Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Roman Abramovich, Pemilik Chelsea FC Diduga Diracun, Alami Radang Mata dan Kulit Wajah Mengelupas

Roman Abramovich, Oligark Rusia, disebut telah diracun dengan senjata kimia, hal tersebut terjadi setelah pertemuan negosiasi di Kiev.

Editor: Daryono
Ben STANSALL / AFP
(FILES) Dalam file foto ini diambil pada 21 Mei 2017 (FILES) Dalam file ini foto diambil pada 21 Mei 2017 Pemilik Chelsea dari Rusia Roman Abramovich bertepuk tangan, saat para pemain merayakan kemenangan gelar liga mereka di akhir pertandingan sepak bola Liga Premier antara Chelsea dan Sunderland di Stamford Bridge di London. Pemilik Chelsea Roman Abramovich pada 2 Maret 2022 menegaskan akan menjual klub Liga Inggris itu di tengah invasi Rusia ke Ukraina. Miliarder Rusia Abramovich telah memutuskan bahwa itu adalah "kepentingan terbaik" dari pemegang Liga Champions jika dia berpisah dengan klub yang telah dia ubah sejak pembeliannya pada tahun 2003. 

TRIBUNNEWS.COM - Roman Abramovich, Oligark Rusia, disebut telah diracun dengan senjata kimia.

Hal tersebut terjadi setelah pertemuan negosiasi di Kiev, 3 Maret 2022.

Seperti diketahui Roman Abramovich telah menjadi mediator-negosiator perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

Pemilik Chelsea FC itu pun telah bolak - balik antara Moskow, Belarus dan tempat-tempat negosiasi lainnya sejak Rusia menginvasi Ukraina.

Selain Roman Abramovich, dua negosiator Ukraina juga menunjukkan gejala keracunan, menurut laporan Wall Street Journal (WSJ).

Disebutkan Oligark Rusia tersebut dan negosiator perdamaian Ukraina menderita beberapa gejala.

Gejala mencakup mata merah, robekan yang terus-menerus dan menyakitkan, dan kulit mengelupas di wajah dan tangan mereka, kata sumber.

Baca juga: Pasukan Rusia Coba Capai Perbatasan Administratif Wilayah Donetsk dan Lugansk

Dilaporkan, kini Abramovich dan negosiator Ukraina, termasuk anggota parlemen Tatar Krimea Rustem Umerov, telah membaik dan terselamatkan nyawa mereka.

Sumber itu pun menyalahkan Moskow atas serangan yang dicurigai tersebut, di mana mereka ingin menyabotase pembicaraan untuk mengakhiri perang.

Roman Abramovich
Roman Abramovich (IAN WALTON/GETTY IMAGES)

Para ahli menyebut insiden tersebut sulit untuk diselidiki, untuk menentukan apakah gejala disebabkan oleh senjata kimia atau biologis atau oleh semacam serangan radiasi elektromagnetik.

Menanggapi hal itu, Pejabat Ukraina, Negosiator Mykhailo Podolyak mengatakan ada banyak spekulasi, berbagai teori konspirasi.

Rustem Umerov, seorang anggota lain dari tim perunding, mendesak orang-orang untuk tidak mempercayai informasi yang belum diverifikasi.

Baca juga: Ukraina Sebut 5.000 Warga Sipil Tewas di Kota Mariupol Selama Invasi Rusia

Di sisi lain seorang pejabat AS mengatakan Abramovich dan negosiator perdamaian Ukraina bukan keracunan, melainkan disebabkan oleh faktor lingkungan.

"Intelijen menyebut kemungkinan hal tersebut adalah lingkungan."

Sementara itu dikutip Tribunnews dari Al Jazeera, penyelidikan soal dugaan keracunan Abramovich  diselenggarakan oleh Christo Grozev, seorang penyelidik di Bellingcat, sebuah outlet media investigasi.

Bellingcat sendiri pernah melakukan penyelidikan dan menyimpulkan bahwa Rusia telah meracuni politisi oposisi Rusia Alexey Navalny dengan racun saraf pada tahun 2020.

Polisi Ukraina membawa mayat dari sebuah bangunan perumahan lima lantai yang sebagian runtuh setelah penembakan di Kyiv pada 18 Maret 2022, ketika tentara Rusia mencoba mengepung ibukota Ukraina.
Polisi Ukraina membawa mayat dari sebuah bangunan perumahan lima lantai yang sebagian runtuh setelah penembakan di Kyiv pada 18 Maret 2022, ketika tentara Rusia mencoba mengepung ibukota Ukraina. (Sergei SUPINSKY / AFP)

Baca juga: Roman Abramovich Alami Keracunan saat Ikut Perundingan Damai Rusia dan Ukraina

Di akun Twitter resminya, Bellingcat mengkonfirmasi bahwa tiga anggota delegasi yang menghadiri pembicaraan mengalami gejala yang konsisten lantaran diracun dengan senjata kimia, salah satunya adalah Abramovich.

Itu juga menegaskan bahwa gejalanya termasuk peradangan mata dan kulit dan rasa sakit yang menusuk di mata.

Berdasarkan pemeriksaan jarak jauh dan di tempat, para ahli menyimpulkan bahwa gejalanya kemungkinan besar akibat keracunan dengan senjata kimia yang belum ditentukan, langkah itu kemungkinan besar dimaksudkan untuk menakut-nakuti para korban, dan menyebabkan kerusakan permanen”.

Bellingcat mengatakan bahwa mereka bermaksud untuk mempublikasikan penyelidikan atas dugaan keracunan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved