Virus Corona
Dampak Covid-19, Makin Banyak Pekerja Asing Kesulitan Bekerja di Jepang
Beberapa mahasiswam mengaku mereka tidak mampu membayar uang sekolah dan sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan sekolah.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Di tengah pandemi coronavirus baru, dan Deklarasi Darurat Nasional Jepang, semakin banyak pekerja dan pelajar asing yang kesulitan bekerja saat ini.
"Deklarasi darurat telah berdampak besar pada industri dengan banyak pekerjaan paruh waktu bagi para siswa, dan juga para pekerja asing, kesulitan cari kerja baik di restoran dan sebagainya," ungkap Profesor Hirokazu Ouchi, Universitas Chukyo, wakil dari Konferensi Nasional tentang Masalah Beasiswa minggu lalu.
Menurutnya, beberapa orang akan kehilangan catatan akademis mereka tanpa dapat membayar biaya sekolah, sehingga berakibat lebih jauh berhenti sekolah.
"Universitas harus secara fleksibel menangani pembayaran dan angsuran yang ditangguhkan," katanya.
Menurut survei mendesak yang dilakukan oleh kelompok siswa, beberapa mahasiswa menjawab bahwa mereka tidak mampu membayar uang sekolah dan sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan sekolah.

Dihadapkan dengan penurunan tajam dalam pendapatan, siswa tersebut mengeluhkan situasi yang serius, dengan mengatakan, "Saya telah melampaui biaya makanan sekitar 300 yen sehari dalam situasi sekarang ini yang juga semakin mahal."
Seorang mahasiswa berusia 23 tahun di Kota Soka, Prefektur Saitama (23) tidak dapat bekerja dari sekitar akhir Maret 2020 karena lebih sedikit hari kerja di restoran tempat dia bekerja paruh waktu.
Pendapatan di bulan yang sama turun 30 persen, dan mengeluh, "Pendapatan saya akan menjadi nol pada bulan April ini."
Baca: Yasonna Ingatkan Kakanwil Kemenkumham Tingkatkan Koordinasi dengan Kepolisian
Para pelajar asing yang berusaha membiayai hidupnya sendiri di Jepang kini mulai menggunakan uang tabungannya dan menjaga biaya makanan menjadi tetap 200 hingga 300 yen sehari atau berkisar Rp 28.766 hingga Rp 43.147 dengan kurs 1 yen sama dengan Rp 143,83.
Pelajar banyak yang hanya membeli roti manis dan mie udon beku.
Bahkan pelajar dari Indonesia dengan makan mie instan saja yang pernah dibawanya dari Indonesia.
"Sayuran terlalu mahal untuk dijangkau. Harga tisu toilet dan barang-barang lainnya naik, dan itu mempengaruhi kehidupan kita," ujarnya.

Seorang pelajar mempertimbangkan untuk pulang ke Prefektur Yamagata di mana orang tuanya tinggal.
Namun jika kembali ke kampung halamannya, dia khawatir malah akan menjadi carrier (pembawa) virus corona kepada neneknya yang telah berusia 70 tahunan.
"Kakak saya juga seorang mahasiswa, jadi saya hidup tanpa bantuan orang tua saya. Tetapi jika situasi ini berlangsung lama, saya akan berbicara dengannya," kaya pelajar itu.
Menurut survei pencarian fakta KANSAI, sebuah konsorsium olahraga universitas, yang terdiri dari universitas-universitas di daerah Kansai, 74,8 persen dari sekitar 1.400 mahasiswa yang menjawab bahwa mereka merencanakan untuk mengurangi pengeluaran, setelah pendapatan paruh waktu mereka setelah April dipastikan menurun 55,6 persen.
Baca: Sekali Nyobain Resep Cakwe Otak-Otak, Pasti Langsung Jatuh Cinta Sejak Suapan Pertama
"Pendapatan orang tua dan keluarga juga pasti akan menurun gara-gara pandemi Covid-19 ini. Jadi saya bingung juga sebenarnya," kata seorang pelajar dari Indonesia.
Sebuah survei bertanya, "Apakah Anda berpikir untuk meninggalkan sekolah karena penurunan pendapatan dari pekerjaan paruh waktu dan rumah orang tua?".
Survei dilakukan oleh organisasi siswa "Proyek Gratis Pendidikan Tinggi", dan jawaban pertanyaan tersebut, 80 persen menyatakan kemungkinan akan ke luar dari sekolah karena penghasilan orang tua berkurang sehingga tak bisa lagi membiayai sekolahnya saat ini.
Diskusi mengenai Jepang dalam WAG Pecinta Jepang terbuka bagi siapa pun. Kirimkan email dengan nama jelas dan alamat serta nomor whatsapp ke: [email protected]