Kamis, 2 Oktober 2025

BSI diduga kena serangan siber, pengamat sebut sistem pertahanan bank 'tidak kuat'

Gangguan layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) baru-baru ini, yang diduga kuat akibat serangan siber ransomware, semestinya menjadi…

Pemilik kapal nelayan di Banda Aceh, Harry Fadly, mengatakan sudah sepekan kapal nelayan miliknya tidak bisa melaut, karena tidak tersedianya bahan bakar bio solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Sementara untuk sekali melaut dia membutuhkan sekitar 1 ton bahan bakar untuk sekali pelayaran.

“Kita butuh 1 ton bahan bakar untuk 10 hari melau. Karena kondisi BSI yang bermasalah, bio solar tidak ada. Kata orang SPBN mereka tidak bisa memesan minyak ke pihak Pertamina, padahal saya sudah beli belanja makanan untuk melaut sampai Rp15 juta,” kata Harry.

Menurut Harry, kondisi BSI bermasalah sudah sering kali terjadi, antara lain penarikan uang yang terpotong pada rekening, tapi uang tidak keluar dari Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Aceh, Nahrawi Nurdin, meminta kepada DPR Aceh agar bank konvensional bisa hadir kembali di provinsi tersebut. Ia lebih menyukai sistem bank konvensional yang menurutnya sangat baik serta menawarkan banyak pilihan menu bagi pelaku usaha Migas.

“Di bank konvensional, sudah ada menu untuk Delivery Order (DO) bahan bakar minyak, kita tinggal memilih apa yang menjadi kebutuhan, tidak perlu repot, jadi saya sangat berharap kalau bank konvensional bisa hadir lagi di Aceh,” ujarnya.

Ketua Dewan Perwakilan Aceh (DPRA), Saiful Bahri, mengatakan bahwa sampai saat ini sudah sangat banyak laporan dan aduan masyarakat yang sampai ke pihak DPRA, sehingga pembahasan terkait BSI sudah sampai ke meja Badan Legislasi (Banleg).

“Semua laporan masyarakat kita tampung dengan baik, kita sudah melakukan tahapan diskusi untuk mencari solusi, nantinya tim Banleg juga akan melakukan pemanggilan ahli ekonomi Syariah, apakah Qanun LKS perlu direvisi,” jelas Saiful Bahri, Ketua DPRA.

Pada intinya menurut Saiful, semua ini demi peningkatan ekonomi masyarakat, kemajuan infrastruktur Aceh, dan hidupnya investasi di wilayah yang dijuluki Serambi Mekah itu.

“Memanggil bank konvensional hadir kembali ke Aceh, bukan berarti kita anti syariat Islam. Boleh saja BSI tetap beroperasi, tetapi tetap harus ada bank konvensional jika memang masyarakat membutuhkan dan mengharapkannya,” ujarnya.

Perlu ditanggapi serius

Pratama Persadha mengatakan dugaan serangan siber terhadap BSI perlu ditanggapi dengan serius. Pihak BSI perlu memastikan sistem benar-benar bersih dari trojan atau malware yang bisa digunakan para peretas untuk kembali masuk. Cadangan data juga wajib diperhatikan, karena akan menjadi “senjata utama” untuk mengembalikan sistem jika diretas.

Unruk melindungi masyarakat seandainya kebocoran data pribadi kembali terjadi, Pratama mendorong Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk lembaga perlindungan data pribadi sesuai amanat undang-undang perlindungan data pribadi.

Lembaga ini bertugas melakukan asesmen dan investigasi ketika terjadi kebocoran data, sehingga lembaga atau korporasi yang tidak maksimal melindungi data pribadi masyarakat bisa dituntut di pengadilan.

“Kalau lembaganya belum dibentuk, undang-undang [PDP] ini enggak akan bisa jalan, karena semua jika terjadi insiden kebocoran data pribadi yang urusi itu adalah lembaga ini,” kata Pratama.

Menurut Pratama, peretasan dan kebocoran data yang sering terjadi juga harusnya menjadi peringatan bagi pemerintah untuk lebih menaruh perhatian terhadap Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved