Senin, 6 Oktober 2025

Persiapan Menghadapi Gempa Bumi di Jepang Dengan 6 Hal Penting

Kondisi geologis yang tidak stabil di Jepang menimbulkan sekitar 1.000 guncang setiap tahun.

Editor: Johnson Simanjuntak
Richard Susilo
Patahan Nankai yang ditakutkan sensitif bergempa bumi dengan kekuatan raksasa. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS Tokyo - Gempa besar di Osaka 18 Juni 2018 dengan kekuatan 6SR membuat umumnya penduduk di Jepang semakin berjaga-jaga bersiap diri menghadapi kemungkinan gempa besar yang menurut pimpinan badan meteorologi dan geofisika Jepang bisa mencapai 7,5SR di masa depan.

"Putaran gempa 300 tahun dan banyaknya gempa besar belakangan ini memang memprihatinkan dan bukan tidak mungkin dalam masa dekat ini ada gempa yang besar sekali," ungkap sumber Tribunnews.com Rabu ini (20/6/2018).

Kondisi geologis yang tidak stabil di Jepang menimbulkan sekitar 1.000 guncang setiap tahun.

Banyak guncangan-guncangan kecil berlangsung tanpa disadari orang awam, dan warga sudah terbiasa dengan gempa berskala sedang ketika berjalan.

Meski demikian, beberapa gempa menyisakan kenangan dalam kesadaran nasional dalam diri bangsa Jepang.

Pada tahun 1923, gempa bumi dahsyat mengguncang Tokyo dinamakan Gempa Bumi Kanto Besar, guncangan berkekuatan 7,9 pada skala Richter (SR) menghantam Tokyo dan kebakaran yang berkobar sesudahnya melalap banyak rumah kayu.

Sekitar 100.000 warga meninggal dalam bencana alam tersebut.

Sekitar 72 tahun kemudian, gempa bumi dahsyat meluluhlantakkan kota Kobe (1995) di belahan barat Jepang dengan kekuatan 6,8 SR.

Tribunnews.com yang mengunjungi Kobe pakai helikopter beberapa hari setelah gempa melihat dari atas banyak jalan bebas hambatan ambruk, sedangkan ribuan bangunan rusak. Kebakaran juga merebak di seluruh kota.

Sebanyak 6.400 orang tewas dan lebih dari 400.000 warga terluka. Tampak memang berantakan sekali kota Kobe saat itu dan asap kepulan bekas tempat yang kebakaran (dampak gempa bumi) masih ada saat Tribunnews.com berkunjung ke sana.

Pemerintah Jepang juga melakukan investasi besar-besaran untuk mengembangkan sistem pemantau baik gempa maupun tsunami.

Didirikan tahun 1952, Layanan Peringatan Tsunami dioperasikan oleh Badan Meterorologi Jepang (JMA).

Lembaga itu memantau kegiatan kegempaan dari enam kantor regional dengan memperhitungkan informasi yang dikirim oleh stasiun seismik di daratan dan lepas pantai. Jaringan kantor seismik itu membentuk Sistem Observasi Gempa Bumi dan Tsunami.

Kesiapan gempa menjadi bahan latihan bagi anak-anak usia sekolah

Dengan memanfaatkan sistem ini, JMA mengirimkan peringatan tsunami dalam waktu tiga menit (dulu, kini segera semenit setelah terdeteksi) dari gempa bumi terjadi.

Ketika gempa datang, data tetang besaran dan lokasi gempa segera disiarkan di stasiun televisi nasional, NHK.

Pesan itu kemudian ditambahkan dengan informasi mengenai peringatan tsunami jika memang ada bahaya gelombang pasang lengkap dengan kawasan yang harus bersiaga.

Di kebanyakan kota di Jepang, sistem pengeras suara biasa menyiarakan informasi darurat kepada warga.

Di sebagian kawasan pedesaan, warga juga mendapat radio yang dibagikan pemerintah daerah untuk bisa menerima perintah mengungsi.

Anak usia sekolah berlatih berlindung di bawah meja ketika mengikuti latihan kesiapan gempa.

Semua warga dewasa mendapat informasi mengenai lokasi pusat evakuasi terdekat, seperti taman atau lapangan olahraga.

Persiapan Menghadapi Gempa

Lalu apa saja yang harus dihadapi dalam menghadapi (sebelum) gempa bumi besar terjadi di Jepang?

Ada enam hal sangat penting perlu diingat selalu.

Pertama, tanyalah pada dirimu sendiri, Berapa perkiraan kekuatan gempa maksimal di tempat tinggal, kantor atau sekolah Anda? Apakah tsunami datang pula akibat gempa tersebut?

Kekuatan gempa (shindo) Jepang dibagi menjadi 10 tahap, semakin besar angkanya semakin besar pula kerugian akibat guncangan.

Shindo 5 misalnya, kebanyakan orang merasakan ketakutan dan ingin berpegangan pada sesuatu. Barang-barang yang tidak stabil berjatuhan, kaca jendela pecah dan berhamburan.

Kemudian Shindo 6, kebanyakan orang tidak bisa bergerak seperti biasa. TV berjatuhan, pagar beton yang tidak kokoh akan runtuh.

Shindo 7, Sulit untuk berdiri. Ada bangunan yang dinding, lantai dan kaca jendelanya retak dan jatuh.

Rumah kayu yang tidak kuat akan rusak.

Bangunan bertulang besi dan beton bisa roboh. Dan bisa muncul retakan pada tanah dan longsor.

Bangunan yang tahan gempa pun menjadi miring dan rusak. Tanah retak besar, tanah longsor dan bentuk tanah berubah.

Kedua, lakukan pengokohan rumah. Kuatkan rumah dengan fasilitas tahan gempa, stabilkan perabotan, atur ulang letak perabotan dengan perekat yang kuat dan sebagainya sehingga tidak mudah jatuh atau roboh.

Ketiga, Tentukan sejak awal tempat pertemuan setelah gempa terjadi. Gempa bisa terjadi saat tidak bersama keluarga/teman. Karena tidak bisa pulang ke rumah, sejak awal tentukan tempat berkumpul (tempat penampungan atau rumah kenalan dan sebagainya).

Bagi yang tinggal di daerah yang diperkirakan dilanda tsunami, tentukan berkumpul di tempat yang dipastikan bebas tsunami, juga tentukan rute ke sana dan waktu yang diperlukan dengan berjalan kaki.

Keempat, Siapkan "Barang yang dibawa saat darurat” dan “Barang persediaan”

Inilah barang-barang yang perlu disiapkan sebelum munculnya gempa bumi. Kacamata, Alat bantu dengar, Gigi palsu, Obat-obatan pribadi, Helm, Kain pelindung kepala, Sepatu olahraga, Peluit . Lampu senter, Radio portable, baterai cadangan . Uang (bawa juga uang koin), Barang berharga, Paspos, KTP, Kartu asuransi

Untuk mengantisipasi gempa terjadi pada malam hari, siapkan barang yang dibawa saat darurat seperti lampu senter, radio, sepatu dll di dekat bantal.

Kelima, Hafalkan Bahasa Jepang yang diperlukan untuk bertahan hidup. Kita tinggal di Jepang, sama sekali jangan berharap ada yang berbicara bahasa Inggris. Kumpulan Bahasa Jepang minimal yang perlu dihafalkan demi bertahan hidup dan Bahasa Jepang yang sering digunakan saat terjadi bencana. Hafalkanlah.

Hal ini benar-benar terjadi pengalaman Tribunnews.com saat meliput gempa bumi 11 Maret 2011 lalu, semua hal diucapkan dan ditulis dalam bahasa Jepang. Sama sekali tidak ada yang berbicara dalam bahasa Inggris. Wajarlah karena kita berada di Jepang.

Keenam, pelajarilah tindakan apa saja perlu dilakukan setelah guncangan berkurang.

Kejadian pelajar wanita 9 tahun yang meninggal tertimpa pagar roboh di Osaka 18 Juni 2018 lalu sebenarnya tak perlu terjadi apabila orangtuanya mengajarkan petunjuk menghadapi gempa yang telah ditulis di dalam nya.

Petunjuk tersebut menuliskan dan juga memberikan gambar pula. Apabila berjalan melewati pagar beton dan mesin penjual otomatis, segeralah menjauh karena pagar beton dan mesin penjual otomatis mungkin roboh.

Hal-hal yang perlu dihadapi semua orang sebelum gempa terjadi dan setelah gempa terjadi mungkin secara ringkat bisa dibaca pada PDF berikut ini yang dapat di donload gratis di:

http://jepang.com/gempa.pdf

Kiranya berguna bagi warga Indonesia terutam ayang berada di Jepang.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved