Virus Corona
DETIK-DETIK Anak Ucapkan Selamat Tinggal pada Ibunya, 1 Jam Sebelum sang Ibu Meninggal karena Corona
Berikut detik-detik seorang anak yang mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya, satu jam sebelum sang ibu meninggal karena Corona.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang wanita di Washington berkesempatan mengucapkan selamat tinggal pada ibunya sebelum sang ibu meninggal.
Awalnya, wanita bernama Michelle Bennett itu tidak menyangka dengan kesempatan yang didapatkan.
Ibunya, Carolann Christine Gann, terinfeksi virus corona dengan kondisi yang parah, sehingga dia harus dirawat di rumah sakit Swedish Issaquah, Washington, Amerika Serikat.
Hal itu membuat Bennett tidak bisa mendampingi sang ibu di masa kritisnya.
"Aku tidak bisa berada di sana dan memegang tangan ibuku, mengusap kepalanya, mengatakan padanya hal-hal yang ingin aku katakan padanya," kata Bennett kepada CNN, Senin (30/03/2020).

Baca: Prediksi Kapan Virus Corona Berakhir Jika Masyarakat Disiplin Lakukan Physical Distancing
Baca: VIDEO Belasan Mayat Dimasukkan ke Truk Berpendingin di NYC, 790 Orang Meninggal Dunia akibat Corona
Bennett mengaku tak berdaya dengan situasi yang dihadapi.
Dia hanya bisa merasakan frustrasi.
"Aku hanya merasa tak berdaya dan tidak dapat berbicara dengannya, karena dia tidak sadar selama waktu itu," ujar Bennett.
Mendadak, keberuntungan menghampiri Bennett.
Seorang perawat yang menangani ibu Bennett menghubunginya.
Dia mengatakan, napas sang ibu menjadi tidak stabil.
Kemungkinan, ibu Bennett tidak akan bertahan lebih lama lagi.
Perawat pun menawari Bennett untuk mengucapkan selamat tinggal kepada sang ibu via FaceTime.
"Aku akan mengarahkan layar ke wajahnya agar kamu bisa memberitahunya bahwa kamu mencintainya dan mengucapkan selamat tinggal," ucap Bennett, meniru perkataan perawat.
"Dia tidak akan sendirian, kita akan bersamanya hingga akhir," imbuhnya.
Sepuluh menit kemudian, panggiln Bennett kepada ibunya melalui FaceTime terjadi.
"Aku sangat mencintaimu," kata Bennett kepada ibunya.

Bennett juga membahas hubungan keduanya yang sebelumnya retak.
Dia mengatakan, dirinya telah memaafkan sang ibu yang berusia 75 tahun tersebut.
"Aku memaafkanmu, Bu, aku mencintaimu."
"Aku tahu aku tidak punya kesempatan untuk mengatakannya," lanjut Bennett.
Bennett mengaku sulit mengungkapkan perasaannya ketika ibunya tidak benar-benar berada di sisinya.
Namun, dia berharap ibunya mendengarkan kata-kata terakhirnya.
"Bu, tidak apa-apa untuk pergi sekarang," kalimat terakhir Bennett kepada sang ibu.

Satu jam kemudian, ibu Bennett meninggal dunia.
Bennett mengatakan, dia melihat perawat yang membantunya menangis ketika dia mengambil alih telepon.
Melihat hal itu, Bennett memahami betapa sulit beban emosional yang ditanggung para perawat.
"Aku tidak bisa membayangkan mereka yang berada di garis depan dan harus pulang setiap hari dengan risiko terinfeksi."
"Tetapi, mereka memiliki kasih sayang dan empati untuk berada di sana, seolah-olah dia (ibu Bennett) adalah ibu mereka sendiri. Itu adalah satu hal paling menakjubkan yang pernah saya alami," jelas Bennett.
VIDEO Paru-paru Manusia yang Rusak karena Virus Corona, Dokter AS: Saatnya Anggap Serius!
George Washington University Hospital merilis sebuah video 3D berupa pemindaian paru-paru menggunakan teknologi 360VR.
Video tersebut menunjukkan paru-paru seorang pria yang terinfeksi virus Corona.
Paru-paru mengalami kerusakan yang luas di beberapa bagian.
Dilansir CNN, organ yang tampil dalam video adalah paru-paru milik pria berusia 59 tahun.
Dia positif terinfeksi Corona tanpa gejala.

Baca: Alasan Jokowi Tidak Ambil Opsi Karantina Wilayah atau Lockdown Hadapi Pandemi Corona di Indonesia
Baca: Hibur Istri yang Dikarantina Karena Virus Corona, Pria Ini Bikin Restoran di Rumah
Kepala Bedah Toraks di George Washington University Hospital, Keith Mortman, mengungkapkan, pria tersebut adalah pribadi yang secara umum sehat.
Dia hanya memiliki tekanan darah tinggi.
"Ini bukan pasien diabetes berusia 70 tahun yang tertekan imunosupresan," kata Mortman.
"Dia tidak memiliki masalah medis yang signifikan selain tekanan darah tinggi," imbuhnya.
Kini, paru-paru pasien gagal berfungsi dengan baik.
Karena semakin parah, pasien memerlukan ventilator untuk membantunya bernapas.
Namun, meskipun pengaturan telah maksimal, itu tidak cukup.
"Dia juga membutuhkan mesin lain yang bersikulasi dan kemudian memberi oksigen pada darahnya," ujar Mortman.
"Jika kita mengulang gambar 360 VR seminggu mendatang, infeksi dan proses peradangan bisa lebih buruk," tambahnya.
Dalam video, terdapat area yang ditandai dengan warna kuning.
Warna kuning menunjukkan bagian paru yang terinfeksi dan meradang.

Mortman menuturkan, ketika paru-paru menemukan infeksi virus, organ akan mulai mengunci virus.
Kerusakan pun tidak hanya terjadi pada satu area tunggal paru-paru.
Sebaliknya, kerusakan berada di kedua paru-paru.
Itu menunjukkan seberapa cepat dan agresif infeksi Corona, bahkan pada pasien yang lebih muda.
"Virus Corona masuk ke selaput lendir, dan kemudian ada di paru-paru. Cara tubuh mencoba mengendalikannya adalah dengan peradangan."
"Jadi, pasien akan mengalami peradangan yang cukup kuat di paru-paru, sembari tubuh berusaha mengendalikan infeksi," ujar Mortman.
Peradangan mencegah paru-paru agar tidak dapat mengoksidasi darah dan menghilangkan karbon dioksida.
Itu akan menyebabkan pasien terengah-engah atau menghirup banyak udara untuk menyeimbangkan kadar oksigen dan karbon dioksida.
Mortman menjelaskan, pasien yang datang dengan gangguan pernapasan terdahulu akan mengalami kerusakan paru-paru yang lebih cepat dan luas, seperti yang ada dalam video.
Begitu paru-paru rusak pada tingkatan ini, dibutuhkan waktu yang lama untuk pasien bisa sembuh.
"Sekitar 2-4 persen dari pasien dengan Covid-10 dengan kerusakan seperti itu tidak dapat sembuh, dan akhirnya mereka menyerah," kata Mortman.
Oleh karena itu, Mortman menganggap, orang-orang perlu mematuhi anjuran tentang social distancing dan mengisolasi diri.
Bagi Mortman, itu sangat penting untuk dilakukan.
"Saya ingin melihat (video) ini dan mengerti apa yang bisa dilakukan," kata Mortman.
"Orang-orang perlu menganggap ini serius," Mortman menyarankan.
Video dengan teknologi pencitraan CT biasanya digunakan rumah sakit untuk video yang menampilkan kanker dan merencanakan operasi.
Namun, untuk pertama kalinya, teknologi tersebut kini telah diterapkan untuk memerangi Covid-19.
"Banyak dari kita belum mendapat pencerahan atas kasus ini."
"Jadi, kami ingin memahaminya sebaik mungkin. Ini adalah pasien pertama kami, tetapi saya yakin dia adalah apa yang kemungkinan akan terjadi dalam beberapa minggu mendatang," jelas Mortman.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)