Konflik India dan Pakistan
Sheikh Abdullah bin Zayed Minta India-Pakistan Tahan Diri: Selesaikan Perbedaan Lewat Dialog
Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan siap dukung upaya perdamaian antara India dan Pakistan.
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan, menyerukan agar India dan Pakistan menahan diri di tengah meningkatnya ketegangan di perbatasan kedua negara.
Dalam pernyataan resmi yang dikutip dari kantor berita Emirates News Agency (WAM), Sheikh Abdullah meminta kedua negara tidak mengambil langkah provokatif yang dapat memperburuk keadaan.
“Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri, menghindari eskalasi, dan menyelesaikan perbedaan melalui dialog diplomatik,” ujar Sheikh Abdullah, seperti dilansir WAM dan dikutip The Print.
Menurutnya, stabilitas kawasan Asia Selatan sangat penting bagi keamanan global.
UEA juga menyatakan kesiapan untuk mendukung setiap upaya perdamaian antara India dan Pakistan.
Pernyataan ini menegaskan kembali peran UEA sebagai pihak netral yang memiliki hubungan baik dengan kedua negara.
Pada 2021 lalu, UEA pernah disebut sebagai pihak yang memediasi gencatan senjata mendadak antara India dan Pakistan.
Sheikh Abdullah mengakhiri pernyataannya dengan menekankan pentingnya diplomasi sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik puluhan tahun ini.
“Rakyat kedua negara pantas hidup dalam damai dan keamanan,” ujarnya.
Seruan ini muncul menyusul serangan mematikan di wilayah Pahalgam, Kashmir, India, yang menewaskan sedikitnya 26 orang, termasuk peziarah Hindu, Selasa (22/4/2025) lalu.
Pemerintah India menuduh kelompok militan yang berbasis di Pakistan berada di balik serangan tersebut, namun Islamabad menolak tuduhan itu mentah-mentah.
Baca juga: Donald Trump Berharap Konflik India-Pakistan Berakhir dengan Sangat Cepat, Ketegangan yang Memalukan
Situasi pun makin panas di sepanjang Line of Control (LoC), garis perbatasan de facto yang membelah Kashmir.
Duduk Perkara Konflik India-Pakistan di Kashmir
Konflik India dan Pakistan telah berlangsung sejak keduanya merdeka dari Inggris pada tahun 1947.
Wilayah Kashmir menjadi sumber utama konflik, karena diklaim oleh kedua negara, tetapi masing-masing hanya menguasai sebagian wilayah tersebut.
Selama beberapa dekade, wilayah itu kerap menjadi ajang bentrokan militer, baku tembak lintas batas, hingga serangan kelompok bersenjata.
India menuduh Pakistan mendukung kelompok militan seperti Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Mohammed yang kerap melancarkan serangan di wilayah Kashmir India.
Pakistan membantah tuduhan itu dan justru menuding India menindas penduduk Muslim di wilayah Kashmir.
Serangan di Pahalgam pada April lalu kembali menyulut bara konflik.
Pemerintah India menambah jumlah pasukan ke wilayah itu dan membatasi pergerakan warga sipil.
Sementara Pakistan memanggil diplomat India untuk memprotes tuduhan yang dianggap “tidak berdasar”.
Kekhawatiran Global atas Eskalasi
Tak hanya UEA, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres juga menyerukan agar India dan Pakistan menahan diri dan membuka jalur komunikasi.
“Sangat penting bagi kedua negara untuk menunjukkan pengendalian diri maksimum,” kata Guterres, dikutip dari Al Jazeera.
Negara-negara besar seperti Tiongkok, Rusia, dan Amerika Serikat juga ikut angkat suara, meminta agar konflik tidak berkembang menjadi konfrontasi militer terbuka.
Banyak pihak mengingatkan bahwa India dan Pakistan sama-sama memiliki senjata nuklir, sehingga risiko eskalasi sangat tinggi.
Baca juga: Reaksi China & AS atas Operasi Sindoor India, Sangat Disesalkan, Trump Berharap Ini Segera Berakhir
Menurut laporan The Hindu, India masih melakukan investigasi terhadap serangan Pahalgam dan belum merilis bukti keterlibatan kelompok manapun secara resmi.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.