Minggu, 5 Oktober 2025

Korea Utara Tunda Aksi Militer Terhadap Korea Selatan

Keputusan itu diambil dalam rapat Komisi militer Pusat Partai yang berkuasa pada hari Selasa (23/6/2020).

Ed JONES / AFP
ILUSTRASI - (FILES) Dalam file ini foto diambil pada 9 September 2018, tank Tentara Rakyat Korea (KPA) ikut serta dalam parade militer di lapangan Kim Il Sung di Pyongyang. Tentara Korea Utara "sepenuhnya siap" untuk mengambil tindakan terhadap Korsel, kata media pemerintah pada 16 Juni 2020 dalam keributan verbal terbaru dari Pyongyang, beberapa hari setelah saudara perempuan pemimpinnya mengancam gerakan militer terhadap Seoul. 

TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Korea Utara memutuskan untuk menangguhkan rencana aksi militer terhadap Korea Selatan.

Demikian kantor berita resmi Korea Utara KCNA melaporkan pada hari Rabu (24/6/2020), seperti dilansir Reuters.

Keputusan itu diambil dalam rapat Komisi militer Pusat Partai yang berkuasa pada hari Selasa (23/6/2020).

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, memimpin pertemuan itu melalui konferensi video.

"Anggota menyampaikan situasi yang sedang terjadi, sebelum memutuskan untuk menangguhkan rencana militer," kata laporan itu, tanpa menguraikan lebih dalam.

Komite juga membahas dokumen-dokumen yang menguraikan tindakan-tindakan "lebih lanjut untuk menangkal perang negara itu," KCNA melaporkan.

Ketegangan politik antara dua Korea meningkat atas rencana kelompok-kelompok pembelot di Korea Selatan untuk mengirim selebaran propaganda ke Korea Utara.

Korea Utara menilai, gerakan tersebut melanggar kesepakatan antara kedua negara yang bertujuan mencegah konfrontasi militer.

Bahkan Korea Utara menuduh pembelot menghina martabat pemimpin tertinggi Korea Utara.

Militer Korea Utara terlihat memasang kembali pengeras suara di dekat Zona Demiliterisasi (DMZ).

Korea Utara pun meledakkan sebuah kantor penghubung bersama di Kaesong dan menyatakan mengakhiri dialog dan mengancam akan melakukan aksi militer.

Korea Utara pun mengancam akan melancarkan aksi balasan terhadap Korea Selatan, membalas aksi para pembelot yang mengirim selebaran propaganda ke Pyongyang selama ini.

Tidak main-main, Negara yang dipimpin Kim Jong Un itu akan "membombardir" 12 juta selebaran propaganda ke Korea Selatan dalam waktu dekat.

Rencananya 12 juta selebaran propaganda itu akan melintasi perbatasan dua Korea.

Hal ini dilaporkan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), Senin (22/6/2020), seperti dilansir AP.

Korea Utara mengatakan telah memproduksi 12 juta selebaran propaganda yang akan diterbangkan ke Korea Selatan.

Dijelaskan, 12 juta selebaran itu akan diterbangkan dalam 3.000 balon udara dan peralatan pengiriman lainnya.

"Rencana kami mendistribusikan selebaran melawan musuh sebagai letusan dari kemarahan tak terpadamkan dari semua orang dan seluruh masyarakat," demikian KCNA melaporkan.

Korea Utara baru-baru ini merilis foto yang menunjukkan puntung rokok mengotori selebaran bergambar Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, yang katanya akan turut terbang ke Seoul.

Korea Utara juga menyatakan akan memutus semua saluran komunikasi pemerintah dan militer.

Pun Korea Utara tidak lagi mengindahkan perjanjian militer yang dicapai pada 2018 lalu, untuk mengurangi ancaman konvensional, dan risiko pertempuran di daerah perbatasan dua Korea.

Korea Utara juga menolak tawaran Korea Selatan mengirimkan utusan khusus untuk melakukan pembicaraan mengenai ketegangan yang akhir-akhir ini terjadi.

Bahkan Korea Utara mengancam akan memperbanyak pasukan ke daerah perbatasan atau di Zona Demiliterisasi (DMZ).

Demikian laporan kantor berita Korea Utara, KCNA, sehari setelah Pyongyang meledakkan sebuah kantor penghubung bersama dengan Korea Selatan.

Pada Senin (15/6/2020), Presiden Moon Jae-in ingin mengirim penasihat keamanan nasionalnya, Chung Eui-Yong sebagai Utusan Khusus untuk melakukan pembicaraan dengan Korea Utara.

Namun Kim yo Jong, adik dari pemimpin Korea Utara Kim Jong un dan seorang pejabat senior Partai yang berkuasa, "menolak tawaran yang tidak bijaksana dan menyeramkan".

Rodong Sinmun, Surat Kabar resmi Partai Buruh yang berkuasa di Korea Utara, menerbitkan foto yang menunjukkan kantor penghubung sebelum dan sesudah dihancurkan, bersama serangkaian artikel dan komentar KCNA yang mengkritik Korea Selatan.

Kim Yo Jong juga dengan keras mengkritik Presiden Moon dalam pernyataan yang dimuat KCNA dalam laporan yang lain.

Adik Kim Jong Un itu menuding Moo gagal mengimplementasikan salah satu isi Perjanjian tahun 2018.

Dalam laporan KCNA yang lain pada Rabu (17/6/2020), juru bicara Staf Umum Tentara Rakyat Korea Utara (KPA) mengatakan akan mengirimkan pasukan ke Gunung Kumgang dan Kaesong dekat perbatasan, di mana kedua negara tersebut telah melakukan proyek ekonomi bersama di masa lalu.

Juru bicara KPA juga mengatakan polisi yang telah ditarik dari Zona Demiliterisasi (DMZ) akan dibangun kembali.

Sementara unit artileri akan diperkuat di dekat perbatasan laut Barat, di mana para pembelot sering mengirim pesan-pesan propaganda anti-Korea Utara.

Kementerian Pertahanan Seoul mendesak Korea Utara untuk mematuhi Pakta militer 2018 antar-Korea, di mana kedua belah pihak berjanji untuk menghentikan "semua tindakan bermusuhan" dan membongkar pos militer di sepanjang DMZ.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan pada perkembangan terbaru di Semenanjung Korea.

"Sekjen PBB menyerukan dimulainya kembali dialog antar-Korea yang mengarah ke solusi damai yang memberi manfaat bagi perdamaian dan kemakmuran bagi semua orang," kata juru bicara PBB Eri Kaneko di New York. (Reuters/AP/Yonhap)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved