Keluarga Korban Kecam Taliban yang Berikan Penghormatan Kepada Pelaku Bom Bunuh Diri
Upacara penghormatan kepada pelaku bom bunuh diri Taliban beberapa waktu lalu dihujani kritik keras dari warga Afganistan. Para keluarga…
Ketika Sharifa (19) mendengar berita tentang Taliban "menghormati" pelaku bom bunuh diri yang menewaskan anggota keluarganya, tangis Sharifa pecah. Sharifa kehilangan ayahnya dalam serangan bom bunuh diri tahun 2018 di Kabul.
"Ini seperti menggosok garam di atas luka," katanya seraya menangis.
Pada 20 Oktober, Sirajuddin Haqqani, menteri dalam negeri sementara Taliban, memuji "pengorbanan" para pembom bunuh diri, yang melakukan serangan kekerasan yang tak terhitung jumlahnya di Afganistan selama 20 tahun pendudukan AS di negara itu.
Pada upacara di sebuah hotel di Kabul, Haqqani menghadiahi kerabat pelaku bom bunuh diri dengan menawarkan uang dan tanah.
Qari Saeed Khosty, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Taliban, mengatakan dalam sebuah cuitan bahwa Taliban tidak dapat kembali berkuasa tanpa bantuan dari para pelaku bom bunuh diri.
Glorifikasi terhadap pelaku bom bunuh diri oleh Taliban membuat marah banyak warga Afganistan, terutama mereka yang kehilangan orang yang mereka cintai dalam serangan bom bunuh diri.
"Ketika saya mendengar bahwa alih-alih membantu kami, mereka (Taliban) menyanjung mereka yang dengan sengaja membunuh diri mereka sendiri dan orang lain, hati saya pilu," kata Sharifa kepada DW melalui sambungan telepon.
Pada tahun 2018, seorang pelaku bom bunuh diri Taliban menargetkan Kementerian Dalam Negeri di Kabul, yang menewaskan 95 orang dan melukai setidaknya 185 orang. Ayah Sharifa adalah salah satu di antara korban tewas tersebut.
"Hidup kami hancur setelah kematian ayah kami. Mental ibu dan saudara laki-laki saya menjadi tidak stabil," katanya.
Bagaimana bom bunuh diri menghancurkan keluarga-keluarga
Aziz (56) juga mengalami hal serupa. Dua putranya tewas dalam dalam serangan bom bunuh diri di dekat Kabul. Pada Maret 2018, seorang pelaku bom bunuh diri "Negara Islam" Khorasan (IS-K) menargetkan orang-orang yang merayakan Nawroz, tahun baru kalender Persia, di luar Kabul. Di antara 26 orang yang tewas adalah Mehdi yang berusia 24 tahun dan Rohullah yang berusia 9 tahun.
"Kami merencanakan upacara pernikahan dan wisuda Mehdi sebelum pengeboman," kata Aziz kepada DW.
Aziz mengatakan hidupnya benar-benar berubah setelah dia kehilangan kedua putranya. Dikatakannya, dia dan istrinya tidak dapat menjalani kehidupan normal.
"Kami tidak bisa makan. Kami juga semakin jatuh ke dalam kemiskinan karena kami kehilangan putra yang memiliki penghasilan tetap," tambahnya.
Seperti Sharifa, Aziz juga mengetahui perihal upacara penghormatan Taliban untuk keluarga pelaku bom bunuh diri. "Saya tidak punya apa-apa untuk dikatakan tentang itu. Mereka mengambil putra-putra kami tanpa alasan. Hidup menjadi tidak berarti bagi saya. Mereka juga harusnya membunuh saya," katanya.