Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

Rudal Iran Guncang Mental: Warga Israel Trauma Berat, Curhat Tak Lagi Tidur Nyenyak

Serangan Iran picu gangguan mental dan krisis psikologis di Israel, lebih dari 4.700 panggilan masuk ke hotline kesehatan Israel sejak perang pecah

Anews/Tangkap Layar
TERTIMBUN RERUNTUHAN - Para petugas penyelamat Israel mencari korban atas serangan Iran pada Sabtu (14/6/2025) malam hari di Israel tengah dan utara. Serangan Iran ke Israel picu gangguan mental dan krisis psikologis, lebih dari 4.700 panggilan masuk ke hotline kesehatan Israel sejak perang pecah. 

TRIBUNNEWS.COM – Serangan langsung militer Iran ke wilayah Israel belum lama ini memicu lonjakan kasus gangguan mental dan krisis psikologis baru di tengah ketegangan geopolitik yang belum mereda.

Kementerian Kesehatan Israel melaporkan telah terjadi peningkatan tajam dalam permintaan bantuan psikologis, mencapai 4.700 panggilan sejak ratusan rudal dan drone menyerang wilayah udara Israel pada Jumat pekan lalu.

Selain ribuan panggilan ke hotline nasional, ratusan warga juga menghubungi langsung pusat kesehatan mental dan penyedia layanan medis setempat.

Laporan resmi menyebut bahwa ribuan warga mengalami gejala kecemasan, serangan panik, dan tekanan emosional hebat sejak sirine peringatan membahana di seluruh negeri.

Tak hanya itu warga juga mengaku mengalami rasa gelisah berlebihan, ketakutan terus-menerus, sulit konsentrasi, dan gugup tanpa sebab.

Banyak yang mengaku tidak bisa menjalani rutinitas normal karena selalu merasa waspada. Hal ini menandai krisis psikologis nasional di tengah situasi keamanan yang memburuk.

"Gelombang rudal telah berhenti, tetapi gelombang trauma belum mereda. Kami kini menghadapi darurat kesehatan mental berskala nasional," ujar seorang pejabat dari Kementerian Kesehatan, mengutip dari Jerusalem Post.

Warga Israel Susah Tidur karena Teror Rudal

Meski sebagian besar rudal berhasil dicegat sistem pertahanan udara, tapi masih ada beberapa serpihan kecil yang lolos dan menghantam wilayah terbuka hingga menciptakan gelombang ketakutan massal.

Hal ini yang kemudian memicu kekhawatiran berlebih pada masyarakat, hingga mereka mengaku tak berani memejamkan mata karena takut sirene peringatan serangan tumbuh di tengah malam.

Avi Gatenio, seorang warga Tel Aviv mengatakan bahwa “tidak ingin tidur, karena khawatir sesuatu terjadi saat dia tertidur".

"Ketika serangan terjadi, anak-anak dan saya sedang tidur, istri saya sedang di luar negeri. Begitu sirine berbunyi, kami langsung lari ke ruang aman," kata Avi Gatenio, kepada Channel 12.

"Lima menit kemudian, kami mendengar suara ledakan, tetapi tidak jelas karena semuanya tutup. Saat keluar, kami melihat lingkungan tempat tinggalnya rusak,” imbuhnya.

Bunker Penuh Sesak Diserbu Pengungsi Israel

Serangan rudal Iran tak hanya memicu kepanikan, namun turut memicu krisis tempat perlindungan di seluruh wilayah Israel.

Ribuan warga dilaporkan berdesakan di ruang-ruang aman darurat, dengan sebagian besar tempat perlindungan permanen dinyatakan penuh sejak akhir pekan lalu.

Melansir dari Al Jazeera, di kawasan padat seperti Tel Aviv dan Yerusalem Barat, banyak warga yang tidak memiliki akses ke bunker resmi terpaksa tidur di lorong tangga gedung apartemen.

Tangga kini menjadi "kamar tidur sementara" bagi keluarga yang khawatir serangan susulan akan datang sewaktu-waktu buntut minimnya tempat perlindungan.

"Tidak ada tempat berlindung di gedung kami, saya dan istri telah tidur di tangga di blok apartemen mereka sejak serangan dimulai,” jelas Yacov Shemesh, seorang pekerja sosial pensiunan di Yerusalem Barat.

Warga Israel Kabur Lewat Laut

Lebih lanjut, serangan balasan Iran yang terus menghujani wilayah Israel memaksa gelombang pelarian.

Berbondong-bondong warga Israel dilaporkan melarikan diri menggunakan kapal pesiar akibat ditutupnya perjalanan udara.

Surat kabar Israel Haaretz mengungkapkan bahwa ratusan warga Israel dan orang asing setiap hari melarikan diri dengan kapal pesiar ke Siprus.

Lonjakan warga yang kabur diketahui terus meningkat setelah Israel menutup wilayah udaranya dan secara diam-diam memindahkan puluhan pesawat sipil ke luar negeri.

Pemerintah beralasan penutupan akses bandara dan penerbangan dilakukan untuk mencegah kepadatan di Bandara Ben Gurion dan menghindari potensi jatuhnya korban massal jika terjadi serangan rudal dari Iran.

Namun hal ini justru memicu gelombang kepanikan, hingga ratusan warga Israel berbondong-bondong kabur meninggalkan negaranya lewat jalur laut.

Dalam beberapa hari terakhir, dermaga di Herzliya, Haifa, dan Ashkelon telah menjadi titik keberangkatan bagi ratusan orang yang ingin melarikan diri dari negara pendudukan dengan kapal pesiar menuju Siprus dan tujuan lainnya.

Untuk mengakses jalur ini warga Israel kabarnya harus merogoh kocek lebih dalam, membayar hingga 6.000 shekel atau lebih dari Rp 28 juta hanya untuk duduk di atas kapal kecil. 

Meski demikian, tidak semua kapal memiliki izin resmi. Seorang pemilik yacht komersial mengatakan bahwa beberapa operator memungut biaya dari penumpang tanpa menyediakan asuransi.

(Tribunnews.com/Namira)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved