Selasa, 7 Oktober 2025

Ibadah Haji 2025

Komisi VIII DPR Minta Menteri Agama Negosiasi Sistem Syarikah Haji Arab Saudi

Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq merespons soal penerapan sistem pengelompokan jemaah model syarikah dalam penyelenggaraan haji 2025.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
IBADAH HAJI - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq di Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2023). Ia merespons soal penerapan sistem pengelompokan jemaah model syarikah dalam penyelenggaraan haji 2025. 

Timbulkan Kebingungan Jamaah, Komisi VIII DPR Minta Menag Negosiasi Sistem Syarikah Haji Arab Saudi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq merespons soal penerapan sistem pengelompokan jemaah model syarikah dalam penyelenggaraan haji 2025.

Di mana, sistem syarikah tersebut, kata Maman, memicu kebingungan di kalangan jamaah.

"Penerapan sistem syarikah yang terkesan mendadak ini telah mengacaukan pengelompokan kloter yang sebelumnya sudah terencana dengan baik dari tanah air," kata Maman dalam keterangannya, Selasa (13/5/2025).

Maman lantas meminta kepada Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, segera melakukan evaluasi agar tidak mengganggu kenyamanan ibadah jemaah haji Indonesia. 

Pasalnya menurut dia, di momen Haji 2025 ini banyak jemaah yang merupakan pasangan suami istri namun harus berpisah karena adanya penerapan pengelompokan tersebut.

Baca juga: Kronologi Jemaah Haji Lansia Asal Bulukumba Tersesat di Madinah, Jalan Sendirian, Videonya Viral

"Akibatnya, banyak jemaah suami istri yang terpisah, serta jemaah lanjut usia yang terpisah dari pendamping yang sangat mereka butuhkan. Kami meminta Menteri Agama segera melakukan evaluasi" ujarnya.

Legislator dari Fraksi PKB ini mengungkapkan, sebelumnya jemaah haji Indonesia hanya dilayani satu syarikah, yaitu Mashariq. 

Namun, pada tahun ini, terdapat delapan syarikah yang bertugas melayani jemaah haji Indonesia.

Baca juga: 106 Calon Jemaah Haji Cirebon Gagal Berangkat, Padahal Sudah Lunasi Biaya

Syarikah sendiri merupakan perusahaan Arab Saudi yang memiliki kewenangan dalam mengatur pelaksanaan ibadah haji di Indonesia.

"Mengapa harus delapan syarikah yang dilibatkan, dan apa dasar pertimbangannya? Seharusnya Kementerian Agama telah melakukan identifikasi masalah dan langkah-langkah mitigasi sebelum menerapkan kebijakan ini. Apakah kekacauan yang terjadi saat ini sudah diketahui dan diantisipasi oleh Kemenag?" ucap dia.

Lebih lanjut, Maman mengusulkan, apabila Kemenag tetap menggunakan delapan syarikah, pembagian tanggung jawab hendaknya didasarkan pada wilayah di Indonesia. 

Misalnya kata dia, Syarikah A bertanggung jawab atas jemaah dari wilayah tertentu di Jawa Barat, Syarikah B untuk kota tertentu di Jawa Timur, dan lain sebagainya.

“Jangan seperti kondisi saat ini di mana lebih dari satu syarikah menangani jemaah dari satu daerah. Hal ini membingungkan jemaah dan juga Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU)" kata dia. 

"Bayangkan saja, ada jemaah yang belum siap berangkat namun tiba-tiba harus berangkat keesokan harinya, atau sebaliknya, jemaah yang seharusnya berangkat beberapa pekan lagi di kloter lain, mendadak harus segera berangkat. Sistem seperti apa ini jika hasilnya justru menimbulkan kekacauan?" tegas Maman.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved