahwa operasional diplomatik inti tetap berjalan.
“Kami mempertahankan kehadiran penting untuk memastikan komunikasi dan koordinasi tetap berlangsung dengan pemerintah setempat,” lanjut pernyataan dari Departemen Luar Negeri.
Adapun keputusan evakuasi diambil tak lama setelah Presiden Donald Trump menginstruksikan militernya untuk menyerang tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Meski belum ada serangan langsung, akan tetapi Iran menyatakan bahwa mereka akan membalas aksi tersebut dan menargetkan kepentingan AS di kawasan, termasuk pangkalan militer dan gedung-gedung diplomatik.
Baca juga: Agresi Israel-Amerika ke Iran dan Ilusi Pergantian Rezim Teheran
Trump Ultimatum Iran: Jangan Coba-Coba Membalas
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam keterangan resminya memperingatkan Iran agar tidak melancarkan serangan balasan terhadap Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir utamanya.
Melalui platform sosial Truth Social, Trump mengancam apabila Iran nekat melakukan balasan maka AS tidak segan untuk melakukan serangan presisi jauh lebih besar hingga mengundang tragedi mematikan bagi Teheran .
Trump juga memperingatkan bahwa “balasan dari Iran terhadap amerika akan dihadapi dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang terjadi malam ini”.
Peringatan itu disampaikan Trump sebagai gertakan agar Iran tak mengambil sikap agresif dalam menanggapi serangan yang dilakukan terhadap tiga fasilitas nuklir Fordo, Natanz, dan Isfahan.
AS Minta China Ikut Hadapi Iran
Di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran, pemerintahan Trump mendesak China untuk turun tangan dalam menghadapi ancaman Iran.
Adapun diketahui parlemen Iran telah menyetujui penutupan Selat Hormuz, jalur perdagangan minyak dunia, sebagai bentuk balasan atas serangan AS.
Imbasnya jika Selat Hormuz ditutup, harga minyak dunia diperkirakan bisa melonjak drastis, menyebabkan inflasi global, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan memicu gejolak pasar.
Melihat ancaman Iran yang dapat berdampak besar terhadap ekonomi dunia, Amerika Serikat meminta China untuk ikut membantu meredakan tensi konflik.
China merupakan sekutu ekonomi utama Iran dan memiliki hubungan diplomatik yang cukup erat dengan Teheran.
Pemerintah AS menilai bahwa China berada dalam posisi strategis untuk membujuk Iran agar menahan diri dan tidak menutup Selat Hormuz.
AS berharap China dapat memainkan peran sebagai penengah konflik yang mendorong Iran kembali ke jalur diplomasi.
“China punya kepentingan langsung terhadap stabilitas Teluk Persia karena sangat bergantung pada impor minyak dari kawasan tersebut,” kata seorang pejabat senior Gedung Putih dikutip dari Reuters.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.