Bentrok Bersenjata Taliban dan Pasukan Afghanistan Berlanjut di Helmand
Pejuang Taliban menyerang pos pemeriksaan keamanan di pinggiran Lashkar Gah dan distrik lainnya.
TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Gencatan senjata tiga hari antara pemerintah Afghanistan dengan Taliban berakhir, Minggu (16/5/2021).
Masa kritis ini ditandai aksi kekerasan bersenjata, beberapa diklaim kelompok bersenjata ISIL (ISIS), di tengah seruan untuk pembicaraan damai yang diperbarui.
Pertempuran berlanjut Minggu di pinggiran Lashkar Gah, ibu kota provinsi Helmand di selatan yang bergolak.
Informasi disampaikan juru bicara militer Afghanistan dan seorang pejabat setempat, dikutip Aljazeera, Minggu (16/5/2021).
"Pertempuran dimulai lebih awal hari ini dan masih berlangsung," kata Attaullah Afghan, Kepala Dewan Provinsi Helmand kepada kantor berita AFP.
Baca juga: Genjatan Senjata 3 Hari yang Disepakati Taliban-Afghanistan untuk Hormati Idul Fitri Mulai Berlaku
Baca juga: Pasukan Afghanistan-Taliban Saling Serang Jelang Batas Waktu Penarikan Pasukan AS yang Semakin Dekat
Dia mengatakan pejuang Taliban menyerang pos pemeriksaan keamanan di pinggiran Lashkar Gah dan distrik lainnya.
Seorang juru bicara militer Afghanistan di selatan mengkonfirmasi pertempuran memang terus berlangsung di lapangan.
Taliban, yang telah melancarkan pemberontakan bersenjata sejak digulingkan dari kekuasaan dalam invasi militer pimpinan AS pada 2001, menyalahkan pemerintahan Kabul yang didukung barat atas dimulainya kembali pertempuran.
"Mereka (pasukan Afghanistan) memulai operasi ... jangan menyalahkan kami," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid kepada AFP.
Kelompok bersenjata itu terus menyerang pasukan Afghanistan bahkan setelah mereka menandatangani perjanjian damai dengan AS pada Februari 2020.
Mereka menyebut Kabul sebagai "rezim boneka" barat.
Sehari sebelumnya, tim negosiasi pemerintah dan kelompok bersenjata bertemu sebentar di Qatar. Hal ini disampaikan juru bicara politik Taliban, Suhail Shaheen.
Mereka memperbarui komitmen mereka pada hari Sabtu untuk menemukan akhir damai untuk perang dan menyerukan dimulainya pembicaraan lebih awal yang telah terhenti.
Kabul dan Taliban telah mengadakan pembicaraan di ibu kota Qatar, Doha sejak September 2020 sebagai bagian dari dorongan AS untuk mencapai perdamaian abadi di negara yang dilanda perang itu.
AS telah mendesak pembicaraan yang dipercepat antara para pemangku kepentingan Afghanistan saat menarik 2.500-3.500 tentaranya yang terakhir dan NATO yang tersisa 7.000 pasukan sekutunya.
Bahkan ketika Taliban dan pemerintah menandatangani gencatan senjata, yang dinyatakan untuk menandai hari raya Idul Fitri, kekerasan terus berlanjut di Afghanistan.
Sebuah pemboman pada Jumat di sebuah masjid di utara ibu kota menewaskan 12 jamaah, termasuk pemimpin salat. Sementara 15 orang lainnya terluka.
Taliban membantah berada di balik serangan itu. SITE Intelligence Group yang memantau aksi kelompok bersenjata menyebut pelakunya ISIS.
Al Jazeera tidak dapat memverifikasi klaim ISIL yang dilaporkan oleh SITE secara independen.
ISIS juga mengklaim telah meledakkan beberapa stasiun jaringan listrik selama akhir pecan, membuat Kabul dalam kegelapan untuk sebagian besar liburan tiga hari setelah bulan puasa Ramadhan.
Dalam posting di situs afiliasinya, ISIL mengklaim serangan tambahan selama dua minggu terakhir yang menghancurkan 13 stasiun jaringan listrik di beberapa provinsi.
Stasiun tersebut menjadi jalur pasokan listrik yang dikirim dari negara-negara Asia Tengah, seperti Uzbekistan dan Tajikistan.
Juru bicara pemerintah Kabul, Sanger Niazai,mengatakan, serangan itu telah menyebabkan sembilan provinsi termasuk Kabul pasokan listriknya terganggu.
Ada juga spekulasi, para pemimpin bersenjata local, yang menuntut uang perlindungan dari pemerintah untuk menjaga posko di daerah yang mereka kuasai, mungkin berada di balik kerusakan tersebut.
Setidaknya satu pemimpin bersenjata setempat ditangkap tahun lalu setelah menuntut uang perlindungan.
Kekerasan yang tampaknya tak terhentikan di Afghanistan membuat penduduk dan negara-negara kawasan khawatir penarikan terakhir tentara AS dan NATO dapat menyebabkan kekacauan lebih lanjut.
Presiden AS Joe Biden bulan lalu mengumumkan penarikan tentara AS dari Afghanistan paling lambat 11 September.
Pada Sabtu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan keprihatinannya atas penarikan cepat pasukan AS dan NATO melalui panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi.
Wang menyebut penarikan itu tergesa-gesa dan memperingatkan itu akan "sangat" berdampak pada proses perdamaian Afghanistan dan berdampak negatif terhadap stabilitas regional.
Dia meminta PBB untuk memainkan peran yang lebih besar.(Tribunnews.com/Aljazeera/xna)