Krisis Myanmar
Dewan Keamanan PBB Serukan Pembebasan Aung San Suu Kyi
Pemimpin terpilih Suu Kyi telah ditahan sejak Senin, ketika dia digulingkan oleh militer atas dalih melakukan kecurangan Pemilu November lalu.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan pembebasan pemimpin sah Myanmar Aung San Suu Kyi dan tokoh sipil lainnya yang ditahan oleh militer.
DK PBB juga menyuarakan keprihatinan atas keadaan darurat di Myanmar, demikian dilansir Reuters, Jumat (5/2/2021).
Dalam pernyataan bersama, Kamis (4/2/2021) waktu setempat, DK PBB "menekankan perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan aturan hukum."
"Mendorong dilakukannya dialog dan rekonsiliasi sesuai dengan kepentingan rakyat Myanmar," kata pernyataan itu.
Pernyataan DK PBB tidak menyebutkan soal kudeta, untuk mendapatkan dukungan dari China dan Rusia, yang selama ini melindungi Myanmar dari setiap tindakan dewan yang signifikan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres berjanji pada Rabu (3/2/2021) lalu akan memobilisasi tekanan internasional yang cukup terhadap militer Myanmar "untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal."
Juru bicara misi PBB di China mengatakan Beijing berharap pesan-pesan utama dalam pernyataan Dewan Keamanan "dapat diindahkan oleh semua pihak dan mengarah pada hasil yang positif bagi Myanmar."
"Sebagai tetangga Myanmar yang bersahabat, China berharap semua pihak di Myanmar mengutamakan aspirasi dan kepentingan rakyat, menangani perbedaan dengan benar melalui dialog yang sesuai dengan konstitusi dan hukum serta menjaga stabilitas politik dan sosial," kata juru bicara itu.
"Komunitas internasional harus menciptakan lingkungan eksternal yang sehat bagi Myanmar untuk menyelesaikan perbedaan dengan benar."
Pemimpin terpilih Suu Kyi telah ditahan sejak Senin, ketika dia digulingkan oleh militer atas dalih melakukan kecurangan Pemilu November lalu.
Dia juga menghadapi tuduhan mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal, berdasarkan dokumen polisi.
Sekitar 147 orang telah ditahan sejak kudeta militer berlangsung, termasuk aktivis, anggota parlemen dan pejabat dari pemerintahan Suu Kyi, demikian Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan pada Kamis (4/2/2021).
Baca juga: Kuasai Pemerintahan, Militer Myanmar Blokir Sementara Jaringan Media Sosial
Baca juga: Junta Militer Myanmar Blokir Facebook untuk Pastikan Stabilitas Keamanan
Lagi, Militer Myanmar Tahan Tokoh Sipil
Junta Militer Myanmar masih terus melakukan penahanan terhadap tokoh sipil setelah melakukan kudeta menggulingkan pemerintahan sah di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi, Senin (1/2/2021) lalu.
Kali ini tokoh terkemuka lainnya di Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang mengusung Suu Kyi, Win Htein.
Hal itu disampaikan langsung oleh Win Htein kepada Reuters pada Jumat (5/2/2021) bahwa ia telah ditangkap setelah kudeta minggu ini bahkan ketika Dewan Keamanan PBB menyerukan agar para tahanan dibebaskan.
Win Htein (79) adalah seorang pendukung Suu Kyi dan tahanan politik yang selama puluhan tahun berkampanye untuk mengakhiri pemerintahan militer.
Ia mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa dirinya dibawa oleh petugas polisi dengan mobil dari Yangon ke ibu kota, Naypyidaw.
Dia tidak mengatakan tuduhan apa yang akan dia hadapi.
"Kami telah diperlakukan buruk, terus menerus untuk waktu yang lama. Saya tidak pernah takut pada mereka karena saya tidak melakukan kesalahan sepanjang hidup saya," tegasnya.
Junta Militer Myanmar Blokir Facebook
Junta militer Myanmar memblokir Facebook demi memastikan stabilitas pada Kamis (4/2/2021).
Pesan WhatsApp Facebook juga diblokir, demikian dilaporkan Reuters, Kamis (4/1/2021).
Pemblokiran Facebook diambil junta militer ketika setidaknya tiga aktivis ditangkap pada unjuk rasa memprotes kudeta yang menggulingkan pemerintahan di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi.
Penentangan terhadap junta militer telah muncul sangat kuat di Facebook, yang merupakan platform internet utama negara itu dan mendukung komunikasi untuk bisnis dan pemerintah.
Facebook masih bisa diakses dengan cara tertentu.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Tak Merasa Prihatin pada Aung San Suu Kyi Terkait Kudeta Militer di Myanmar
Baca juga: Nasib Aung San Suu Kyi: dari Kudeta, Dugaan Kecurangan Pemilu hingga Didakwa Langgar UU Ekspor-Impor
Demonstran di kota Mandalay menggunakan Facebook untuk melakukan livestreaming aksi protes massal pertama menentang kudeta.
"Protes rakyat terhadap kudeta militer," tulisan salah satu spanduk.
Demonstran meneriakkan: "Pemimpin kami yang ditangkap, lepaskan sekarang, lepaskan sekarang."
Tiga orang ditangkap, kata tiga kelompok mahasiswa di tempat terpisah. Reuters tidak dapat menghubungi polisi untuk berkomentar.
Usai ditahan militer, kini penerima Nobel Perdamaian Suu Kyi menghadapi tuduhan mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Jejaring sosial ini juga telah digunakan untuk berbagi gambar Gerakan Ketidakpatuhan oleh dokter dan tenaga medis di rumah sakit pemerintah di seluruh negeri.
Para dokter melakukan aksi mogok kerja dan mengenakan pita warna merah partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi.
Gambar yang dibagikan di Facebook pada Rabu (3/2/2021), menunjukkan para pekerja di kementerian pertanian bergabung dalam gerakan tersebut.
Tanda-tanda kemarahan warga lainnya telah muncul.
Selama dua malam, orang-orang di Yangon dan kota-kota lain telah memukul-mukul panci dan wajan serta membunyikan klakson mobil. Gambar aksi ini beredar luas di Facebook.
"Lampu bersinar dalam gelap," kata Min Ko Naing, seorang veteran masa lalu melawan pemerintahan militer.
"Kita perlu menunjukkan berapa banyak orang yang menentang kudeta yang tidak adil ini."
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan Facebook, yang digunakan oleh setengah dari lebih dari 53 juta penduduk Myanmar, akan diblokir hingga 7 Februari karena pengguna "menyebarkan berita palsu dan informasi yang salah serta menyebabkan kesalahpahaman".
Suu Kyi tidak terlihat sejak penangkapannya bersama dengan para pemimpin partai lainnya.

NLD memenangkan sekitar 80 persen suara dalam pemungutan suara 8 November lalu, menurut komisi pemilihan umum Myanmar.
Hasil ini ditolak militer dan menyatakan tuduhan kecurangan yang tidak berdasar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan akan menaikkan tekanan internasional untuk memastikan hak rakyat dihormati.
"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat diwawancarai yang disiarkan The Washington Post, Rabu (3/2/2021). (Reuters/Channel News Asia/AFP/Washington Post)