AS Tawarkan Bantuan Rp 28 T Agar Indonesia Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel, Ini Kata Kemenlu
Dalam percakapan Jokowi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di telepon pada minggu lalu, telah diutarakan tentang hal tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menegaskan bahwa Indonesia tetap tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Meskipun muncul pernyataan Amerika Serikat yang janji memberikan bantuan hingga Rp 28 triliun jika Indonesia membuka hubungan diplomtaik, Teuku memastikan, tak ada niatan pemerintah untuk membukanya.
"Ibu Menteri Luar Negeri (Menlu) sudah sampaikan bahwa hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel," tegas Teuku kepada Kompas.com, Kamis (24/12/2020).
Selain itu, kata dia, kepastian bahwa Indonesia tak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel telah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Indonesia Tolak Buka Hubungan Diplomatik Israel, Presiden Palestina Berterima Kasih ke Jokowi
Dalam percakapan Jokowi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di telepon pada minggu lalu, telah diutarakan tentang hal tersebut.
"Oleh karenanya tidak relevan menanggapi sinyalemen atau artikel tersebut," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjanjikan bantuan pembangunan hingga 2 miliar dollar AS (Rp 28 triliun) jika Indonesia mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh pejabat top pemerintahan Trump, Adam Boehler, kepada Bloomberg dan kemudian dipublikasikan pada Selasa (22/12/2020).
Pernyataan Boehler kepada Bloomberg tersebut juga dikutip oleh media Israel, The Times of Israel.
Boehler mengatakan, RI akan mendapat bantuan pembangunan mulai 1 miliar dollar AS (Rp 14 triliun) hingga 2 miliar dollar AS (Rp 28 triliun) jika mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Boehler merupakan CEO US International Development Finance Corporation (DFC), sebuah lembaga keuangan milik Pemerintah AS.
“Kami sedang membicarakannya dengan mereka (Indonesia),” kata Boehler kepada Bloomberg di Yerusalem.
“Jika mereka siap, kami akan dengan senang hati, bahkan memberikan dukungan lebih berupa dukungan finansial,” ucap Boehler.
Haram Hukumnya
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta menyebut, normalisasi hubungan dengan Israel haram hukumnya.
Pernyataan itu disampaikannya menanggapi beredarnya pernyataan dari pihak-pihak di luar negeri yang terus menyuarakan Indonesia akan mendapatkan bantuan dan akan memberikan dampak ekonomi jika melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
"Saya berharap pemerintah tidak tergiur bantuan ekonomi. Harga diri bangsa dan cita-cita pendiri bangsa terlalu murah dijual atas nama kepentingan ekonomi," kata Sukamta kepada wartawan, Kamis (24/12/2020).
Baca juga: Digoda Miliaran Dolar dari Trump agar Jalin Hubungan dengan Israel, Ini Tanggapan Kemenlu RI
"Pemerintah Indonesia harus terus berkomitmen dengan garis politik luar negeri yang menolak segala bentuk penjajahan. Upaya melakukan normalisasi hubungan dengan negara penjajah, ini jelas bertentangan dengan amanat pembukaan UUD NRI 1945," imbuhnya.
Menurut anggota Komisi I DPR RI ini, apapun bentuk kerja sama dengan Israel yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia akan menciderai cita-cita para pendiri bangsa dan umat Islam.
Merujuk pada pernyataan pihak-pihak luar negeri dan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia, Sukamta juga mengkritisi gerak pemerintah akhir-akhir ini yang bersamaan dengan hari-hari terakhir Presiden Amerika Serikat Donald Trump lengser.
Baca juga: Donald Trump Tawarkan Bantuan Keuangan Miliaran Dolar Jika Indonesia Jalin Hubungan dengan Israel
“Semestinya pemerintah Indonesia menunggu presiden baru, policy maker baru bukan malah seperti kejar tayang. Langkah-langkah pemerintah tidak etis secara diplomatik dan terkesan ada target terselubung yang dikejar untuk diselesaikan," ucapnya.
Lebih lanjut Ketua DPP PKS ini menilai normalisasi yang telah terjadi antara Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko tidak hanya bermotif ekonomi tetapi juga ada agenda politik yang saling bertautan.
"Saya kira jelas ada kepentingan Amerika Serikat untuk memperkuat posisi di Timur Tengah dan Laut Mideterania yang mulai terusik oleh kekuatan Rusia, Turki dan juga Cina," ucapnya.
Baca juga: PKS Desak Pemerintah Batalkan Calling Visa untuk Israel
"Sementara UEA, Bahrain dan Maroko punya kepentingan untuk memperkuat posisi secara regional. Situasi ini bisa jadi akan melemahkan upaya menghidupkan peta jalan damai Palestina - Israel dan kemerdekaan Palestina. Hal ini mengingat dalam soal Palestina, Amerika sering menentang keputusan PBB dan lebih memihak kepada Israel," pungkasnya.
Menjelang akhir kepemimpinan Donald Trump, pemimpin-pemimpin Amerika Serikat dan Israel terus berusaha mendorong banyak negara yang bersedia melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Setelah Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan dan Maroko melakukannya dalam beberapa bulan terakhir, berbekal iming-iming bantuan ekonomi, investasi, bahkan kompensasi geopolitik.
Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com (Chaerul).