Kondisi Ekonomi Suram, Kim Jong Un Desak Pejabat Fokus Urusi Nasib Rakyat
Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un mendesak para pejabat untuk fokus meningkatkan kesejahteraan rakyat di tengah kondisi ekonomi yang 'suram'
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un mendesak para pejabat untuk fokus meningkatkan kesejahteraan rakyat di tengah kondisi ekonomi yang 'suram'.
Media pemerintah Korut pada Senin (11/10/2021) melaporkan, Kim Jong Un menyampaikan hal ini di tengah peringatan ulang tahun partai yang berkuasa.
Dilansir Reuters, ulang tahun berdirinya Partai Buruh Korea ke-76 diwarnai dengan pertunjukan seni dan kembang api di Pyongyang pada Minggu (10/10/2021).
Menurut laporan, tidak ada parade militer akbar yang biasanya disertakan dalam acara semacam ini.
Ekonomi Korea Utara terpukul oleh sanksi bertahun-tahun atas program nuklir dan senjatanya, ditambah cuaca ekstrem yang mengakibatkan banyak korban.
Baca juga: WHO Kirim Bantuan untuk Penanganan Covid-19 ke Korea Utara
Baca juga: Ekonomi Korea Utara Suram, Kim Jong Un Ingatkan Pejabat Jangan Minta Diistimewakan

Korea Utara disebut berisiko mengalami kelaparan selama isolasi pandemi Covid-19 dan situasi ini dapat meningkat menjadi krisis, jelas seorang penyelidik hak asasi PBB.
Kim dalam pidatonya dilaporkan KCNA mengatakan, Korut menghadapi "tugas besar untuk menyesuaikan dan mengembangkan ekonomi negara" dan mencapai tujuan ekonomi yang ditetapkan dalam pertemuan partai dan pemerintah baru-baru ini.
"Satu-satunya cara untuk secara dinamis mendorong pekerjaan penting yang belum pernah terjadi sebelumnya meskipun situasinya suram adalah agar seluruh Partai bersatu," tambahnya, tanpa menyebutkan kebuntuan politik atas senjata nuklirnya.
Pejabat seharusnya tidak menginginkan hak istimewa dan perlakuan istimewa dan "harus selalu mempertimbangkan apakah pekerjaan mereka melanggar kepentingan rakyat atau menyebabkan masalah bagi rakyat," kata Kim.
Media pemerintah memperlihatkan Kim berbicara di sebuah ruangan yang penuh dengan pejabat berpakaian gelap, tanpa jarak sosial, masker, atau protokol kesehatan yang jelas.
Siaran televisi pemerintah menunjukkan para pemuda menghadiri gala dan orang-orang meletakkan bunga di patung para pemimpin negara sebelumnya.

Departemen Luar Negeri AS pada Kamis menuduh pemerintah Kim bertanggung jawab atas situasi kemanusiaan di negara itu.
"Rezim terus mengeksploitasi warganya sendiri, melanggar hak asasi mereka, untuk mengalihkan sumber daya dari rakyat negara itu untuk membangun (senjata pemusnah massal) dan program rudal balistik yang melanggar hukum," kata juru bicara Ned Price dalam sebuah pengarahan di Washington.
Price juga menambahkan bahwa Amerika Serikat mendukung upaya untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu mengatakan pasokan medis Covid-19 telah tiba di pelabuhan Korea Utara.
Ini mengindikasikan bahwa Korea Utara melonggarkan salah satu penutupan perbatasan pandemi paling ketat di dunia untuk menerima bantuan dari luar.
Korea Utara hingga kini belum melaporkan kasus Covid-19.
Kendati demikian, rezim telah memberlakukan penutupan perbatasan, pembatasan gerak, dan kebijakan anti Covid-19 lainnya.

Baca juga: Sudah 4 Hari Posko Satgas Covid-19 di Sulawesi Tenggara Disegel, Ada Apa ?
Baca juga: Bulan Ini, Korea Selatan Akan Memulai Vaksinasi Covid-19 untuk Ibu Hamil
Klaim nol Covid-19 dari Korut itu juga diragukan para ahli, karena wabah ini menjangkiti hampir seluruh dunia, dikutip dari Al Jazeera.
Pihak berwenang di Pyongyang sebelumnya mengatakan kepada WHO bahwa mereka telah menguji 40.700 orang hingga 23 September dan semua negatif corona.
Para ahli mengatakan epidemi di Korea Utara bisa menghancurkan.
Ini karena sistem perawatan kesehatannya yang buruk dan kurangnya pasokan medis.
Tetapi meskipun menerapkan kontrol perbatasan yang ketat, Korea Utara belum menunjukkan urgensi yang sama untuk vaksin.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)