Rabu, 1 Oktober 2025

Rusuh di Amerika Serikat

7 Polisi Minneapolis Mengundurkan Diri, Minim Dukungan & Dibenci Masyarakat Pascakasus George Floyd

Setidaknya tujuh perwira di Departemen Kepolisian Minneapolis mengundurkan diri setelah kasus George Floyd meledak.

Penulis: Ika Nur Cahyani
AFP/Chandan Khanna
Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah demonstran saat warga melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Chandan Khanna 

TRIBUNNEWS.COM - Tujuh perwira di Departemen Kepolisian Minneapolis, Amerika Serikat, mengundurkan diri setelah kasus George Floyd meledak.

Dikutip dari New York Post, selain itu masih ada tujuh orang lainnya yang sedang dalam proses pengunduran diri. 

Para polisi ini merasa kurang mendapat dukungan setelah kematian George Floyd oleh rekan mereka, Derek Chauvin.

Beberapa petugas mengaku tidak merasa didukung oleh departemen maupun Balai Kota saat protes Floyd meledak di Minneapolis.

Menurut surat kabar Minneapolis Star Tribune, para polisi ini saling mengajak rekannya untuk keluar dari kepolisian.

Baca: Dewan Kota Minneapolis Mantap Ganti Polisi dengan Sistem Keamanan Berbasis Masyarakat

Baca: Eks Marinir AS yang Dituduh Mata-mata Dipenjara 16 Tahun Oleh Rusia, Pompeo Berang

Dari kiri, Derek Chauvin, J Alexander Kueng, Thomas Lane, dan Tou Thao. Chauvin didakwa melakukan pembunuhan tingkat dua atas George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal setelah ditahan olehnya dan petugas kepolisian Minneapolis lainnya pada 25 Mei. Ada pun Kueng, Lane, dan Thao dituduh membantu dan bersekongkol dengan Chauvin.
Dari kiri, Derek Chauvin, J Alexander Kueng, Thomas Lane, dan Tou Thao. Chauvin didakwa melakukan pembunuhan tingkat dua atas George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal setelah ditahan olehnya dan petugas kepolisian Minneapolis lainnya pada 25 Mei. Ada pun Kueng, Lane, dan Thao dituduh membantu dan bersekongkol dengan Chauvin. (AP/Hennepin County Sheriffs Office via Kompas.com)

Departemen Kepolisian Minneapolis (MPD) secara resmi tidak merilis alasan di balik pengunduran diri massal para petugasnya.

"Orang-orang berusaha untuk meninggalkan pekerjaan karena berbagai alasan," bunyi pernyataan dari departemen kepolisian.

"MPD tidak terkecuali. Karena pemisahan pekerjaan ini, kami belum mencatat indikator apapun yang akan berdampak pada keselamatan publik," tambahnya.

Seorang sumber orang dalam mengatakan pengunduran diri besar-besaran itu terjadi di tengah mengendurnya semangat para pejabat setempat.

"Mereka (polisi) tidak merasa dihargai."

"Semua orang membenci polisi sekarang. Maksud saya semua orang," kata pensiunan polisi Minneapolis, Mylan Masson.

Sementara itu menurut laporan USA Today, para polisi marah dengan keputusan Wali Kota Jacob Frey yang membiarkan pos polisi dibakar massa saat protes terjadi. 

Para pengunjuk rasa ketika itu juga melemparkan batu dan menghina polisi.

Aksi demonstrasi ini menyebabkan sejumlah perwira dan pengunjuk rasa terluka.

Departemen Hak Asasi Manusia Minnesota melayangkan penyelidikan hak-hak sipil ke dalam departemen kepolisian kota bulan ini.

Sedangkan FBI tengah menyelidiki apakah polisi memang merampas hak-hak sipil George Floyd saat penangkapan.

Pascakasus Floyd, departemen kepolisian menghadapi puluhan tuduhan kebrutalan dan diskriminasi lainnya di beberapa tahun silam terhadap orang Afrika-Amerika dan minoritas lainnya.

Animo masyarakat untuk menggunduli polisi mendapat respons mayoritas anggota dewan.

Mereka memutuskan untuk mengganti polisi dengan sistem keamanan berbasis masyarakat.

Polisi Detroit menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di Detroit, Michigan, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Seth Herald
Polisi Detroit menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di Detroit, Michigan, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Seth Herald (AFP/Seth Herald)

Baca: AS Kerahkan 3 Kapal Induk ke Perbatasan China, Rudal Penghancur Kapal Induk Disiapkan China

Baca: Dianggap Rasisme Sistematis, Kasus Pembunuhan George Floyd Masuk Agenda Pembahasan Dewan HAM PBB

Minneapolis menjadi pusat kerusuhan di seluruh negara sejak Floyd meninggal karena seorang mantan polisi kulit putih, Derek Chauvin, menekan lututnya ke lehernya selama hampir sembilan menit.

Floyd ditangkap diduga karena memakai uang palsu senilai Rp 280 ribuan untuk membeli makanan.

Aksi yang dilakukan Chauvin pada Floyd terekam dalam video amatir dari saksi di tempat kejadian.

Video singkat itu memperlihatkan Floyd yang berkali-kali mengatakan tidak bisa bernapas, sementara Chauvin tidak peduli.

Chauvin dan tiga petugas yang terlibat dipecat, ditangkap, dan didakwa atas peristiwa pembunuhan.

Kini Chauvin telah didakwa pembunuhan tingkat dua dan satu polisi telah dibebaskan karena membayar uang jaminan.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved