Berita Viral
VIRAL Siswi SD di Thailand Mengepel setelah Muntah di Sekolah, Pengajar: Anak-anak Dilatih Mandiri
Viral seorang siswi SD di Thailand diminta untuk mengepel setelah muntah di sekolah. Pengajar mengatakan murid di sekolah tersebut dilatih mandiri.
TRIBUNNEWS.COM - Foto seorang murid Sekolah Dasar (SD) di Thailand yang tampak sedang mengepel di sekolah menghebohkan jagat maya.
Diketahui, murid perempuan itu diharuskan mengepel setelah muntah di depan ruang kelas.
Kisah ini terungkap saat seorang pengajar, mengunggahnya di akun Twitter pribadinya, @iwwarna, Rabu (12/2/2020) lalu.
"Pagi ini salah satu murid muntah, terus gurunya nyuruh dia bersihin muntahannya sendiri, dia bersihin sambil nangis, tapi bersih.
Being responsible is the point," tulisnya di Twitter.
Unggahan itu pun sontak menyita perhatian warganet dan menjadi viral.
Hingga Sabtu (16/2/2020) pagi, unggahan ini telah dibagikan lebih dari 7 ribu kali dan disukai lebih dari 17 ribu orang.

Tribunnews.com telah mengonfirmasi kejadian ini pada pengunggah, Warna Uneputty, yang tak lain merupakan mahasiswi asal Indonesia yang sedang menjalankan program mengajar di Thailand.
Mahasiswi S-1 Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu mengatakan saat ini dirinya sedang mengikuti program Global Volunteer, yang diadakan oleh organisasi AIESEC, di Thailand.
Warna menyebut peristiwa viral ini terjadi pada Rabu (12/2/2020).
Ia pun mengaku sempat kaget melihat muridnya yang baru duduk di kelas 1 SD diharuskan untuk mengepel muntahannya sendiri.
Baca: VIRAL Cerita Konser Dihentikan Gara-gara Gedung Bergoyang & Lantai Naik Turun di Tengah Acara
Baca: Kronologi di Balik Viral Pria di KRL Menampar Penumpang Wanita hingga Segerbong Murka, Korban Trauma
Warna juga sempat ingin menggantikan muridnya untuk mengepel.
Namun, setelah ia perhatikan, hal ini tampaknya sudah biasa dilakukan di Thailand.
"Awalnya saya kaget, kok gurunya tega banget nyuruh di bersihin muntahannya sendiri," tutur Warna saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Sabtu (15/2/2020) sore.
"Tapi saya perhatikan, sepertinya hal ini adalah hal yang biasa di Thailand, anak-anak di sini memang diajarkan mandiri," sambungnya.

Mengaku khawatir, Warna pun terus mendampingi muridnya tersebut hingga gadis kecil itu selesai mengepel.
Warna mengungkapkan, lama-lama dirinya mengerti maksud guru yang meminta murid tersebut membersihkan muntahannya sendiri.
Setelah muridnya berhasil membersihkan lantai tempatnya muntah, Warna mengaku semakin bangga terhadap muridnya.
"Ada rasa khawatir juga tapi setelah itu ya jelas saya bangga, dia tetap bersihin itu sampai bersih, tanpa berhenti sedikit pun," kata Warna.
Warna menceritakan, setelah sang murid berhasil menyelesaikan tugas yang gurunya berikan, murid-murid yang lain langsung menghiburnya.
Bahkan ada seorang murid yang menghapus air mata murid yang sedang sakit itu.

Warna pun langsung menemui murid-muridnya dan mengungkapkan bahwa Warna bangga pada mereka.
"Setelah kejadian itu, saya bilang padanya 'I'm so proud of you, you will be okay'," kata Warna.
"Saya juga bilang ke temannya yang menghibur, 'I'm so proud of you',” sambungnya.
Tak hanya itu, Warna mengatakan, ia juga membuatkan segelas teh hangat untuk muridnya.
Dilatih untuk Mandiri dan Bertanggung Jawab
Warna membenarkan, murid-murid di sekolahnya selalu dilatih untuk mandiri dan bertanggung jawab,
Ia menerangkan, di sekolah tempatnya mengajar tersebut, murid-murid menjalankan program full day.
Setiap hari mereka mulai belajar pukul 08.00 dan pulang pukul 15.30 waktu setempat.
Di waktu istirahat, murid-murid akan makan bersama.
Sebelum mulai makan, satu perwakilan siswa akan mengambil piring dan sendok untuk teman-temannya satu kelas.
"Terus guru mereka akan diam di satu tempat dan mereka akan antri untuk dapat makan siang tersebut," jelas Warna.
Baca: Viral Seorang Pria Bertindak Kasar pada Perempuan di KRL, Penumpang Segerbong Murka
Seusai makan, Warna mengatakan, murid-muridnya akan langsung membereskan dan mengumpulkan peralatan makannya ke dalam satu ember.
"Di saat makan siang pun, mereka membersihkan piring mereka sendiri lalu dikumpulkan jadi satu untuk diberikan pada karyawan yang biasa mencuci piring," terang Warna.
"Biasanya yang menyerahkan ke petugas cuci piring juga perwakilan," sambungnya.
Lebih lanjut, Warna mengungkapkan dirinya juga terkesan dengan kesopanan murid-muridnya.
"Mereka ini sangat sopan sama yang lebih tua, nggak cuma ke guru tapi juga ke semuanya," ungkap Warna.
"Saya saja kaget pertama kali lihat, ternyata sopan banget gini," lanjutnya.
Tanggapan Psikolog
Psikolog di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi., membenarkan tindakan seorang guru yang memberi konsekuensi muridnya untuk mengepel muntahannya sendiri dapat mendisiplinkan dan melatih kemandirian siswa.
Menurutnya, hal itu juga dapat mengedukasi murid supaya tidak muntah sembarangan.
"Betul, bisa untuk mendisiplinkan dan melatih kemandirian," tutur Adib saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (14/2/2020) sore.
Baca: Guru di Bekasi yang Pukul 2 Siswanya Telah Dinonaktifkan, Psikolog: Disiplinkan dengan Ketenangan
"Artinya kan di sekolah pasti ada prosedur dimana kalau sakit sebaiknya di rumah, nggak usah dipaksakan masuk dan kalau namanya muntah harus di kantong plastik atau di kamar mandi," sambungnya.
Terlebih, Adib menambahkan, bagi anak-anak yang biasa dimanja oleh orang tuanya di rumah, konsekuensi ini dapat melatihnya untuk lebih mandiri.
"Kalau di rumah yang bersihin mungkin orang tuanya, karena terlalu dimanja, ya barangkali konsekuensi suruh bersihin sendiri tidak apa-apa," terang psikolog di praktekpsikolog.com itu.
Namun, Adib memberi catatan, konsekuensi seperti ini harus mempertimbangkan kondisi siswa.
Baca: Psikolog Sebut Perilaku Konsumtif Jadi Penyebab Beli Produk Kosmetik yang Tak Terjamin Keamanannya
Apabila siswa tampak tidak memungkinkan untuk melakukannya, Adib tak menganjurkan guru untuk memaksakan.
"Nggak masalah sih kasih konsekuensi tapi harus dipertimbangkan kondisinya, apakah dia sakitnya itu parah atau nggak," kata dia.
"Kalau sakitnya parah, pucat, atau apa, justru teman-temannya yang disuruh ngepel supaya teman-temannya itu peduli, mau menolong," sambungnya.
Menurut Adib, di samping melatih kemandirian ataupun rasa tanggung jawab, melatih murid untuk bersikap peduli pada temannya tak kalah penting.
Pasalnya, jika murid-murid dilatih untuk berempati, mereka tidak tentu akan membantu temannya yang tampak kesusahan.
Dengan demikian, siswa yang sedang menerima konsekuensi pun tidak akan merasa terbully.
"Yang jelas itu nggak bermasalah sih untuk melatih anak bertanggung jawab, yang penting anak yang lain juga dilatih untuk peduli," terangnya.
Sementara itu, Adib mengatakan, tidak ada aturan baku dalam memberi konsekuensi pada seorang murid.
Semua tergantung pada kebijakan sekolah beserta guru-gurunya.
Selain itu, budaya dalam masyarakat juga akan mempengaruhi bentuk konsekuensi yang diberikan.
Oleh karena itu, menurutnya, bentuk konsekuensi yang diberikan dari setiap daerah atau negara akan berbeda-beda.
"Kebetulan itu kan di Thailand, kalau budayanya memang seperti itu ya tidak masalah, tapi kalau di Indonesia harus dipertimbangkan juga," kata Adib. (Tribunnews.com/Widyadewi Metta)