Virus Corona
Amerika Serikat Sebut Peretas China Coba Curi Dokumen Penelitian Vaksin Covid-19
Demikian dilansir AFP dan Channel News Asia, Selasa (12/5/2020), dari laporkan Wall Street Journal dan New York Times.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON--Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (AS) atau FBI dan ahli keamanab siber yakin para hacker (peretas) China mencoba mencuri penelitian tentang pengembangan vaksin terhadap virus corona (Covid-19).
FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri berencana untuk menyampaikan peringatan kepada para peretas China, saat pemerintah dan perusahaan swasta sedang mengembangkan vaksin Covid-19.
Demikian dilansir AFP dan Channel News Asia, Selasa (12/5/2020), dari laporkan Wall Street Journal dan New York Times.
Para peretas juga menargetkan informasi dan kekayaan intelektual terkait pengobatan dan pengujian vaksin Covid-19.
Baca: Film Korea Miracle In Cell No 7 Versi Indonesia Dibintangi Vino G Bastian, Indro Warkop, Tora Sudiro
Baca: Tembakkan Rudal saat Latihan Militer, Iran Malah Kenai Kapal Sendiri, 19 Pelaut Tewas dan 15 Cedera
Baca: Selasa Pagi, Rupiah Dibuka Melemah
Pejabat AS menuduh, para peretas itu memiliki hubungan atau kaitan langsung dengan pemerintah China, demikian dilaporan Wall Street Journal dan New York Times.
Peringatan resmi AS akan dirilis beberapa hari kedepan.
Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian menolak tuduhan itu.
Ia mengatakan China secara tegas menentang semua serangan siber.
"Kami memimpin dunia dalam pengobatan dan uji coba vaksin Covid-19. Tidak bermoral menargetkan China dengan rumor dan fitnah tanpa bukti, " tegas Zhao.
Di tempat terpisah, ketika ditanya tentang laporan itu, Presiden Donald Trump tidak mengkonfirmasi.
Tetapi Trump berkata, "apa lagi yang baru dengan China? Apa lagi yang baru? Beritahu saya. Saya tidak senang dengan China," ujar Trump.
"Kami terus mengawasinya sangat dekat, " tambah Trump.
Soal peringatan yang akan dirilis AS, New York Times mengatakan itu bisa menjadi awal dari serangan balik yang akan diikuti sanksi resmi oleh lembaga AS yang terlibat dalam serangan siber, termasuk Komando Siber di Pentagon dan Badan Keamanan Nasional (NSA).
Minggu lalu dalam laporan bersama, Inggris dan Amerika Serikat memperingatkan meningkatnya serangan siber terhadap profesional tenaga kesehatan yang terlibat dalam peperangan terhadap virus corona oleh kelompok penjahat terorganisir, "yang sering dikaitkan dengan aktor negara lain." (AFP/Channel News Asia/Wall Street Journal/New York Times).