Pasukan Iran Dilaporkan Tembaki Wajah dan Alat Kelamin Pengunjuk Rasa Wanita
Pasukan keamanan Iran menembaki wajah, payudara dan alat kelamin pengunjuk rasa wanita.
"Saya merasa tidak enak, saya merasa sangat marah dan saya meneteskan air mata melihat rasa sakit mereka," katanya.
"Mata adalah bagian paling sensitif dari tubuh manusia dan sangat menyakitkan memikirkan orang-orang yang terluka ini yang semuanya masih muda dan harus hidup dengan kecacatan dan penglihatan yang buruk selama sisa hidup mereka."
"Saya mendengar banyak kasus serupa dari rekan-rekan saya dan kasus kerusakan mata dalam protes baru-baru ini jauh lebih banyak. Ini lebih dari 1.000 kasus," katanya sambil menambahkan bahwa mereka belum menerima tanggapan atas surat tersebut.
The Guardian berbagi foto luka mata dan wajah yang diderita saat protes dengan Iain Hutchison, seorang ahli bedah mulut dan wajah di Inggris yang mendirikan badan amal penelitian bedah Saving Faces.
Hutchison mengatakan gambar-gambar itu menunjukkan orang-orang yang telah ditembak dari jarak dekat menggunakan pelet senapan yang ditembakkan langsung ke kedua matanya meninggalkan kerusakan penglihatan atau kebutaan permanen yang serius.
Sifat cedera, katanya, menunjukkan bahwa mereka ditahan diam dan tidak memiliki kemampuan untuk menggerakkan kepala.
Mengetahui bahwa para demonstran memerlukan perawatan medis untuk cedera parah seperti itu, pihak berwenang telah meningkatkan pengawasan di rumah sakit.
Seorang dokter dari sebuah rumah sakit di Shiraz mengatakan penjaga keamanan baru telah ditempatkan di luar departemen oftalmologi darurat akhir bulan lalu.
"Dia mengendalikan siapa pun yang masuk dan keluar dari departemen oftalmologi darurat, dan dia meminta untuk melihat kartu identitas dan tanda pengenal kami setiap saat," kata dokter itu.
"Ini adalah pertama kalinya saya melihat ini terjadi di rumah sakit. Sepertinya penambahan penjaga ini terjadi setelah semakin banyak pengunjuk rasa dengan cedera mata yang dirawat."
Di bagian lain negara itu, khususnya di wilayah Kurdistan di mana pemerintah telah memblokade seluruh kota, para sukarelawan harus menyelundupkan perban dan obat-obatan dengan berjalan kaki.
Soran Mansournia, seorang aktivis hak asasi manusia Kurdi yang merupakan bagian dari komite dokter dan telah berkoordinasi dengan warga sipil untuk memberikan obat-obatan dan merawat pengunjuk rasa yang terluka secara diam-diam.
"Jumlah yang terluka sangat tinggi. Setiap hari kami mendengar tentang kematian orang yang terluka yang tidak pergi ke rumah sakit karena takut ditangkap," kata Mansournia.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)