Konflik Palestina Vs Israel
Netanyahu Balas Joe Biden, Tak Terima Disebut Beban Israel: Saya Justru Didukung Arab
Netanyahu membalas pernyataan Presiden AS Joe Biden. Ia tak terima disebut lebih banyak merugikan Israel. Netanyahu ngaku didukung pemimpin Arab.
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, membalas komentar Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, yang menyebut Netanyahu lebih banyak merugikan Israel daripada menguntungkan mereka.
Dalam wawancara dengan MSNBC, Minggu (10/3/2024), Joe Biden mengatakan AS menerapkan garis merah bahwa Israel tidak boleh menginvasi Rafah di Jalur Gaza selatan, tempat 1,5 juta warga Palestina mengungsi.
Ia khawatir invasi itu dapat membunuh lebih banyak warga Palestina, yang kini jumlah kematian mencapai 31.045 jiwa.
"Saya tidak tahu persis apa yang dimaksud Presiden (AS), tetapi jika yang dia maksud adalah saya menerapkan kebijakan khusus yang menentang mayoritas warga Israel dan hal ini merugikan Israel, maka dia salah," kata Netanyahu, ketika ditanya POLITICO, Minggu (10/3.2024).
"Kami akan pergi ke sana (Rafah). Anda tahu, saya punya garis merah. Anda tahu apa persisnya yaitu peristiwa pada 7 Oktober (2023) tidak akan terulang lagi," ujarnya.
Pada 7 Oktober 2023, gerakan perlawanan Palestina meluncurkan Operasi Badai Al-Aqsa yang menembus pertahanan Israel.
Netanyahu menilai Rafah adalah benteng terakhir Hamas, setelah sebelumnya Israel telah menghancurkan Jalur Gaza utara dan tengah.
Netanyahu Klaim Dapat Dukungan Israel dan Pemimpin Arab
Netanyahu mengklaim dia justru mendapat dukungan besar dari rakyatnya.
"Mayoritas warga Israel menyadari jika kita tidak melakukan hal ini, peristiwa 7 Oktober (2023) akan terulang lagi. Ini berdampak buruk bagi Israel dan Palestina, buruk bagi masa depan perdamaian di Timur Tengah," klaimnya.
Selain itu, ia mengaku ada beberapa pemimpin negara Arab yang diam-diam mendukungnya untuk terus melancarkan serangan yang disebut menargetkan Hamas.
Baca juga: Akui Netanyahu Bikin Rugi Israel, Joe Biden Tetap Nekat Pasok Senjata
“Mereka memahami hal itu, dan bahkan diam-diam menyetujuinya,” katanya dalam wawancara dengan Axel Springer, perusahaan induk POLITICO.
“Mereka memahami Hamas adalah bagian dari poros Iran," lanjutnya.
Di tengah tekanan internasional, Netanyahu bersikeras Israel akan mengalahkan Hamas dalam waktu kurang dari dua bulan.
“Kami telah menghancurkan tiga perempat batalion pemberantasan Hamas. Dan kita hampir menyelesaikan bagian terakhir peperangan,” kata pemimpin Israel itu.
Ia mengklaim pertarungan tidak akan memakan waktu lebih dari dua bulan.
“Mungkin enam minggu, mungkin empat minggu,” tambahnya.
Kejamnya Netanyahu, Bantah Ada Kelaparan di Jalur Gaza
Dalam wawancara tersebut, Netanyahu membantah ada warga Palestina yang kelaparan di Jalur Gaza hingga meninggal dunia.
Sebelumnya, organisasi-organisasi PBB memperingatkan Israel akan risiko kelaparan ekstrim yang terjadi menyusul pengepungan Israel di Jalur Gaza dan terbatasnya bantuan yang masuk ke sana.
Pemerintah Israel dikritik oleh berbagai negara karena dinilai menghalangi masuknya bantuan melalui penyeberangan Mesir di Rafah, Jalur Gaza selatan.
Setelah adanya lebih dari 20 kematian akibat kelaparan di Jalur Gaza, Uni Eropa mendorong dibukanya koridor laut untuk mengirim bantuan ke Jalur Gaza melalui pelabuhan di Siprus.
Netanyahu mengklaim koridor laut itu adalah idenya.

Netanyahu Ngotot Tak Boleh Ada Negara Palestina
Netanyahu mengulangi pernyataannya yang menolak berdirinya negara Palestina.
Ia menilai pembentukan negara Palestina bukanlah solusi akhir bagi Israel karena ia akan terus merasa terancam.
“Posisi yang saya dukung didukung oleh mayoritas warga Israel yang mengatakan kepada Anda setelah tanggal 7 Oktober: 'Kami tidak ingin melihat negara Palestina,'” katanya.
“(Rakyat Israel) juga mendukung posisi saya yang mengatakan bahwa kita harus menolak keras upaya untuk membentuk negara Palestina. Itu adalah sesuatu yang mereka sepakati,” kata Netanyahu.
Bahkan, meski nantinya ada perubahan kepemimpinan di Palestina (perombakan Otoritas Palestina, Fatah, dan pemusnahan Hamas), Netanyahu bersikeras Israel harus tetap menempatkan pasukannya di sana untuk mengendalikan keamanan.
Saat ini, jumlah kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 31.045 jiwa dan 72.654 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (10/3/2024), 1.147 kematian di wilayah Israel, dan 375 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Selasa (30/1/2024), dikutip dari Xinhua News.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.