Senin, 6 Oktober 2025

Eks Kepala Intelijen Inggris: Peluang Ukraina untuk Diterima NATO Kini Hampir Tertutup

"Prospek Ukraina bergabung dengan NATO tidak pernah begitu kuat, dan setelah krisis ini mungkin bahkan kurang kuat dari sebelumnya," kata Sawers.

AFP
Personel militer AS dari negara-negara Sekutu yang dikerahkan ke Rumania mengambil bagian dalam upacara selama kunjungan Sekjen NATO dan Presiden Rumania di Pangkalan Militer Mihail Kogalniceanu pada 11 Februari 2022 di Mihail Kogalniceanu, Rumania. Kepala NATO Jens Stoltenberg memperingatkan pada 11 Februari 2022 tentang "risiko nyata untuk konflik bersenjata baru di Eropa" karena aliansi dan Rusia meningkatkan kehadiran pasukan mereka di sekitar Ukraina. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Mantan Kepala Dinas Intelijen Luar Negeri Inggris pada Rabu lalu mengatakan bahwa krisis yang terjadi saat ini di Ukraina mungkin telah menutup pintu masuknya potensi negara itu ke NATO.

Berbicara kepada Dewan Atlantik (The Atlantic Council), mantan Kepala MI6 Sir John Sawers menilai kemungkinan Ukraina diterima ke dalam blok itu sudah tipis, dan kini kemungkinannya bahkan lebih kecil.

The Atlantic Council merupakan lembaga pemikir Amerika (American think tank) yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS) dan didanai oleh sejumlah negara NATO, termasuk Inggris, serta beberapa departemen pemerintah AS.

Baca juga: AS dan NATO Bantah Rusia Tarik Mundur Pasukan, Rusia Beri Tanggapan atas Diplomasi dari AS

Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (18/2/2022), menurut Sawers, konflik Barat yang terjadi baru-baru ini dengan Rusia mengenai masa depan Ukraina di NATO, pada kenyataannya, dapat mempersempit peluang masuknya Ukraina ke dalam blok yang dipimpin AS itu.

"Prospek Ukraina bergabung dengan NATO tidak pernah begitu kuat, dan setelah krisis ini mungkin bahkan kurang kuat dari sebelumnya," kata Sawers.

Ia mencatat bahwa posisi geografis dan sejarah Ukraina sebagai anggota Uni Soviet juga telah menekan peluang bangsa itu untuk diterima ke dalam aliansi.

Aksesi Ukraina ke organisasi militer telah lama menjadi 'garis merah' bagi Rusia.

Pada Desember 2021, pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin mempresentasikan rancangan perjanjian proposal keamanan kepada AS dan NATO, yang bertujuan untuk memfasilitasi de-eskalasi di perbatasan Ukraina dan memastikan keamanan di Eropa.

Ini termasuk terkait larangan ekspansi NATO ke timur, yang secara hukum akan menghentikan langkah aliansi itu dalam menerima Ukraina.

Namun AS pada bulan lalu tidak menanggapi proposal yang diajukan Rusia.

Pejabat Kremlin pun mengecam tindakan AS, karena mengabaikan sebagian besar tuntutannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia telah dituduh menempatkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasannya dengan Ukraina, sebagian pihak bahkan meyakini bahwa ini menjadi tanda serangan militer akan segera dilakukan Rusia.

Baca juga: Rusia: Ukraina Harus Nyatakan Dirinya Non-Blok Jika NATO Secara Terbuka Menolaknya Sebagai Anggota

Namun dugaan ini telah berulang kali dibantah oleh Rusia, dan juga tidak dipandang serius oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Selanjutnya pada awal pekan ini, pejabat militer Rusia mengumumkan bahwa beberapa pasukan di perbatasan Ukraina akan kembali ke pangkalan.

Kendati demikian, para pejabat negara Barat terus menegaskan bahwa serangan mungkin sudah dekat.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bahkan menyatakan dalam konferensi pers pada Rabu lalu bahwa Rusia tetap mempertahankan 'kekuatan invasi besar-besaran yang siap menyerang'.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved