Konflik Rusia Vs Ukraina
Ukraina: Ayo China, Anda Harus Membuat Keputusan Tepat, Ikut Mengutuk Serangan Rusia
Ukraina pada Sabtu (19/3/2022), meminta China untuk bergabung dengan Barat dalam mengutuk "barbarisme Rusia".
TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Sejak perang Ukraina dan Rusia pecah, China belum menunjukkan sikap resmi, mereka mendukung siapa.
Meski selama ini China dan Rusia dikenal memiliki hubungan dekat, Bejing tak mau secara terbuka mengumbar dukungannya terhadap petualangan militer Rusia ke negara tetangganya tersebut
Kini Ukraina pun mengajukan permintaan kepada China terkait ancaman invasi Rusia.
Ukraina pada Sabtu (19/3/2022), meminta China untuk bergabung dengan Barat dalam mengutuk "barbarisme Rusia".
Dikutip dari Kompas.com Asisten Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Mikhailo Podolyak, menyebut China bisa menjadi elemen penting dalam sistem keamanan global jika membuat keputusan yang tepat.
Baca juga: Cina Salahkan NATO, Peringatkan AS yang Tekan Beijing Agar Tak Dukung Rusia
"China dapat menjadi elemen penting sistem keamanan global jika membuat keputusan yang tepat untuk mendukung koalisi negara-negara beradab dan mengutuk barbarisme Rusia," tulis Mikhailo Podolyak di Twitter, dikutip dari AFP.
China diketahui telah menghindari atau tidak ikut melakukan kecaman internasional terhadap tindakan Rusia di Ukraina. "Negeri Tirai Bambu" menolak untuk mengutuk invasi Presiden Vladimir Putin.
Peringatan untuk China
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengatakan kepada Presiden China X Jinping melalui telepon pada Jumat (18/3/2022), bahwa dukungan apa pun untuk Rusia dalam perangnya di Ukraina akan memakan biaya.
Gedung Putih mengatakan bahwa Biden menjelaskan kepada Xi Jinping tentang implikasi dan konsekuensi apabila China sampai memberikan dukungan material kepada Rusia karena melakukan serangan brutal terhadap kota-kota dan warga sipil Ukraina.
Tapi, Gedung Putih menola untuk menjelaskan tanggapan Xi Jinping terhadap peringatan itu maupun mengatakan betapa kerasnya Biden mendorong Presiden China.
Dengan pemimpin China yang selama ini “menolak” untuk mengutuk Putin atas perintah invasinya ke Ukraina, AS telah khawatir bahwa Beijing bisa melangkah lebih jauh.
AS khawatir China memberikan dukungan keuangan dan militer ke Rusia dan mengubah kebuntuan transatlantik yang sudah eksplosif menjadi perselisihan global.
Jika itu terjadi, China kemungkinan tidak hanya dapat membantu Rusia mengatasi sanksi dan melanjutkan perang, tetapi pemerintah Barat akan menghadapi keputusan “menyakitkan” tentang bagaimana menyerang “Negeri Tirai Bambu” yang kemungkinan akan memicu gejolak di pasar internasional.
Tanggapan Presiden China soal invasi Rusia
Berdasarkan laporan media pemerintah China, CCTV, Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada koleganya dari AS, Joe Biden, bahwa perang di Ukraina harus diakhiri sesegera mungkin.
“Prioritas utama sekarang adalah melanjutkan dialog dan negosiasi, menghindari korban sipil, mencegah krisis kemanusiaan, menghentikan pertempuran dan mengakhiri perang sesegera mungkin,” kata Xi Jinping kepada Biden melalui panggilan video, dikutip dari Reuters.
Xi menyebut, semua pihak harus bersama-sama mendukung dialog dan negosiasi Rusia-Ukraina sementara Amerika Serikat dan NATO juga harus melakukan pembicaraan dengan Rusia untuk memecahkan "inti" krisis Ukraina dan menyelesaikan masalah keamanan Rusia dan Ukraina.
Rusia lepaskan Rudal Khinzal
Rusia mengakui menembakkan rudal hipersonik untuk menghancurkan sebuah misil dan gudang senjata di Ukraina barat.
Pasukan Rusia menghancurkan depot rudal bawah tanah Ukraina, Jumat (18/3/2022).
Rudal "belati" yang dapat menghindari sistem pertahanan, dikerahkan untuk pertama kalinya selama invasi Rusia untuk menargetkan situs penyimpanan bawah tanah di wilayah Ivano-Frankivsk, diberitakan The Independent.
Juru bicara kementerian pertahanan Rusia, Igor Konashenkov, telah mengonfirmasi bahwa rudal Kinzhal telah menghantam situs tersebut.
Namun, kantor berita Reuters mengatakan tidak dapat secara independen memverifikasi pernyataannya.
Baca juga: Pimpinan BKSAP DPR Sebut Delegasi Rusia dan Ukraina Tak Hadiri Sidang IPU di Bali
Baca juga: Berita Foto : Aksi Petugas Penyelamat di Tengah Gempuran Rusia
Dilansir Mirror, penggunaan senjata adalah tanda terbaru bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin semakin putus asa ketika militernya berjuang untuk melakukan invasi ilegal ke Ukraina.
Serangan itu diyakini dilakukan dengan menggunakan rudal Kinzhal atau 'Belati' yang diklaim memiliki jangkauan sekitar 2.000 km.
Kecepatan dan kemampuan mereka untuk terbang rendah membuat mereka "tidak terlihat" oleh sebagian besar sistem pertahanan anti-rudal, dan mereka mampu membawa hulu ledak nuklir, kata para ahli.
“Sistem rudal penerbangan Kinzhal dengan rudal aero-balistik hipersonik menghancurkan gudang amunisi bawah tanah yang besar di wilayah Ivano-Frankivsk,” kata Konashenkov.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Bakal Dibahas di Sidang IPU Bali
Baca juga: Tentara Rusia Kepung Kota Mariupol Ukraina, Perang Kian Sengit, Ribuan Warga Berlindung di Bunker

Ini adalah pertama kalinya Kinzhal baru digunakan dalam konflik, tetapi sebelumnya diuji di Suriah.
Putin sebelumnya mengatakan, Rusia mulai membuat senjata hipersonik sebagai tanggapan atas penyebaran sistem pertahanan rudal strategis Amerika Serikat.
Hancurkan Gudang Bawah Tanah Penyimpan Amunisi Pasukan Ukraina
Igor Konashenkov mengatakan, senjata "tak terbendung" itu menghancurkan gudang bawah tanah yang menyimpan amunisi untuk pasukan Ukraina di wilayah barat Ivano-Frankivsk.
Ia menyebut, Rusia juga telah menghancurkan radio militer dan pusat pengintaian dekat kota pelabuhan Ukraina Odessa menggunakan sistem rudal pantai Bastion, kantor berita Interfax melaporkan.
Belum diketahui apakah serangan itu menyebabkan korban.
Baca juga: Bank Sentral Rusia Tingkatkan Pengawasan Transaksi P2P, Termasuk Perdagangan Kripto
Baca juga: AS Tolak Klaim Rusia atas Lab Senjata Biologis di Ukraina, Moskow Ungkap Bukti Keterlibatan AS
Dikutip dari The Independent, Putin sebelumnya mengatakan, negaranya adalah pemimpin global dalam rudal hipersonik, yang kecepatan, kemampuan manuver, dan ketinggiannya membuat mereka sulit untuk dilacak dan dicegat atau “tak terkalahkan”.
Senjata hipersonik sebagian besar dianggap sebagai senjata generasi berikutnya, karena faktanya mereka dapat mencapai lebih dari lima kali kecepatan suara dan tantangan yang mereka ajukan terhadap sistem pertahanan anti-rudal.

Rudal Kinzhal adalah bagian dari serangkaian senjata yang diumumkan oleh Rusia pada 2018 silam.