Rabu, 1 Oktober 2025

Cerita Pria Buta dan Tak Berlengan Menanam Pohon

"Sekarang, apa yang mungkin kita dapat lakukan dengan hidup kita seperti ini?" tanya Jia Haixia kepada Jia Wengi, temannya karibnya.

Penulis: Y Gustaman
Sina News
Jia Wengi (bawah) memperhatikan temannya Jia Haixia sedang memotong ranting pohon untuk ditanam. 

TRIBUNNEWS.COM, TIONGKOK - "Sekarang, apa yang mungkin kita dapat lakukan dengan hidup kita seperti ini?" tanya Jia Haixia kepada Jia Wengi, temannya yang sedang berada di samping. Sejenak berpikir, Jia Wengi menjawab, "Mari kita menanam pohon!"

Kedengerannya mudah.Tapi perhatikan dua sahabat ini. Jia Haixia — kehilangan penglihatannya akibat kecelakaan saat bekerja di usianya tiga puluh tujuh tahun. Sementar, Jia Wengi — kehilangan kedua lengannya dalam sebuah kecelakaan saat usianya masih tiga tahun.

Dengan segala keterbatasan tubuh masing-masing, dua pria ini punya impian luhur yang sama: mengembalikan area tandus dengan menanam ribuan pohon agar desa mereka terlindung banjir yang meluap dari sungai yang melintasi desa mereka di Hebei, Tiongkok.

Berangkat dengan penuh gairah, keduanya melangkahkan kaki mereka menuju kantor perangkat desa. Sementara para perangkat desa sedang berpikir keras agar daerah sekitar sungai di dekat desa mereka yang tak ubahnya seperti gurun tandus, hijau kembali, penuh pohon di sana-sini.

Perangkat desa akhirnya mempercayakan kedua orang yang sama-sama memiliki keterbatasan, merevitalisasi delapan hektare tanah dan menyelamatkan desa dari kehancuran banjir.

Kedua sahabat ini tak bisa dipisahkan. Jia Haixia menjadi tangan untuk Jia Wengi. Dan Jia Wengi menjadi mata bagi Jia Haixia. Saban pagi, Jia Haixia mencengkeram lengan baju panjang Jia Wengi. Mereka melakukan hal sama selama 14 tahun terakhir.

Tanpa uang untuk membeli bibit pohon baru, keduanya bahu membahu, memanjat dahan pohon tinggi untuk memotong ranting kecil menggunakan sabit. Kali ini, yang bertugas naik ke atas pohon adalah Jia Haixia. Sementara Jia Wengi menjadikan tubuhnya sebagai anak tangga untuk mengangkat Jia Haixia ke atas dahan. Bisa dibayangkan jika jatuh ke tanah.

Mulanya, mereka mencoba menanam pohon dengan cara konvensial: menggali tanah menggunakan sekop. Tapi itu sulit bagi Jia Haixia dan Jia Wengi. Sekian lama uji coba dan melakukan hal mungkin untuk dilakukan, mereka menemukan formula cerdik: Jia Haixia melubangi tanah menggunakan pahat besi dan godam dan Jia Wengi menanam ranting ke tanah yang sudah dilubangi. Karena tak memiliki tangan, tapi masih bisa melihat, Jia Wengi mengapitkan ranting menggunakan ibu jari dan telunjuk kaki kananya agar benar-benar tertanam di lubang. Jia Wengi juga yang mengguyur air ke ranting yang sudah ditanam.

Ini hanya sekelumit cerita dua sahabat yang saling melengkapi kekurangan masing-masing. Setelah tahun pertama berlalu, Jia Haixia dan Jia Wengi, entah bagaimana caranya, berhasil menanam 800 pohon willow. Tapi di tahun berikutnya, hanya dua pohon yang tumbuh dari sekian yang mereka tanam.

Mereka tak patah arang. Tahun berikutnya mereka kembali melakukan hal sama. Belajar dari kegagalan masa lalu, mereka meningkatkan metode baru, caranya memilih lahan yang lebih baik untuk menanam ranting pohon. Tahun berikutnya, 100 pohon yang ditanam selamat sampai musim dingin.

Lebih dari satu dekade telah lewat, keduanya berhasil menanam 10 ribu pohon . Jia Haixia dan Jia Wengi, kini sama-sama dapat menikmati makan siang bersama di hutan yang mereka buat bersama-sama. Mereka saja bisa menanam pohon, kenapa kita tidak bisa? (Sina News/Shanghaiist)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved