Minggu, 5 Oktober 2025

Siti Fadilah : Belum Ada Sejarahnya Vaksinasi Hentikan Pandemi, Ini Percobaan Pertama di Dunia

Mantan Menteri Kesehatan Indonesia, Siti Fadilah Supari mengatakan belum ada sejarahnya vaksinasi menghentikan pandemi.

Penulis: Muhammad Barir
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Siti Fadilah Supari 

"Itu adalah karena perjuangan tim dari Indonesia yang sangat berat dan kita berjuang di sana untuk perang diplomasi di WHO. Di mana kita boleh dikatakan melawan arusnya WHO yang ingin mengatakan episentrum pandemic ada di Indonesia. Saat itu juga kita bisa menjawab bahwa tidak ada episentrum pandemi di sini dan tidak ada flu burung di Indonesia maupun di manapun juga," katanya.

"Itu sesuatu yang patut disyukuri, bayangkan pada tahun 2006 Indonesia sudah dilanda. Dan kalau Indonesia mau Pandemic maka flu burung itu akan menyebar ke seluruh dunia. Indonesia berhasil mengubah rencana pandemic tersebut".

"Kalau sekarang, karena pandemic itu dicetuskannya di Wuhan, Indonesia memang tidak bisa apa-apa. Hanya yang bisa adalah kita harus berdaulat, kita harus yakin apa yang kita buat di sini untuk menghadapi Covid itu harus sesuai dengan kebutuhan kita dan keadaan kita. Bagaimana kita membuat kebijakan yang sesuai dengan kemampuan kita," katanya.

Wajib Terus Pakai Masker, Virus Telah Banyak Bermutasi

Dalam perbincangan bersama dengan Profesor Nidom, Siti Fadilah Supari membahas tentang pandemi Covid-19 yang terjadi akhir-akhir ini.

Dia membahas pandemi Covid-19 dan juga virus corona yang kini telah banyak bermutasi.

Karena mutasi virus corona ini, sehingga masyarakat wajib untuk terus memakai masker dan menjaga protokol kesehatan.

"Divaksin ataupun tidak divaksin, resikonya untuk terkena Covid itu sama dan (tingkat) kematiannya juga sama," kata Siti Fadilah Supari di kanal Youtube Siti Fadilah Supari Channel.

Profesor Nidom menyambung, "Bedanya kalau sudah divaksin, masyarakat jadi lebih abai (Protokol kesehatan)," katanya.

"Harapan pemerintah, dengan 70 persen (masyarakat Indonesia) dia vaksin, 70 persen juga terjadi imunitas. Padahal itu tidak mungkin. Karena efikasinya, tidak ada yang 100 persen," kata Siti Fadilah Supari.

"Hal-hal yang kayak gini sebetulnya kan Scientific banget. Kenapa tidak ada yang bersuara kepada Menteri Kesehatan gitu, Jadi jangan You kejar yang 180 juta rakyat itu nanti Anda yang mengejar sesuatu yang tidak akan Anda dapet. Uang banyak keluar tapi korban akan cukup banyak," katanya.

Prof Nidom mengatakan, banyak tenaga kesehatan yang sudah divaksin lengkap juga terkena Covid-19. Seperti di Kudus, di Bangkalan, dan di beberapa daerah lain. Kurang lebih 350 orang tenaga kesehatan. Yang meninggal 15 orang.

"Itu kenapa tidak diekspose, sehingga masyarakat tahu bahwa divaksin ataupun tidak divaksin risikonya untuk terkena Covid-19 itu sama, dan (tingkat) kematiannya juga sama," kata Siti Fadilah.

"Bedanya kalau sudah divaksin, masyarakat jadi lebih abai pada penggunaan masker (Protokol kesehatan)," kata Prof Nidom menimpali.

"Kenapa Saya menginginkan program vaksin kovensional ini disetop dulu untuk dievaluasi. Kalau memang ini tidak menunjukkan hasil yang diharapkan ya sudah diganti. Kalau (tetap) mau vaksin. Kalau nggak yang tetap laksanakan Protokol kesehatan saja, dulu juga sebelum ada vaksin kan juga Prokes. Memang ada risiko tapi Prokesnya yang harus diperkuat, gitu" kata Prof Nidom.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved