Temui Paus Fransiskus, Erdogan Sepakat Tolak Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel
Erdogan dan Paus Fransiskus melakukan diskusi secara tertutup selama 50 menit di Istana Kepausan
TRIBUNNEWS.COM, VATIKAN - Bertemu dengan Paus Fransiskus, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sepakat untuk menolak pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Erdogan resmi menjadi presiden pertama yang mengunjungi Vatikan selama enam dekade terakhir, Senin (5/2/2018)
Kunjungan Erdogan tersebut dimaksudkan untuk membalas kunjungan Paus Fransiskus ke Turki pada 2014 lalu.
Erdogan dan Paus Fransiskus melakukan diskusi secara tertutup selama 50 menit di Istana Kepausan Vatikan, yang menjadi kediaman resmi sang paus.
Situasi di Timur Tengah dan upaya perdamaian atas sengketa wilayah Yerusalem dikatakan menjadi topik utama dalam pembahasan tersebut.
Hasilnya, baik Erdogan dan Paus Fransiskus sepakat menolak keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Kedatangan Erdogan ke Vatikan sempat memicu kericuhan di Roma, Italia, di mana masyarakat setempat menggelar aksi demonstrasi untuk menolak kedatangan sang presiden.
Penolakan tersebut menyusul operasi militer yang digerakkan Turki di Suriah.
Trump mengungkapkan kekecewaannya atas penolakan terhadap pengakuannya soal Yerusalem sebagai ibu kota Israel melalui pidato kenegaraannya pada 30 Januari.
Trump merujuk pada resolusi Sidang Umum PBB yang mengecam keputusan AS untuk memindahkan kantor kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem dan menganggap kota itu sebagai ibu kota Israel.
Resolusi tersebut didukung oleh 128 negara, termasuk Indonesia.
“(Desember) lalu, saya melakukan sesuatu yang didukung secara penuh oleh Senat AS beberapa bulan sebelumnya: Saya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” kata Trump.
“Tak lama kemudian, puluhan negara di Sidang Umum PBB menentang hak kedaulatan AS dalam menentukan hal tersebut,” lanjutnya.
Penolakan itu disayangkan Trump, mengingat AS telah menggelontorkan miliaran dolar sebagai dana bantuan untuk 128 negara tersebut.
“Pada 2016, masyarakat AS bermurah hati menyumbangkan pajaknya yang mencapai lebih dari 20 miliar dolar AS (Rp 270 triliun) sebagai dana bantuan untuk negara-negara tersebut tiap tahun,” sebut Trump.
“Itulah mengapa, malam ini, saya meminta Kongres AS untuk meloloskan rancangan undang-undang yang akan menjamin dana bantuan AS tetap bermanfaat bagi warga dan mitra AS, bukan musuh AS,” katanya lagi. (Euronews/VOA)