Sabtu, 4 Oktober 2025
DPD RI
Gedung Nusantara
Gedung Nusantara

Bertemu Ketua DPD RI, Ridwan Kamil Berharap Keadilan Politik untuk Masyarakat Jabar

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan aspirasi masyarakat Jawa Barat terkait keadilan politik bagi provinsi Jabar.

Editor: Content Writer
dok. DPD RI
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. 

TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan aspirasi masyarakat Jawa Barat terkait keadilan politik bagi provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia. Penduduk Jabar tercatat mendekati 50 juta jiwa. Dengan jumlah daerah hanya 27 kabupaten/kota.

“Saya sangat berterima kasih, Pak Ketua DPD datang ke Jabar secara khusus untuk membicarakan soal otonomi daerah, terkait pemekaran daerah di Jabar. Karena memang pemekaran di Jabar bukan sekadar euforia masyarakat, tetapi memang bedasarkan kajian dan pertimbangan yang rasional. Dan daerah yang kami ajukan untuk dimekarkan juga sudah sangat siap,” ungkap Ridwan.

Ketua DPD RI beserta rombongan dalam rapat kerja dengan Gubernur Jabar memang membahas dua isu spesifik. Yaitu tentang pemekaran daerah di Jabar dan pertanian, terkait ketahanan pangan nasional. Mengingat Jabar adalah salah satu provinsi penopang pangan nasional. Raker digelar di Pakuan, rumah dinas Gubernur, Rabu (13/1/2021) siang.

Ridwan mengungkapkan jumlah penduduk Jabar setara dengan 1/5 penduduk Indonesia. Setara dengan penduduk Korea Selatan, dengan jumlah penduduk muslim yang lebih banyak dari Arab Saudi.

“Bayangkan, Bupati Bogor, harus mengurus 6 juta penduduk, setara dengan penduduk Sumatera Barat, yang diurus oleh seorang Gubernur dan belasan Bupati/Walikota,” ungkapnya.

Gubernur berlatar aristek ini juga membandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, dengan penduduk hampir sekitar 38 juta jiwa, memiliki 38 kabupaten/kota. Begitu pula dengan jumlah desa. Jawa Tengah, dengan jumlah penduduk sekitar 34 juta jiwa, memiliki 8.000 desa, sementara Jabar hanya punya 5.000 desa.

“Dari situ saja, Jateng dapat dana desa Rp8 trilyun, sementara Jabar Rp5 trilyun. Begitu pula dana transfer pusat, karena alokasinya berdasarkan jumlah daerah, maka selisih Jatim dan Jabar dalam 5 tahun, mencapai Rp50 trilyun. Satu anak di Jatim dapat pembiayaan Rp1 juta, sementara di Jabar terpaksa hanya dapat Rp600 ribu,” urainya.

“Sekali lagi ini soal keadilan politik bagi masyarakat Jabar. Dan saya sangat berharap kepada DPD sebagai wakil daerah dapat memperjuangkan keadilan politik tersebut. Kalau pemekaran daerah masih sulit, tolong ubah pola pendekatan fiskal, dengan tidak melihat jumlah daerah, tapi jumlah penduduk,” tambahnya.

Menanggapi hal itu, LaNyalla menyatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang juga Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, pada Desember lalu.

“Insya Allah hal ini juga akan saya sampaikan langsung kepada Presiden Jokowi dalam forum konsultasi bulan ini,” tandas mantan Ketua Umum PSSI itu.

Seperti diketahui, Provinsi Jabar telah menyiapkan secara matang pemekaran tiga daerah. Yaitu Sukabumi Utara, Bogor Barat dan Garut Selatan. Ketiga daerah baru tersebut dikatakan sudah siap dari sisi kemampuan fiskal sebagai daerah otonom.

Sementara itu, terkait isu pertanian, Ketua DPD RI mengungkapkan bahwa dirinya mendapat masukan dari senator asal Jawa Barat terkait kondisi pertanian di Jabar. Terutama dalam mendukung gerakan mencetak petani milenial dan desa digital.

“Senator Jabar, khususnya Ibu Eni Sumarni dan Kang Oni Sumarwan menyampaikan beberapa isu pertanian. Seperti berkurangnya lahan pertanian seiring dengan makin banyaknya alih fungsi lahan. Terutama dengan hadirnya beberapa kawasan industri baru dan hunian masyarakat," tuturnya.

Senator asal Jawa Timur itu juga menerima informasi bahwa lahan pertanian di Indramayu, sebagai lumbung pertanian juga mengalami penurunan. Sehingga membuka lahan-lahan baru pertanian menjadi mendesak untuk dilakukan.

"Persoalan lainnya adalah permasalahan klasik yang selalu terjadi dari hulu hingga hilir. Yaitu pada saat musim tanam, bibit mahal dan pupuk subsidi langka. Lalu pada saat musim panen, harga gabah anjlok," katanya.

Mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu mengatakan, yang juga menjadi masalah adalah berkurangnya jumlah penyuluh pertanian untuk mengimbangi gerakan mencetak petani milenial.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved