Donald Trump Timbulkan Kompleksitas Geopolitik Timur Tengah
Deal of Century juga mengakibatkan Yarusalem Timur juga tidak akan menjadi ibukota palestina, jika Palestina merdeka.
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tampilnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dinilai menimbulkan kompleksitas baru pada geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Dubes Indonesia untuk Yordania dan Palestina, Andy Rachmianto mengatakan kebijakan AS selama 4 tahun belakangan banyak mengalami pergeseran dalam menyikapi perkembangan di kawasan Timur Tengah.
"Sejak Donald Trump jadi presiden, situasi Palestina baik di tepi barat maupun di jalur Gaza semakin memprihatinkan dan semakin tidak menentu," kata Andy dalam diskusi daring yang diselenggarakan Permata FM, Sabtu (22/8/2020)
Menurutnya dukungan AS yang penuh dan tanpa syarat pada Israel menjadi justifikasi bagi pelaksanaan kebijakan Israel yang semakin agresif terhadap Palestina.
Baca: Soroti Kinerja Pemerintah, Joe Biden Sebut Presiden Donald Trump Bawa Amerika Menuju Kegelapan
Hal ini menyebabkan masa depan Palestina penuh ketidak pastian.
Bentuk dukungan AS antara lain dengan mengakui Yarusalem sebagai ibukota Israel, pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yarusalem.
Baca: Turki Temukan Gas Alam Terbesar dalam Sejarah, Hindari Ketergantungan Impor dari Rusia dan Iran
Belum lagi penutupan kantor perwakilan PLO di Washington DC dan juga penghentian bantuan AS kepada badan fungsi PBB yang mengurusi Palestina (UNRWA), serta jurang proposal perdamaian (deal of Century).
"Keberpihakan AS dengan Israel menciptakan dua tantangan utama bagi Palestina. Pertama, terkait proposal perdamaian. Kedua rencana aneksasi Israel pada Palestina," kata Andy.
Deal of Century, menjadikan Perdana Menteri (PM) Israel, Netanyahu menjadi lebih percaya diri melaksanakan kebijakan yang lebih agresif terhadap Palestina.
Contohnya PM Netanyahu telah mengeluarkan kebijakan untuk memperbanyak pemukiman ilegal Yahudi di tepi barat.
"Sejak tahun 1967 sudah hampir 200 koloni yang telah dibangun dan kira-kira hampir lebih 700 ribu warga Yahudi yang telah menetap di tepi barat.
Deal of Century yang dianggap merugikan Palestina diantaranya telah merubah status quo Palestina sebagai negara yang diakui secara internasional oleh 137 negara anggota PBB.
Perjanjian tersebut juga merubah status quo tentang kota suci Yarusalem, dan wilayah tepi barat dan jalur Gaza rencananya akan di pisah,
"Sehingga jika Palestina merdeka, batas wilayah yang di tuntut pada tahun 1967 akan tidak sesuai lagi," kata Andy
Deal of Century juga mengakibatkan Yarusalem Timur juga tidak akan menjadi ibukota palestina, jika Palestina merdeka.
Menurut Dubes Andy hal tersebut merupakan satu hal yang perlu ditegaskan.
"Bahkan menurut deal of Century, jika nantinya Palestina merdeka, maka ibukota nya akan diberikan di kota kecil diluar Yarusalem bernama Abu Dis," katanya.
Baca: Istana Bantah Isu Reshuffle, Mensesneg: Presiden Perintahkan Menteri Fokus Bekerja
Mengenai isu pengungsi Palestina, menurut deal of Century yang diakui hanya pengungsi Palestina yang pada tahun 1948 dan 1967 mengungsi keluar dari Palestina.
"Jadi yang akan diakui hanya sekitar 700 ribu pengungsi dari jumlah pengungsi Palestina yang menurut UNWRA ada sekitar 5,5 juta yang tersebar di beberapa negara, termasuk di Yordania, Suriah, Lebanon, di tepi barat dan jalur Gaza," kata Dubes RI
Palestina menurut deal of Century juga akan diperlakukan layaknya real estate yang akan dibangun menjadi pusat pemukiman, perekonomian, dan perdagangan dengan diberikan investasi dan sponsor dari negara-negara pendonor utama, termasuk negara Arab di wilayah teluk.