12 Ribu Migran di Yunani Tidur di Jalan Pasca Kebakaran: Warga Lokal Protes, Ingin Mereka Diusir
Penduduk lokal Yunani di sekitar kamp pengungsian migran terbesar di negara itu, Moria, melakukan aksi penolakan para migran ini.
TRIBUNNEWS.COM - Penduduk lokal Yunani di sekitar kamp pengungsian migran terbesar di negara itu, Moria, melakukan aksi penolakan para migran.
Diberitakan sebelumnya, kamp Moria di Pulau Lesbos Yunani terbakar hebat pada Selasa (8/9/2020).
Api menghanguskan seluruh bangunan di sana, sehingga lebih dari 12.000 pengungsi harus dievakuasi.
Menurut laporan The Guardian, para migran itu kini terlantar dan harus tidur di jalanan.
Nahasnya, penduduk lokal justru melakukan protes agar para migran keluar dari wilayah mereka.
Baca: Kamp Pengungsian Migran Terbesar Yunani Terbakar, Migran Ditolak Masuk Kota hingga Tidur di Ladang
Baca: Sejarah Berjabat Tangan, Sudah Ada Sejak Zaman Yunani Kuno di Abad ke-5 SM

Warga memarkir truk-truk besar di tengah jalan untuk memblokir petugas yang akan memperbaiki kamp pengungsian.
Mereka tidak ingin kamp itu diperbaiki dan muncul tenda-tenda baru.
"Sekarang adalah waktunya untuk menghentikan Moria selamanya," kata Vangelis Violatzis, salah seorang pemimpin aksi itu dikutip dari Daily Mail.
"Kami tidak menginginkan kamp lain, dan kami akan menentang pekerjaan konstruksi apa pun."
"Kami telah menghadapi situasi ini selama lima tahun, inilah saatnya bagi orang lain untuk menanggung beban ini," jelasnya menolak kamp Moria dibangun kembali.
Sudah tiga hari ini, lebih dari 12.000 pengungsi tidur di jalanan karena kehilangan rumah.
Sementara ini, Prancis, Jerman, dan Belanda sudah menawarkan bantuan kepada pemerintah Yunani.
Pemerintah Yunani mengatakan bahwa kebakaran itu terjadi karena ulah para pencari suaka tersebut.
Api berawal dari protes para migran terkait isolasi Covid-19 yang diberlakukan otoritas kepada kamp Moria.
Baca: Ini Negara-negara Eropa yang Paling Aman saat Pandemi Covid-19, Ada Yunani hingga Rumania
Baca: Permohonan Suaka Ditolak Kanada, Mantan Pengawal Kim Jong Il Ketakutan Jika Dideportasi ke Korsel

Kamp Moria merupakan fasilitas penampungan migran yang utama dan terbesar di Yunani.
Pasca kebakaran, orang-orang dari berbagai negara ini melarikan diri ke perkebunan zaitun di sekitar lokasi kejadian.
"Kami telah kehilangan segalanya, kami ditinggalkan, tanpa makanan, air atau obat-obatan," kata Fatma Al-Hani, seorang wanita Suriah.
Pengungsi lain asal Kongo, Gaelle Koukanee, bercerita bahwa polisi memadamkan api dengan gas air mata.
"Kami memiliki anak-anak, orang tua cacat di antara kami. Mengapa mereka kurang rasa kemanusiaan?" kata ibu muda yang sedang hamil tersebut.
Beruntung, tidak ada pengungsi yang terluka parah.
Namun, kobaran api menghancurkan bagian utama kamp yang menampung 4.000 orang.
Kebakaran kedua terjadi pada Rabu (9/9/2020) malam, menghancurkan sebagian besar kamp yang tersisa.
Kemudian pada hari selanjutnya, kebakaran kecil terjadi di beberapa titik.
Saat ini, anak-anak di bawah umur sudah dievakuasi dari Pulau Lesbos ke Yunani utara.
Kamp Moria merupakan rumah bagi sekitar 12.000 migran pengungsi.

Baca: Yunani-Mesir Sahkan Kesepakatan Maritim, Setelah Turki Umumkan akan Adakan Latihan di Mediterania
Baca: Harry Maguire Ditangkap Polisi Yunani, Begini Tanggapan Manchester United
Sebenarnya jumlah ini empat kali lebih banyak dibanding kapasitas aslinya.
Menurut InfoMigrants, sekitar 70 persen orang di kamp itu berasal dari Afghanistan.
Lebih lanjut, para migran yang tinggal di sana berasal dari 70 negara.
Menteri Migrasi, Notis Mitarachi. mengatakan bahwa pencari suaka menyalakan api dalam protes atas tindakan karantina setelah 35 orang di kamp dinyatakan positif corona.
Beberapa orang yang melarikan diri dari kebakaran pada Selasa dan Rabu malam kemudian dinyatakan positif Covid-19.
Ini mempersulit upaya pemerintah mengisolasi para migran yang terjangkit virus itu.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)