Kamis, 2 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Korea Utara Bantah Klaim Pengiriman Senjata ke Rusia: Kami Tak Pernah Lakukan Transaksi Senjata

Korea Utara membantah tuduhan pengiriman senjata ke wilayah Rusia. Tuduhan tersebut berasal dari Jubir Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Daryono
AFP
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menghadiri Rapat Pleno Komite Pusat Partai Pekerja Korea, Jumat (18/6). Foto dirilis KCNA pada Sabtu (19/6) - Pihak Korea Utara membantah tuduhan Amerika Serikat terkait pengiriman senjata ke wilayah Rusia. 

TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara secara tegas membantah tuduhan Amerika Serikat yang berkaitan dengan pengiriman senjata ke Rusia.

Melalui siaran pers yang dirilis KCNA, pihak Korea Utara mengecam AS karena 'rumor perdagangan senjata'.

Wakil direktur jenderal Biro Umum Peralatan Kementerian Pertahanan Nasional Korea Utara menganggap pernyataan tersebut sebagai bagian dari upaya permusuhan.

"Kami menganggap langkah AS seperti itu sebagai bagian dari upaya permusuhannya untuk menodai citra DPRK," tulis pernyataan tersebut, dikutip dari KCNA.

"Kami sekali lagi menjelaskan bahwa kami tidak pernah melakukan 'transaksi senjata' dengan Rusia dan bahwa kami tidak memiliki rencana untuk melakukannya di masa depan," lanjut pernyataan tersebut.

Perlu diketahui, rumor Korea Utara memasok senjata ke Rusia muncul ketika Jubir Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby mengatakan pihaknya memiliki informasi tentang hal tersebut.

Baca juga: Rusia Tertarik Impor Produk Pakaian dan Alas Kaki dari Korea Utara

John Kirby menyebut, Korea Utara memasok Rusia dengan sejumlah peluru artileri "signifikan".

Korea Utara, kata Kirby, berusaha untuk mengaburkan pengiriman dengan menyalurkannya melalui negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, dan bahwa Washington sedang memantau untuk melihat apakah pengiriman telah diterima.

Dikutip dari Al Jazeera, saat ini Korea Utara dan AS tengah tegang setelah Washington melakukan latihan militer skala besar bersama Korea Selatan.

AS dan Korea Selatan telah memperingatkan bahwa Korea Utara dapat mempersiapkan uji coba nuklir pertamanya sejak 2017.

Kirby mengatakan, AS percaya jumlah "signifikan" peluru yang dikirim oleh Pyongyang cukup untuk membantu Rusia dapat memperpanjang perang.

Baca juga: Korea Utara Kecam Latihan Militer AS-Seoul, Pemerintah Kim Jong Un Janjikan Tanggapan Tanpa Ampun

Akan tetapi, kata Kirby, tidak cukup untuk memberikan keuntungan atas pasukan Ukraina, yang dipasok oleh AS dan sekutu NATO.

Pada bulan September, Pyongyang membantah klaim dalam dokumen intelijen AS yang tidak diklasifikasikan bahwa Korea Utara berencana untuk menjual peluru artileri dan roket ke Moskow.

Bantuan senjata apa pun akan menjadi indikasi lebih lanjut untuk memperdalam hubungan antara Moskow dan Pyongyang karena isolasi Rusia atas perangnya di Ukraina telah berkembang.

Korea Utara adalah satu-satunya negara di dunia yang mengakui dua wilayah pro-Rusia yang memisahkan diri - Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR) - di wilayah Donbas timur Ukraina.

Ia juga menyatakan dukungan untuk pencaplokan yang dicanangkan Rusia atas bagian lain negara itu.

Korea Utara dilaporkan meluncurkan rudal balistik, Kamis (3/11/2022) pagi. Foto rudal Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) Korut yang diperlihatkan kepada masyarakat dan pers saat parade militer Korut beberapa waktu lalu.
Korea Utara dilaporkan meluncurkan rudal balistik, Kamis (3/11/2022) pagi. Foto rudal Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) Korut yang diperlihatkan kepada masyarakat dan pers saat parade militer Korut beberapa waktu lalu. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

Baca juga: Tentara Rusia di Donetsk Sebut Jenderalnya Cari Muka ke Kepala Staf Umum dengan Maju ke Pertempuran

"Korea Utara jelas menggunakan perang Ukraina untuk mempererat hubungannya dengan Rusia," kata Victor Cha dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di AS, dikutip dari Al Jazeera.

Kirby mengatakan, pengiriman itu adalah "tanda kekurangan dan kebutuhan artikel pertahanan Rusia sendiri", karena negara itu menghadapi sanksi internasional.

AS sedang memantau pengiriman, dan intersepsi bisa menjadi opsi mengingat Rusia memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB dan dapat memblokir tindakan apa pun di sana, tambah Cha dari CSIS.

"Untuk menghindari pertengkaran militer, otoritas AS dapat berkoordinasi dengan negara-negara yang bersedia menahan kargo di bea cukai untuk mencegah mereka sampai ke medan perang," pungkas Cha.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved