Rapat Komisi III DPR Terima Penjelasan Pemberian Amnesti Presiden Kepada Din Minimi
Komisi III DPR adakan raker dengan Menkopolhukam, Kepala BIN dan Kepala BNT dengan kesimpulan rekomendasi pemerintah beri amnesti untuk Nurdin Ismail.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkopolhukam, Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala BIN (Badan intelejen Nasional), Sutiyoso, dan Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Suhardi Alius, berlangsung pada hari Kamis (21/7) di ruang rapat Komisi III, Senayan Jakarta.
Rapat itu menghasilkan kesimpulan terkait permohonan pertimbangan Presiden RI mengenai Amnesti/ Abolisi untuk Nurdin Ismail alias Din Minimi dan kelompoknya (Kelompok bersenjata di Aceh Timur-red), serta narapidana atau tahanan politik Papua.
“Pemerintah memberikan rekomendasi pemberian amnesti bagi Din Minimi sebagai sebuah janji negara terhadap kelompok tersebut. Janji itu disampaikan melalui kepala BIN, Sutiyoso kepada Din Minimi pada tahun 2015 lalu,”ungkap Ketua Komisi III, Bambang Soesatyo.
Sementara itu Luhut menjelaskan bahwa atas prakarsa Kepala BIN, kelompok Din Minimi turun gunung dengan damai melalui penyerahan diri dan persenjataannya.
Hal ini tentu merupakan sebuah perkembangan baik dalam penanganan keamanan nasional.
Namun, Din Minimi beserta 120 orang pengikutnya itu juga mengajukan tuntutan untuk mendapat amnesti dari Presiden selaku kepala negara.
Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi disebutkan bahwa pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden harus berhubungan dengan tindak pidana politik, sementara dalam pasal 14 ayat 2 UUD 1945 disebutkan juga amnesti merupakan hak prerogatif dari Presiden selaku kepala negara.
Mekanisme pemberian amnesti itu harus melalui pertimbangan DPR.
Dalam kaitan untuk meyakinkan DPR RI terdapat kebutuhan untuk melakukan kajian yuridis dan pendapat para pakar hukum pidana untuk memberikan penilaian bahwa perbuatan pidana kelompok Din Minimi adalah berhubungan dengan politik.
Sebagaimana diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan kelompok Din Minimi akibat dari ketidakpuasan mereka terhadap tindakan mantan pimpinan GAM yang berkuasa saat ini dalam pemerintahan provinsi NAD.
Kelompok ini merasa memiliki andil dalam pembentukan Propinsi NAD dengan otonomi khususnya. Namun apa yang dilakukan eks pimpinan GAM ini dipandang telah menyimpang dari cita-cita murni perjuangan GAM.
Setelah dikaji lebih dalam, Kapolri dan Jaksa Agung menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan Din Minimi dikategorikan sebagai tindakan pidana politik, begitupun dengan kajian Menkumham yang merekomendasikan pemberian amnesti kepada kelompok militan tersebut.
Atas penjelasan itulah, rapat Komisi III yang dipimpin oleh Bambang Soesatyo menerima penjelasan alasan pemberian amnesti/ abolisi Presiden kepada kelompok bersenjata Din Minimi itu. (Pemberitaan DPR RI)