Minggu, 5 Oktober 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Bagaimana Hubungan Pribadi Trump dan Xi Jinping Mempengaruhi Negosiasi Kebijakan Tarif?

Trump mengeklaim bahwa Tiongkok kini bersedia untuk bernegosiasi setelah Washington memberlakukan tarif impor yang sangat tinggi, mencapai 145 persen.

Instagram Xi Jinping
PERTEMUAN DI BALAI AGUNG RAKYAT - Presiden China Xi Jinping menggelar pertemuan darurat dengan para pemimpin bisnis swasta terkemuka di negaranya, Senin (17/2/2025). Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meyakini hubungannya dengan Xi Jinping bisa menjadi dasar untuk mencapai kesepakatan dagang. 

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menunjukkan bahwa ia ingin merajut kembali hubungan dagang dengan Tiongkok.

Namun, apa yang menyebabkan perubahan sikap ini dan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi AS dan Tiongkok?

Apa yang Memicu Keinginan Trump untuk Bernegosiasi?

Trump mengeklaim bahwa Tiongkok kini bersedia untuk bernegosiasi setelah Washington memberlakukan tarif impor yang sangat tinggi, mencapai 145 persen terhadap produk-produk dari Tiongkok.

Dalam pernyataannya, Trump mengatakan bahwa tekanan dari tarif tinggi telah membuat Beijing mau duduk bersama dan mencari kesepakatan.

"Pada akhirnya mereka akan membuat kesepakatan dengan kita," kata Trump, seperti yang dikutip oleh CNBC.

Bagaimana Hubungan Pribadi Mempengaruhi Negosiasi?

Trump juga menekankan pentingnya hubungan pribadinya dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, yang tetap baik.

Dia yakin bahwa hubungan tersebut bisa menjadi dasar untuk mencapai kesepakatan dagang.

"Saya selalu berhubungan baik dengan Presiden Xi. Kami memiliki hubungan yang sangat baik. Saya pikir sesuatu yang positif akan datang," ujar Trump.

Dampak Tarif Tinggi terhadap Ekonomi AS

Meskipun beberapa produk teknologi seperti iPhone dan chip mendapat penangguhan tarif, dampak dari kebijakan tarif ini terasa luas di hampir seluruh sektor ekonomi AS.

Banyak perusahaan dari berbagai industri, mulai dari mainan hingga pakaian dan furnitur, melaporkan pembatalan massal pesanan dari Tiongkok.

Apa yang Terjadi di Sektor Manufaktur?

Alan Murphy, CEO SeaIntelligence, melaporkan bahwa produsen furnitur di Tiongkok mengalami penghentian total pesanan dari importir AS.

Hal yang serupa juga terjadi pada sektor mainan, pakaian, alas kaki, dan peralatan olahraga.

Ekonom dari Tax Foundation, Erica York, mengemukakan bahwa tarif setinggi 145 persen akan menghentikan sebagian besar perdagangan antara AS dan Tiongkok, dengan barang-barang yang tidak memiliki pengganti menjadi satu-satunya yang masih bisa diimpor meskipun biayanya tinggi.

Bagaimana Perusahaan Menghadapi Krisis Ini?

Perusahaan kini mulai memindahkan produksi ke Asia Tenggara atau menurunkan harga ke pasar Eropa untuk bertahan.

Namun, menurut Murphy, menyiapkan manufaktur teknis membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Tarif yang berubah-ubah pun menjadi beban berat bagi usaha kecil yang tidak memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan cepat.

"Ini bukan beban yang bisa ditanggung oleh bisnis kecil," kata Stephen Lamar, CEO American Apparel & Footwear Association.

Apa yang Terjadi di Pelabuhan dan Logistik?

Perusahaan pelayaran Maersk memperingatkan bahwa tarif baru ini bisa memicu kekacauan logistik dan lonjakan tarif pengiriman dalam beberapa bulan mendatang.

Banyak barang kini terbengkalai di pelabuhan karena tidak diambil atau tidak dibayar.

Beberapa perusahaan seperti JS Cargo dan FR8 Auctions kini membeli kargo terbengkalai tersebut untuk dijual di pasar diskon.

Ketidakpastian di Kalangan Diplomat Global

Di tengah situasi ini, diplomat dari berbagai negara melaporkan bahwa mereka tidak mendapatkan arahan jelas dari pemerintahan Trump mengenai kebijakan perdagangan AS.

"Kami benar-benar tidak tahu apa yang diinginkan," ujar seorang diplomat Asia yang terlibat dalam negosiasi.

Gedung Putih kini lebih memprioritaskan negosiasi dengan mitra strategis seperti Vietnam, India, Korea Selatan, dan Jepang, sementara negara-negara lain masih terjebak dengan tarif tinggi tanpa kepastian untuk dinegosiasikan.

Apakah Upaya Menghapus Hambatan Non-Tarif Menguntungkan?

Upaya untuk menghapus hambatan non-tarif justru dianggap akan memperumit negosiasi.

William Reinsch dari CSIS menyatakan bahwa Amerika ingin negara-negara lain mengubah standar mereka, yang bisa merugikan keselamatan dan kesehatan konsumen.

Dengan semua perkembangan ini, jelas bahwa Trump masih melihat semua langkah ini sebagai bagian dari seni bertransaksi untuk mencapai kesepakatan terbaik bagi AS.

Namun, bagaimana hasil akhir dari negosiasi ini masih menjadi tanda tanya di tengah ketidakpastian yang melanda ekonomi global.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved