Olimpiade 2021
Cerita Sukarelawan WNI Ikut Sukseskan Olimpiade Tokyo Jepang di Tengah Pandemi Covid-19
Ali berharap keberanian para pemain menjadi harapan untuk hidup di masa pandemi corona yang akan terus berlanjut di masa depan.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Sedikitnya 6 Warga Negara Indonesia (WNI) ikut serta menjadi sukarelawan dalam ajang Olimpiade 2020 yang ditutup tadi malam, Minggu (8/8/2021).
Enam sukarelawan tersebut di antaranya 3 ada di saat pertandingan bulutangkis dan 3 di pertandingan angkat besi.
Kemungkinan di cabang olahraga lain yang ada atlet Indonesia juga ada sukarelawan dari Indonesia.
Angelika, salah seorang sukarelawan Indonesia yang mengajukan diri sebagai Volunteer Stadiun Nasional Olahraga Tokyo merasa puas dengan penyelenggaraan Olimpiade di tengah pandemi corona.
"Puas sih. Tapi kalau menyaksikan kesedihan para pemain sedih juga, mereka tak bisa ke mana-mana hanya bisa di dalam bubble saja. Apa boleh buat ini masa pandemi coronya ya, jadi bisa dimaklumi juga," paparnya.
Angelika juga merasa bahwa relawan juga membuat Olimpiade berlangsung lancar.
WNI lain yang tak mau disebutkan namanya mengaku sebagai seorang pemagang di Tokyo, dan bekerja di malam hari sampai jam 08.30 pagi.
Baca juga: Upacara Penutupan Olimpiade Jepang Diwarnai Unjuk Rasa Damai di Luar Stadion Nasional
"Jadi saya bisa bantu paginya buat para atlet Indonesia," papar Ali (nama samaran) kepada Tribunnews.com.
Ali berharap keberanian para pemain menjadi harapan untuk hidup di masa pandemi corona yang akan terus berlanjut di masa depan.
"Saya sendiri juga sebenarnya tertolong juga ada tambahan masukan setelah ikut volunteer ini. Dapat tips dari teman-teman Indonesia juga mungkin kasihan juga atas kondisi saya di tengah kesulitan lapangan pekerjaan," tambahnya.
Demikian pula sukarelawan Indonesia lainnya juga memuji Jepang atas suksesnya penyelanggaraan Olimpiade Tokyo.
"Jepang memang hebat kalau buat sesuatu. Senang dan bangga saya bisa hidup di Jepang yang penuh perencanaan disiplin tinggi dan ketepatan waktu yang luar biasa sehingga membuat segalanya lancar," papar Kusuma, WNI lainnya kepada Tribunnews.com.
Di lain pihak, bidang perhotelan, seorang pengusaha Sumisho Hotel di Nihonbashi, Takashi Tsunoda (53), merasa kecewa dengan keadaan bisnisnya saat ini.
Bagaimana dengan penonton Jepang sendiri?
Keiko Komuro (71) dari Kota Murayama, Prefektur Yamagata, yang mendukung tim senam ritmik Bulgaria sebagai kota tuan rumah.
Tur dukungan ke Tokyo telah dibatalkan, dan Komuro membeli TV 4K dalam kisaran 200.000 yen untuk mendukung tim tersebut.
"Saya melihat kinerja yang baik, dan tim mendapat medali emas dan saya sempat mengeluarkan air mata. Sejak kamp pelatihan empat tahun lalu, saya telah melihat atlet menangis di kamar mandi dan tumbuh dewasa. Syukurlah mereka akhirnya berhasil," paparnya.
Baca juga: AS Juara Olimpiade Tokyo 2020, Indonesia Peringkat ke-55 dengan 1 Emas, 1 Perak dan 3 Perunggu
Wartawan Washington Post, Les Carpenter (53) mengakui ini adalah kali kelima dirinya meliput Olimpiade.
"Ini benar-benar Olimpiade Corona, diisi dengan kisah para atlet yang berjuang untuk menunda atau mengantisipasi penyebaran infeksi. Berbeda dengan olimpiade yang gemerlap biasanya, saya rasa saya bisa mengerti banyak orang menyampaikan penampilan para atlet yang sebenarnya."
"Namun, panas dan kelembaban adalah yang terburuk. Tempat kompetisi sepeda BMX berlangsung ketat tanpa naungan untuk meneduh. Ini mengerikan untuk berpikir kalau sampai ada penonton. Untung saja semua penonton dilarang masuk," kata dia.
Sementara itu beasiswa (ke Jepang) dan upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: [email protected] dengan subject: Belajar bahasa Jepang.