Terlibat Adu Argumen dengan Pihak Pro-Pemerintah di Telegram, Pemuda Autisme di Kamboja Ditahan
Pemuda Kamboja, Kak Sovann Chhay harus ditahan akibat membela ayahnya di Telegram. Hal tersebut dilaporkan oleh seorang yang mengejek ayahnya.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pemuda yang mengidap autisme harus ditahan karena komentarnya di aplikasi Telegram.
Pemuda tersebut bernama Kak Sovann Chhay dan berumur 16 tahun.
Sovann sudah mendekam di balik jeruji besi selama tiga bulan.
Penyebabnya adalah terkait balasan dari dirinya di sebuah grup pada aplikasi Telegram.
Dikutip dari BBC, hal tersebut berawal dari ejekan seorang pemuda yang pro-pemerintah di dalam grup tersebut terhadap ayah Sovann.
Baca juga: Para Peneliti di Kamboja Kumpulkan Sampel Kelelawar untuk Lacak Asal-Usul Covid-19
Baca juga: Peneliti Kamboja Pelajari Kelelawar Untuk Melacak Asal-Usul Covid-19
Dalam pesan suara tersebut, ayahnya dicap sebagai pengkhianat negara.
Bukti rekaman balasan dari Sovann pun diteruskan ke kepolisian berdasarkan keterangan dari pengacara pemuda yang belum diketahui namanya.
Sejam kemudian, sekitar 20 polisi mengepung rumah Sovann dengan beberapa personil membawa senapan api bertipe AK-47.
Bahkan penangkapan tersebut tanpa dibekali surat penangkapan.
Setelah itu, Sovann langsung diborgol dan dibawa ke mobil polisi yang parkir di depan rumahnya.
Sovann pun dituduh telah menghina pemimpin negara, penghasutan, serta penghinaan terhadap pejabat publik.
Tuduhan tersebut membuat dirinya divonis dua tahun penjara.
Ternyata, sebelum kejadian ini, Sovann juga pernah dipenjara.
Dikutip dari BBC, dirinya pernah ditahan pada bulan Oktober tahun lalu karena mencabut bendera partai Cambodia National Rescue Party (CRNP).
Kejadian tersebut terjadi di sebuah bangunan yang merupakan bekas markas partai CRNP.
Dirinya pun dibebaskan dua hari setelahnya.
Namun pembebasannya disebabkan oleh disebarkannya rekaman permintaan maaf Sovann yang dianggap tukang onar.
Rekaman tersebut disebarkan oleh juru bicara pemerintahan.
Sovann adalah salah satu pendukung dari partai CRNP yang sekarang telah dibubarkan oleh Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Dikutip dari BBC, CRNP telah dibubarkan pada tahun 2017 dan membuat Kamboja hanya memiliki satu partai aktif.
Sovann pun memiliki kesamaan dengan ayahnya yaitu beroposisi dengan pemerintah Kamboja.

Ayah Sovann merupakan salah satu dari 150 tokoh oposisi yang harus dihukum karena berencana untuk menggulingkan Hun Sen yang telah berkuasa selama 36 tahun.
Ibu Sovann, Chantha pun meyakini bahwa penangkapan anaknya merupakan target selanjutnya dikarenakan keluarganya memang sangat vokal terhadap Hun Sen.
“Mereka ingin memperlihatkan bahwa Hun Sen dan yang lain adalah penguasa.”
“Ditambah, mereka juga ingin memperlihatkan jika seseorang menyentuhnya maka akan berakhir seperti keluarga saya,”
“Namun, aku tak gentar untuk tetap protes terhadap rezim Hun Sen,” ungkapnya dikutip dari BBC.
Baca juga: TNI AL Tangkap Kapal Tanker MT Strovolos yang Diburu Pemerintah Kamboja
Terkait penangkapan Sovann, kementerian hukum Kamboja tidak memberikan pernyataan apapun.
Namun, juru bicara kepolisian kota Phnom Penh, San Sokseyha mengatakan bahwa penahanan Sovann sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Jika tidak ada penghinaan dan penghasutan maka tidak ada penangkapan ataupun penahanan,” tegasnya.
Kritik pun dilontarkan oleh Executive Director of the Cambodian Centre for Human Rights, Chak Sopheap.
Dirinya menyatakan bahwa penangkapan Sovann adalah pemburuan terhadap oposisi dan menunjukan kepada simpatisan pemerintah bahwa mereka adalah penguasa.
“Kasus penangkapan ini adalah bentuk bagaimana pemerintah Kamboja semakin ingin memperkuat cengkraman mereka sebagai penguasa.”
“Walaupun harus menahan seorang anak difabel dan mengabaikan hak dasar dirinya,” katanya dikutip dari BBC.
Kritik senada juga dikatakan oleh wakil ketua CRNP, Mu Sochua yang diasingkan ke Amerika Serikat.
Ia mengungkapkan bahwa kasus ini memperlihatkan betapa terancamnya partai yang berkuasa khususnya Hun Sen.
“Saya berpikir dia (Hun Sen) merupakan seseorang yang sangat terancam secara emosi dan psikologi dimana kedua faktor tersebut merupakan masalah utama seorang diktator,” ungkapnya.
Sovann pun akan menjalani peradilan pertamanya pada tanggal 29 September 2021.
Ia pun hanya dapat dijenguk oleh pengacaranya, Sam Sokong.
Sam Sokong menceritakan bahwa Sovann tidak dapat tidur dan membuat tahanan lain marah terhadapnya.
“Dia tidak bisa tidur sehingga ia memutuskan untuk bernyanyi yang malah membuat tahanan lain marah dengannya.”
“Kemungkinan besar bahwa Sovann akan disiksa oleh tahanan yang bersamanya dalam satu sel,” cerita Sam.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Kamboja