Krisis Brexit: Pembekuan Parlemen Inggris dinyatakan tidak sah—apa yang terjadi selanjutnya?
Mahkamah Agung Inggris menyatakan keputusan PM Boris Johnson membekukan parlemen sebagai pelanggaran hukum, suatu kesalahan yang menghentikan

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tersudut karena keputusannya membekukan parlemen dinyatakan sebagai suatu pelanggaran hukum oleh Mahkamah Agung.
Keputusan ini menambah ketidakpastian terkait dengan krisis Brexit atau upaya Inggris keluar dari organisasi kerja sama Uni Eropa, sementara negara berusaha memutuskan bagaimana, kapan dan apakah memang akan meninggalkan Uni Eropa.
Majelis Rendah dan Majelis Tinggi ditutup - atau istilah resminya dibekukan - pada tanggal 10 September dan baru dijadwalkan bersidang kembali pada tanggal 14 Oktober.
Padahal Inggris dijadwalkan untuk meninggalkan Uni Eropa pada akhir bulan itu.
- PM Inggris Boris Johnson diminta mundur, parlemen akan bersidang lagi menyusul keputusan MA
- Brexit: Tujuh hal menyangkut ketidakjelasan nasib Inggris keluar dari Uni Eropa
- Brexit: Rencana pemerintah dihadang parlemen, PM Inggris Boris Johnson cetuskan pemilu dini

Tanggal pembekuan ini dipandang kontroversial karena telah mengurangi masa sidang parlemen sebelum Brexit terjadi, di mana anggota parlemen dapat bertanya atau mengkaji peraturan pemerintah sebelum pembekuan.
- Brexit: Pemerintah bekukan parlemen, warga Inggris turun ke jalan
- PM Inggris bekukan parlemen jelang Brexit: 'Perampokan demokrasi', petisi publik, hingga pound anjlok
- Boris Johnson, Perdana Menteri baru Inggris: 'Selesaikan Brexit dan satukan negara'
Pelanggaran hukum?
MA secara bulat menyatakan tindakan PM membekukan parlemen untuk melakukan tugasnya merupakan suatu pelanggaran dan pemerintahlah yang bertanggung jawab.
"Ini bukanlah suatu pembekuan normal ... ini menghambat parlemen untuk melakukan tugas konstitusionalnya selama lima minggu dari delapan minggu yang seharusnya tersedia dari akhir libur musim panas sampai hari keluar Uni Eropa pada tanggal 31 Oktober."

Mahkamah menolak pernyataan pengacara pemerintah yang mengatakan ini adalah "wilayah terlarang" bagi para hakim untuk campur tangan dalam perdebatan politik terkait dengan kapan dan bagaimana parlemen dibekukan.
- Theresa May: PM Inggris akan mundur karena tak mampu mewujudkan Brexit
- Bagaimana fenomena Brexit mengubah bahasa Inggris
- Parlemen Inggris lagi-lagi menolak kesepakatan Brexit yang diajukan PM Theresa May
Apa yang terjadi di parlemen sekarang?
Pengadilan menyatakan bahwa perintah pembekuan parlemen ilegal.
Ketua Majelis Rendah John Bercow memerintah pihak berwenang untuk mempersiapkan sidang dan parlemen akan bekerja kembali pada hari Rabu pagi (25/09).
Pemimpin kelompok oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn menuntut Parleman seharusnya segera dibuka kembali.
Seorang anggota Partai Konservatif yang menentang Brexit, Tom Tugendhat, bahkan mencuit bahwa dirinya telah duduk di Majelis Rendah.
Apa artinya bagi pemerintah?
Wartawan BBC Norman Smith mengatakan perdana menteri telah diserang MA.
Dan gelombang kritik muncul dari berbagai pihak.

Corbyn mendesak PM untuk mengundurkan diri: "Saya menyerukan Boris Johnson untuk mempertimbangkan jabatannya dan ... menjadi perdana menteri dengan masa jabatan tersingkat."
Perdana menteri memang sangat tersudut tetapi karena politik Inggris saat ini sangat terpecah-belah karena Brexit, maka banyak anggota parlemen pendukung Brexit akan tetap mendukungnya daripada menghadapi risiko memiliki pemimpin baru.
Apa artinya bagi Brexit?
Resminya tidak ada yang berubah tetapi ini jelas akan memperlemah posisi PM dalam mendorong Brexit tanpa kesepakatan.
Hukum yang dirancang di mana Inggris akan keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan terkait dengan bentuk hubungan di masa depan dalam hal perdagangan, pengawasan perbatasan dan migrasi.

Kekalahannya di MA akan memperlemah posisi Boris, yang berarti dia lebih tidak berkemungkinan untuk menemukan cara guna memastikan Inggris keluar dari Uni Eropa.
Selain itu dengan tidak dibekukannya parlemen berarti para anggota memiliki lebih banyak waktu untuk meloloskan hukum atau mosi yang dapat semakin mengurangi ruang gerak pemerintah.