Brunei, negara yang menjadikan titah Sultan sebagai pedoman hukum
Brunei telah menjadi fokus perhatian dunia atas keputusannya untuk menerapkan hukum Islam yang keras bagi beberapa jenis pelanggaran, seperti
Harga minyak yang rendah telah membuat defisit anggaran yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan ekonomi datar, sementara angka pengangguran generasi mudanya tertinggi di Asia Tenggara, karena sumber pekerjaan tradisional di sektor pemerintah sudah semakin berkurang.
Apakah keputusan sultan untuk merangkul praktik Islam dengan lebih kencang merupakan upayanya untuk mencari legitimasi baru, sebagai bentuk persiapan jikalau negara kesejahteraan bebas-pajak yang ia tawarkan kepada masyarakat Brunei sudah tidak lagi ada?

Tidak ada yang tahu. Pemerintah Brunei memiliki program yang disebut "Vision 2035" yang seharusnya membantu Brunei melakukan diversifikasi dan menghilangkan ketergantungannya pada hidrokarbon.
Tetapi, sejauh ini kemajuannya masih sangat terbatas. "Pemerintah yang memutuskan. Kami tidak memiliki suara bagi masa depan negara kami", kata para profesional muda itu.
Mulai Jumat siang, jalan-jalan yang biasanya sepi di Bandar Seri Bagawan, menjadi semakin sepi karena orang-orang beribadah ke salah satu dari banyak masjid di kota itu.
Umat Muslim Brunei diwajibkan oleh hukum untuk pergi ke masjid. Kantor dan toko tutup saat itu.
Pada Sabtu malam, penyeberangan ke wilayah perbatasan di Malaysia ramai dan warga Brunei menunggu untuk dapat menikmati hiburan seperti minum beralkohol, rokok, dan musik yang tidak tersedia di tempat mereka tinggal.
Tempat itu hanya berjarak satu setengah jam dari kota kecil Limbang di tepi sungai di Borneo Malaysia.

Hotel dan bar karaoke terisi penuh dan sebagian besar mobil pengunjung memiliki plat nomor Brunei.
Di satu bar, kami bertemu sekelompok pria Brunei, semuanya non-Muslim, yang sedang menikmati malam.