Selasa, 7 Oktober 2025

Penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR dan wacana gelar pahlawan nasional, penyintas HAM berat: ‘Itu sebuah penghinaan. Dia bukan pahlawan tapi penjahat’

“Soeharto itu bukan pahlawan, dia penjahat. Ketika dia menjadi pahlawan maka apa yang dilakukan dengan membunuh dan memenjarakan banyak…

BBC Indonesia
Penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR dan wacana gelar pahlawan nasional, penyintas HAM berat: ‘Itu sebuah penghinaan. Dia bukan pahlawan tapi penjahat’ 

Menurut Pipit, yang seharusnya dilakukan negara adalah menghakimi seluruh pelaku kejahatan, mengambil semua harta kejahatan Soeharto dan keluarganya, serta kroni-kroninya untuk diberikan kepada masyarakat.

Korban Peristiwa 98: Mengkhianati reformasi

Sumarsih adalah ibu dari Wawan, mahasiswa yang tewas dalam Tragedi Semanggi I pada November 1998, peristiwa itu ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Sumarsih bercerita, anaknya melakukan demonstrasi untuk menjatuhkan Soeharto dan mengawal agenda reformasi.

Sumarsih terus berjuang mencari keadilan untuk anaknya dan korban lain dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara. Keadilan tak kunjung didapat, sebaliknya upaya memulihkan nama Soeharto semakin gencar, ujarnya.

“Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto harus ditolak. Kroni-kroni Soeharto selalu mencari celah agar Soeharto diberi gelar pahlawan nasional. Upaya sekarang ini bukan yang pertama kali,” katanya.

“Bila demi persatuan bangsa, seharusnya persatuan dibangun dengan kejujuran bukan dengan pembohongan publik."

Wahyu Susilo, adik kandung Wiji Thukul—aktivis dan penyair yang dihilangkan secara paksa pada 1998—menyebut langkah MPR adalah bentuk pengkhianatan atas reformasi.

“Mengkhianati perjuangan-perjuangan mahasiswa dan rakyat yang berhasil mengakhiri kekuasaan yang otoritarianisme dan ini mungkin akan menjadi lembaran baru pemerintahan Prabowo yang memang mungkin menginginkan impunitas bagi pelanggaran pelanggar HAM khususnya Soeharto,” kata Wahyu.

Senada, Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Zaenal Muttaqin mengatakan langkah MPR itu sebagai upaya untuk menghapus berbagai pelanggaran dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Soeharto selama berkuasa.

“Wacana pemberian gelar pahlawan sangat mengecewakan komunitas korban pelanggaran HAM berat dari berbagai kasus dari 1965 hingga 1998 karena tidak pernah ada proses hukum yang dilakukan. Apalagi para korban dan keluarganya menderita begitu lama akibat stigma dan diskriminasi yang dialami selama puluhan tahun,” ujarnya.

Menurut Zaenal, Soeharto melakukan setidaknya 14 kasus pelanggaran HAM berat dari 1965 hingga 1998, merujuk pada hasil penyelidikan Komnas HAM.

Penghapusan nama Soeharto hingga usulan gelar pahlawan

MPR resmi menghapus nama Soeharto dari Ketetapan MPR No.11 dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/09), tanpa mencabut ketetapan MPR seluruhnya.

Pencabutan itu merupakan langkah lanjutan dari surat Fraksi Golkar pada 18 September lalu.

Dalam rapat gabungan pimpinan MPR, pada Rabu (25/09), disepakati bahwa penyebutan nama Soeharto dalam pasal 4 TAP MPR No.11 kini dianggap selesai. Alasannya karena Soeharto telah meninggal dunia.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved