Kamis, 2 Oktober 2025

POPULER Internasional: 1 Juta Orang di China Disuntik Vaksin Sinopharm | Aksi Unjuk Rasa di Thailand

Berikut rangkuman berita populer Tribunnews dalam 24 jam terakhir. Sekitar 1 juta orang di China telah menerima suntikan vaksin Covid-19 ekperimental

Kolase Tribunnews
POPULER Internasional: 1 Juta Orang di China Disuntik Vaksin Sinopharm | Aksi Unjuk Rasa di Thailand 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut rangkuman berita populer Tribunnews dalam 24 jam terakhir.

Sekitar 1 juta orang di China telah menerima suntikan vaksin Covid-19 ekperimental dari Sinopharm.

Sementara itu, anggota Senior Kerajaan Saudi, Turki al-Faisal mendesak Joe Biden agar tak bergabung lagi dengan kesepakatan Iran.

Ada pula kekhawatiran soal Donald Trump yang mungkin akan memecat banyak pejabat selama masa transisi kepresidenan.

Di Thailand, para pengunjuk rasa menargetkan kantor polisi.

1. Vaksin Covid-19 ‘Sinopharm’ Buatan China Sudah Disuntikkan kepada Sekitar Satu Juta Orang

Seorang staf menampilkan sampel vaksin Covid-19 yang tidak aktif di pabrik produksi vaksin China National Pharmaceutical Group Co., Ltd. (Sinopharm) di Beijing, ibukota China, 10 April 2020.
Seorang staf menampilkan sampel vaksin Covid-19 yang tidak aktif di pabrik produksi vaksin China National Pharmaceutical Group Co., Ltd. (Sinopharm) di Beijing, ibukota China, 10 April 2020. (Zhang Yuwei / XINHUA / Xinhua via AFP)

Hampir satu juta orang sudah menerima suntikan vaksin virus corona (Covid-19) eksperimental yang dikembangkan oleh China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) dalam program penggunaan darurat negara itu.

Demikian disampaikan perusahaan farmasi Beijing itu, seperti dilansir Reuters, pada Kamis (19/11/2020).

China meluncurkan program penggunaan darurat vaksin pada Juli lalu, untuk pekerja medis dan kelompok terbatas lainnya bahkan karena studi klinis belum selesai untuk membuktikan keamanan dan kemanjuran tiga kandidat vaksin yang dikembangkan perusahaan farmasi Beijing.

“Tidak ada reaksi atau efek samping yang serius dilaporkan dari mereka yang menerima vaksin dalam penggunaan darurat,” jelas Sinopharm dalam sebuah artikel  di media sosial WeChat, mengutip Chairman Ketua Liu Jingzhen dari wawancara media baru-baru ini.

BACA SELENGKAPNYA >>>

2. Pangeran Saudi Desak Joe Biden Tak Gabung Lagi dengan Kesepakatan Iran

Anggota Senior Kerajaan Saudi, Turki al-Faisal mendesak Joe Biden agar tak bergabung lagi dengan kesepakatan Iran.

Dalam pidatonya di Dewan Nasional Hubungan AS-Arab pada Selasa (17/11/2020), Pangeran Turki memperingatkan bahwa kembalinya AS ke Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) akan merusak stabilitas kawasan terkait.

Mengutip Middle East Eye, kesepakatan multilateral membuat Iran mengurangi program nuklirnya dengan imbalan mencabut sanksi terhadap ekonominya.

Presiden Trump keluar dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018.

Baca juga: Menlu Iran: Biden Dapat Cabut Sanksi Terhadap Teheran dengan Tiga Perintah Eksekutif &;

Baca juga: Iran Bantah Klaim Orang Nomor 2 Al-Qaeda Tewas di Teheran

Ilustrasi Lokasi Nuklir Iran. Anggota Senior Kerajaan Saudi Turki al-Faisal mendesak Joe Biden agar tak bergabung lagi dengan kesepakatan Iran, alam pidato di Dewan Nasional Hubungan AS-Arab pada Selasa (17/11/2020).
Ilustrasi Lokasi Nuklir Iran. Anggota Senior Kerajaan Saudi Turki al-Faisal mendesak Joe Biden agar tak bergabung lagi dengan kesepakatan Iran, alam pidato di Dewan Nasional Hubungan AS-Arab pada Selasa (17/11/2020). (BBC)

Tetapi, Presiden AS terpilih, berjanji untuk mencabut sanksi Iran, jika Teheran menaati peraturan.

"Bergabung kembali dengan kesepakatan tidak akan membantu stabilitas di wilayah kami," papar Pangeran Turki.

Dia menambahkan, jika Teheran mendapat keringanan sanksi, itu akan membuat Washington "memeras" ketika mengadakan pembicaraan mengenai peran Iran di negara-negara seperti Irak dan Suriah.

"Negosiasi JCPOA membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan. Tuan Presiden terpilih, jangan mengulangi kesalahan dan kekurangan dari kesepakatan pertama," tegas Pangeran Turki.

BACA SELENGKAPNYA >>>

3. Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS Khawatir Trump Pecat Banyak Pejabat Jelang Transisi

Presiden AS Donald Trump setelah menyampaikan update tentang
Presiden AS Donald Trump setelah menyampaikan update tentang "Operation Warp Speed" di Rose Garden Gedung Putih di Washington, DC pada 13 November 2020. (MANDEL NGAN / AFP)

Mantan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Bolton memprediksi akan ada lebih banyak slip merah muda yang mungkin akan dikeluarkan Presiden Donald Trump jelang masa transisi.

Pernyataan itu disampaikannya dalam sebuah wawancara dengan The Washington Post pada Rabu waktu setempat.

Baca juga: Dibalik Adegan Ikonik Donald Trump di Film Home Alone 2, Ternyata Ada Sebuah Pemaksaan Ini

"Yang saya khawatirkan adalah bahwa ada daftar musuh di Gedung Putih yang masih harus disingkirkan, dan masih banyak lagi. Mungkin ada daftar itu dalam kepala Donald Trump, saya khawatir ia menuliskannya," kata Bolton.

Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (19/11/2020), mantan pejabat administrasi Trump ini juga menyatakan bahwa 'memecat' adalah hobi buruk dari mantan bosnya yang sebelumnya juga telah 'membuang' Christopher Krebs.

Krebs sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Keamanan Siber Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.

Saat itu, Krebs diberikan slip merah jambu pada hari Selasa lalu, Trump menjelaskan melalui akun Twitternya bahwa pejabat keamanan dunia maya AS tersebut telah memberikan pernyataan yang sangat tidak akurat mengenai keamanan pemilihan presiden AS.

Trump juga menuding adanya ketidakwajaran dan penipuan besar-besaran dalam Pemilu AS 2020.

Namun sebelumnya pada hari yang sama, Krebs telah membantah klaim adanya penipuan surat suara dan mengatakan tidak ada bukti campur tangan pihak lain dalam agenda pemilihan itu.

BACA SELENGKAPNYA >>>

4. Pengunjuk Rasa Thailand Lempar Cat hingga Semprotkan Air ke Markas Polisi

Demonstrasi terjadi di jalanan Bangkok, Thailand.
Demonstrasi terjadi di jalanan Bangkok, Thailand. (Unsplash / Kitthitorn Chaiyuthapoo)

Pengunjuk rasa anti-pemerintah di Ibu Kota Thailand, Bangkok, menyemprotkan air dan melemparkan cat ke markas polisi.

Aksi demonstrasi ini berlangsung sehari setelah polisi menggunakan gas air mata dan meriam air pada pengunjuk rasa.

Situasi demo di Thailand dapat diamati lewat beragam unggahan di media sosial.

Akun Twitter media lokal Khaosod English melaporkan di lokasi unjuk rasa.

Baca juga: 55 Orang Terluka dalam Demo Tuntut Reformasi di Thailand, Ada yang Kena Gas Air Mata hingga Peluru

Baca juga: Belajar dari Thailand, Satgas: Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Kunci Utama Melawan Covid-19

"Protes malam ini diakhiri dengan pelemparan cat. Para aktivis menyerukan unjuk rasa lain yang akan diadakan di Bangkok pada 25 November," tulis Khaosod Englsih, Rabu (18/11/2020).

Seperti diketahui, pada mahasiswa memimpin aksi demo menuntut perubahan pada konstitusi Kerajaan Thailand.

Selain itu, demonstran juga menuntut agar Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dilengserkan dari jabatannya.

Mengutip Al Jazeera, Prayuth Chan-ocha sendiri memperoleh jabatannya setelah mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014 lalu.

Beberapa orang yang tergabung dalam gerakan tersebut menyerukan reformasi monarki yang anti kritik.

Pada Rabu (18/11/2020), para demonstran memadati persimpangan Ratchaprasong di jantung distrik perbelanjaan Bangkok.

BACA SELENGKAPNYA >>>

(Tribunnews.com)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved