Senin, 6 Oktober 2025
Deutsche Welle

Apa Dampak Pemilu Uni Eropa terhadap Asia Tenggara?

Suara partai sayap kanan yang meningkat di Pemilu Eropa berpotensi membuat blok ini mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih proteksionis.…

Deutsche Welle
Apa Dampak Pemilu Uni Eropa terhadap Asia Tenggara? 

Hasil Pemilu Eropa 2024 akan terlihat dalam beberapa minggu mendatang. Banyak yang menduga-duga apakah Ursula von der Leyen, yang saat ini menjabat presiden Komisi Eropa, dapat mengamankan masa jabatan keduanya sebagai pimpinan badan eksekutif Uni Eropa.

Hal ini akan berimplikasi pada Asia Tenggara, yang telah semakin selaras dengan Uni Eropa dan sekarang menganggap blok Eropa sebagai "mitra strategis” dari aliansi regionalnya.

Menurut para analis, kerugian besar yang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan hijau dan liberal Eropa dapat melemahkan keterlibatan Eropa dalam inisiatif-inisiatif lingkungan hidup di Asia Tenggara dan menghambat perdagangan bebas.

Lebih dari 180 juta orang di seluruh Eropa memberikan suara dalam pemilu tanggal 6-9 Juni, untuk memilih 720 anggota baru Parlemen Eropa, majelis rendah Uni Eropa.

Pemilu ini menghasilkan banyak kejutan, terutama karena faksi-faksi sayap kanan membuat keuntungan besar yang menjadi kekhawatiran bagi kelompok-kelompok sentris dan liberal.

Presiden Prancis Emmanuel Macron membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan legislatif mendadak pada 30 Juni dan pemungutan suara putaran kedua pada 7 Juli. Ini terjadi setelah partai Renaisans yang sangat pro-Uni Eropa mengalami kekalahan telak dari partai sayap kanan, National Rally (RN).

Von der Leyen, kandidat utama Partai Rakyat Eropa (European People's Party/EPP) yang berhaluan tengah-kanan, menghadapi tantangan yang signifikan meskipun partainya sebenarnya mendapatkan lebih banyak kursi.

Apa yang penting bagi Asia Tenggara dari Pemilu Eropa?

Di Asia Tenggara, respon terhadap pemilihan umum Uni Eropa masih belum begitu terdengar.

"Pemilu Eropa belum masuk dalam radar di Asia Tenggara, dan pemerintah-pemerintah regional juga tidak menyadari pentingnya jajak pendapat ini bagi kebijakan terhadap kawasan ini,” kata Bridget Welsh, peneliti di University of Nottingham Asia Research Institute Malaysia, kepada DW. "Untuk saat ini, Asia Tenggara dalam mode menunggu dan bereaksi kemudian.”

Hasil Pemilu Eropa akan berdampak pada warga Asia Tenggara jika menyentuh persoalan tentang perdagangan internasional, kelestarian lingkungan, pertanian, dan imigrasi.

Brussel, markas Uni Eropa, harus memberikan persetujuan untuk semua perjanjian perdagangan bebas bagi blok beranggotakan 27 negara ini. Saat ini, negosiasi sedang berlangsung dengan Indonesia, Thailand dan Filipina. Sementara, pembicaraan dengan Malaysia akan segera dimulai.

Alfred Gerstl, pakar hubungan internasional Indo-Pasifik di Universitas Wina, mengatakan kepada DW bahwa pemerintah-pemerintah di Asia Tenggara kemungkinan besar menginginkan hasil pemilu yang menguntungkan bagi partai-partai liberal yang berorientasi pada pasar bebas. Namun, perolehan suara partai-partai itu tidak terlalu baik.

Renew Europe, partai liberal yang pro-Eropa, kehilangan 23 kursi. Sementara, Aliansi Hijau-Eropa yang ramah lingkungan (Greens-European Free Alliance/Greens-EFA) hanya memperoleh 53 kursi, yang berarti 19 kursi lebih sedikit dari tahun 2019.

"Hal ini kemungkinan akan memperumit hubungan dengan Asia Tenggara,” kata Gerstl, sambil menambahkan bahwa pergerakan Eropa ke arah nasionalis dapat berarti bahwa badan legislatif UE kurang tertarik pada urusan luar negeri. Ini berarti UE kurang mendukung kerja sama pembangunan dengan Asia Tenggara.

Sebelumnya, UE telah memberlakukan tarif proteksionisme terhadap negara-negara Asia Tenggara, seperti bea masuk yang lebih tinggi untuk impor beras Kamboja dan Myanmar antara tahun 2019 dan 2021 untuk melindungi petani Eropa.

Halaman
12
Sumber: Deutsche Welle
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved