Rabu, 1 Oktober 2025

Virus Corona

Akun Media Sosial Resmi China Buat Lelucon soal Covid-19 India, Samakan Lonjakan Pasien dengan Roket

Unggahan di media sosial Weibo, menunjukkan gambar peluncuran roket di China bersama dengan foto jenazah korban Covid yang dikremasi di India.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Weibo via BBC
Postingan yang diunggah oleh akun hukum resmi China di Weibo. Sebuah postingan di media sosial dari akun yang terkait dengan Partai Komunis China telah memicu kontroversi karena tampak membuat lelucon tentang krisis Covid-19 di India. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah postingan di media sosial dari akun yang terkait dengan Partai Komunis China telah memicu kontroversi karena tampak membuat lelucon tentang krisis Covid-19 di India.

Dilaporkan BBC, unggahan di media sosial Weibo, menunjukkan gambar peluncuran roket di China bersama dengan foto jenazah korban Covid yang dikremasi di India.

Caption dalam foto itu berbunyi, "Menyalakan api di China VS menyalakan api di India."

Postingan yang muncul pada Sabtu (1/5/2021) sore itu telah dihapus.

Baca juga: Banyak Diburu Pasca Tsunami Covid-19, Berapa Harga Konsentrator Oksigen Di India ?

Baca juga: India Diminta Eksplorasi Kemampuan Militernya untuk Tangani Krisis Covid-19, Ini Seperti Perang

Postingan yang diunggah oleh akun hukum resmi China di Weibo
Postingan yang diunggah oleh akun hukum resmi China di Weibo (Weibo via BBC)

Postingan itu dilaporkan diunggah oleh akun milik badan penegak hukum resmi China - Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat Partai Komunis - yang memiliki jutaan pengikut di Weibo, situs microblogging populer di negara itu.

Pengguna yang menanggapi postingan tersebut, dengan membagikan screenshot postingan asli, menulis bahwa itu postingan itu "tidak pantas" dan seharusnya China "menyatakan simpati untuk India".

Hu Xijin, editor-in-chief outlet media China Global Times, menulis:

"Pegang tinggi panji-panji kemanusiaan saat ini, tunjukkan simpati untuk India, dan tempatkan dengan tegas masyarakat China pada landasan moral yang tinggi."

Unggahan Weibo kontroversial itu muncul sehari setelah Presiden China, Xi Jinping mengirim pesan belasungkawa kepada Perdana Menteri India Narendra Modi atas krisis Covid-19 yang semakin mendalam di negara itu.

Xi Jinping mengatakan, China bersedia untuk meningkatkan kerja sama dengan India dan memberikan bantuan tambahan jika diperlukan.

Sementara itu, India sedang berjuang untuk mengatasi gelombang kedua virus corona yang menghancurkan.

Pada Sabtu (1/5/2021), India melaporkan rekor tertinggi 401.993 kasus baru Covid-19.

Dilansir Business Insider, tidak ada negara lain yang mencapai 400.000 kasus harian.

Krematorium di seluruh India juga dipenuhi dengan jasad.

Pasien juga mengalami sesak dan sekarat karena rumah sakit kehabisan oksigen.

India telah melaporkan lebih dari 300.000 kasus baru setiap hari selama sembilan hari berturut-turut sebelum mencapai angka 400.000.

Baca juga: India Diminta Eksplorasi Kemampuan Militernya untuk Tangani Krisis Covid-19, Ini Seperti Perang

Baca juga: Stok Vaksin Menipis, Hanya 6 Negara Bagian di India yang Mulai Vaksinasi Covid-19 Hari Ini

Seorang pria berdiri di tengah pembakaran para korban yang kehilangan nyawa karena virus Corona Covid-19 di tempat kremasi di New Delhi India pada 26 April 2021.
Seorang pria berdiri di tengah pembakaran para korban yang kehilangan nyawa karena virus Corona Covid-19 di tempat kremasi di New Delhi India pada 26 April 2021. (Money SHARMA / AFP)

India juga melaporkan lebih dari 3.500 kematian pada hari Sabtu - hari keempat berturut-turut dengan jumlah kematian yang melampaui 3.000.

Angka-angka itu kemungkinan besar merupakan undercount.

Artinya, kemungkinan masih ada kasus yang tidak tercatat dengan benar.

Investigasi New York Times yang diterbitkan minggu ini menemukan bukti yang semakin banyak yang menunjukkan bahwa korban jiwa sedang diabaikan atau diremehkan oleh pemerintah.

"Dari semua pemodelan yang kami lakukan, kami yakin jumlah kematian sebenarnya adalah dua hingga lima kali lipat dari yang dilaporkan," kata Bhramar Mukherjee, seorang ahli epidemiologi di Universitas Michigan, kepada Times.

Para ahli yang diwawancarai oleh Reuters menyatakan jumlah kematian bahkan bisa antara lima hingga 10 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan.

Sementara itu, Perdana Menteri India Narendra Modi belum menanggapi tuduhan tersebut.

"Ini akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik," kata Ashish Jha, seorang dokter dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Brown, tentang wabah India di Twitter pada hari Sabtu.

Varian virus corona yang menyebar dengan cepat mungkin adalah penyebab terbesar gelombang baru di India.

Tetapi sejumlah faktor lain juga dianggap berkontribusi pada penyebaran itu, seperti pertemuan sosial besar-besaran, peluncuran vaksin yang lambat, dan sistem perawatan kesehatan yang sangat tidak siap untuk masuknya pasien.

Baca juga: Kemenkes Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19 seperti India

Baca juga: Pemerintah Australia Ancam Penjarakan Warganya yang Nekat Kembali dari India

Orang-orang menunggu untuk mengisi ulang tabung oksigen medis mereka untuk pasien Covid-19 di stasiun pengisian oksigen di Allahabad India pada 24 April 2021.
Orang-orang menunggu untuk mengisi ulang tabung oksigen medis mereka untuk pasien Covid-19 di stasiun pengisian oksigen di Allahabad India pada 24 April 2021. (Sanjay KANOJIA / AFP)

"Ini adalah kegagalan kebijakan kolektif dan mengejutkan," tulis Jha dalam kolom opini di Hindustan Times pada hari Sabtu.

Ia menguraikan langkah-langkah yang ia yakini harus diambil oleh pemerintah dengan segera dan efektif.

Menurut Jha, pihak berwenang India harus bergerak cepat untuk menghentikan gelombang baru itu.

Ia menyebut pemerintah harus menghentikan pertemuan di dalam ruangan, menerapkan wajib memakai masker secara nasional dan meningkatkan pengujian.

Selain itu, meningkatkan pasokan obat-obatan dan oksigen, meningkatkan upaya vaksinasi, dan melakukan lebih banyak pengurutan genom untuk melacak varian COVID-19 juga harus dilakukan.

"Mei akan menjadi bulan yang mengerikan di India. Juni akan sulit," katanya.

"Jika kita mengambil langkah-langkah yang diuraikan di sini, kita akan melihat kemajuan nyata pada Juni, dan, pada Juli, segalanya mungkin jauh lebih baik."

"Tapi jika kita melakukan hal-hal ini dengan setengah hati sekarang, mimpi buruk yang dialami India sekarang akan bertahan lebih lama."

Amerika Serikat, yang awal pekan ini berjanji untuk membantu India memproduksi lebih banyak vaksin, memberlakukan pembatasan perjalanan baru di negara itu karena lonjakan virus corona.

Pergerakan diterapkan Jumat lalu untuk sementara melarang sebagian besar warga negara non-AS memasuki Amerika Serikat.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Berita lainnya seputar situasi Covid-19 di India

 
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved